Vaksin Helena Lim, Ombudsman Duga Terjadi Potensi Pemalsuan Dokumen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman Jakarta Raya telah melakukan proses permintaan keterangan kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta terkait tata laksana vaksinasi di Jakarta.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho menjelaskan,
permintaan keterangan dilakukan secara daring yang dihadiri Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti beserta kepala bidang di lingkungan Dinkes DKI.
Baca juga: Ombudsman Periksa Pejabat Dinkes DKI secara Daring Terkait Vaksin untuk Helena Lim
"Permintaan keterangan dilakukan sebagai bagian untuk mengkaji tata laksana vaksinasi di Jakarta pada tahap I yang diduga ditemukan kesalahan target Tenaga Kesehatan (nakes) yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang tidak masuk kategori nakes," ujar Teguh lewat keterangan persnya, Rabu (17/2/2021).
Ombudsman menemukan ketidakmampuan Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari Kementerian/Lembaga terkait atau sumber lainnya meliputi nama, Nomor Induk Kependudukan, dan alamat tempat tinggal sasaran dalam menghadirkan data nyata jumlah nakes yang berhak mendapat vaksinasi di Jakarta dan kemungkinan di seluruh Indonesia.
Sistem ini yang kemudian dipergunakan untuk mengirimkan undangan kepada nakes calon penerima vaksin melalui SMS blast, melakukan registrasi ulang, memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.
Kegagalan sistem tersebut menyebabkan banyak nakes yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi nakes.
Baca juga: Hingga Kini Polisi Masih Dalami Kasus Vaksinasi Helena Lim
Untuk mengantisipasi itu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi nakes sesuai kategori dengan beberapa syarat.
Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui STR (Surat Tanda Registrasi), sementara untuk data nakes lain
mempergunakan data dari organisasi profesi.
Di luar nakes yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. "Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan," kata Teguh.
Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan sepenuhnya tergantung pada iktikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan. "Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari Apotek yang menjadi mitra kerjanya. Sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses penginputan data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes," urainya.
Baca juga: Di Depan Pemimpin Kota-kota Dunia, Anies Cerita Covid-19, Sepeda hingga Kota Kolaborasi
Dapat diduga dalam kasus selebgram Helena Lim di Jakarta Barat, ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada individu yang bersangkutan dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan.
"Dan dugaan pemalsuan dokumen itu merupakan tindak pidana yang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian. Sementara, untuk pelaksanaan Tahap II Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19 sepertinya belum juga mampu menghadirkan data sektoral dari warga yang menjadi target vaksin," ujar Teguh.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho menjelaskan,
permintaan keterangan dilakukan secara daring yang dihadiri Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti beserta kepala bidang di lingkungan Dinkes DKI.
Baca juga: Ombudsman Periksa Pejabat Dinkes DKI secara Daring Terkait Vaksin untuk Helena Lim
"Permintaan keterangan dilakukan sebagai bagian untuk mengkaji tata laksana vaksinasi di Jakarta pada tahap I yang diduga ditemukan kesalahan target Tenaga Kesehatan (nakes) yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang tidak masuk kategori nakes," ujar Teguh lewat keterangan persnya, Rabu (17/2/2021).
Ombudsman menemukan ketidakmampuan Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari Kementerian/Lembaga terkait atau sumber lainnya meliputi nama, Nomor Induk Kependudukan, dan alamat tempat tinggal sasaran dalam menghadirkan data nyata jumlah nakes yang berhak mendapat vaksinasi di Jakarta dan kemungkinan di seluruh Indonesia.
Sistem ini yang kemudian dipergunakan untuk mengirimkan undangan kepada nakes calon penerima vaksin melalui SMS blast, melakukan registrasi ulang, memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.
Kegagalan sistem tersebut menyebabkan banyak nakes yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi nakes.
Baca juga: Hingga Kini Polisi Masih Dalami Kasus Vaksinasi Helena Lim
Untuk mengantisipasi itu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi nakes sesuai kategori dengan beberapa syarat.
Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui STR (Surat Tanda Registrasi), sementara untuk data nakes lain
mempergunakan data dari organisasi profesi.
Di luar nakes yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. "Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan," kata Teguh.
Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan sepenuhnya tergantung pada iktikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan. "Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari Apotek yang menjadi mitra kerjanya. Sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses penginputan data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes," urainya.
Baca juga: Di Depan Pemimpin Kota-kota Dunia, Anies Cerita Covid-19, Sepeda hingga Kota Kolaborasi
Dapat diduga dalam kasus selebgram Helena Lim di Jakarta Barat, ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada individu yang bersangkutan dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan.
"Dan dugaan pemalsuan dokumen itu merupakan tindak pidana yang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian. Sementara, untuk pelaksanaan Tahap II Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19 sepertinya belum juga mampu menghadirkan data sektoral dari warga yang menjadi target vaksin," ujar Teguh.
(jon)