Ditolak 10 Rumah Sakit, Penderita Covid-19 Asal Depok Meninggal di Taksi Online
loading...
A
A
A
DEPOK - LaporCovid-19 dan Center for Indonesia's Strategi Development Initiatives (CISDI) melaporkan pada 3 Januari 2021 lalu ada seorang warga yang positif Covid-19 meninggal dunia di dalam taksi online. Pasien itu disebut berasal dari Kota Depok.
“Salah seorang keluarga pasien di Depok melaporkan, pada 3 Januari 2021 anggota keluarganya meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit rujukan Covid-19,” bunyi rilis yang dikutip MNC Portal Indonesia, Senin (18/1/2021).
Baca juga: 2 Hari Tak Keluar Rumah, PNS Sebatang Kara Ditemukan Meninggal
Sejak akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021, LaporCovid19 mendapatkan total 23 laporan kasus pasien yang ditolak rumah sakit karena penuh, pasien yang meninggal di perjalanan, serta meninggal di rumah karena ditolak rumah sakit. Laporan penolakan pasien itu, kebanyakan datang dari wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca juga: Kemenkes: Tingkat Keterisian RS Rujukan Covid-19 Capai 65,93%
Relawan Tim BantuWargaLaporCovid19, dr Tri Maharani mengatakan bahwa situasi layanan kesehatan sudah genting. “Tanda-tanda kolaps layanan kesehatan sebenarnya sudah terindikasi sejak bulan September 2020, yang kemudian mereda pada periode pemberlakuan PSBB di Jakarta,” katanya.
“Menjelang pertengahan November 2020, saat pelaksanaan pilkada serentak dan libur Nataru, memperburuk ketidakmampuan rumah sakit menampung pasien,” sambung Tri.
Baca juga: Tingkat Keterisian Capai 82,73%, Tempat Tidur RS Wisma Atlet Tersisa 1.035 Unit
Selain itu, LaporCovid19 menemukan bahwa sistem rujuk antar fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik, sistem informasi kapasitas Rumah Sakit tidak berfungsi. Banyak warga yang memerlukan penanganan kedaruratan kesehatan akibat terinfeksi Covid-19 tidak mengetahui harus ke mana.
Kondisi ini, lanjut Tri diperparah dengan permasalahan sistem kesehatan yang belum kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan kapasitas tempat tidur, minimnya perlindungan tenaga kesehatan dan tidak tersedianya sistem informasi kesehatan yang diperbarui secara real-time.
“Di sisi lain, pekerjaan rumah Menteri Kesehatan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan belum kunjung terlihat nyata. Hingga saat ini setidaknya 620 tenaga kesehatan meninggal akibat terpapar Covid-19,” lanjutnya.
Jika tidak segera diatasi, akan semakin banyak warga yang meninggal hanya karena otoritas abai dalam memberikan hak atas layanan dan perawatan kesehatan.
“Salah seorang keluarga pasien di Depok melaporkan, pada 3 Januari 2021 anggota keluarganya meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit rujukan Covid-19,” bunyi rilis yang dikutip MNC Portal Indonesia, Senin (18/1/2021).
Baca juga: 2 Hari Tak Keluar Rumah, PNS Sebatang Kara Ditemukan Meninggal
Sejak akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021, LaporCovid19 mendapatkan total 23 laporan kasus pasien yang ditolak rumah sakit karena penuh, pasien yang meninggal di perjalanan, serta meninggal di rumah karena ditolak rumah sakit. Laporan penolakan pasien itu, kebanyakan datang dari wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca juga: Kemenkes: Tingkat Keterisian RS Rujukan Covid-19 Capai 65,93%
Relawan Tim BantuWargaLaporCovid19, dr Tri Maharani mengatakan bahwa situasi layanan kesehatan sudah genting. “Tanda-tanda kolaps layanan kesehatan sebenarnya sudah terindikasi sejak bulan September 2020, yang kemudian mereda pada periode pemberlakuan PSBB di Jakarta,” katanya.
“Menjelang pertengahan November 2020, saat pelaksanaan pilkada serentak dan libur Nataru, memperburuk ketidakmampuan rumah sakit menampung pasien,” sambung Tri.
Baca juga: Tingkat Keterisian Capai 82,73%, Tempat Tidur RS Wisma Atlet Tersisa 1.035 Unit
Selain itu, LaporCovid19 menemukan bahwa sistem rujuk antar fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik, sistem informasi kapasitas Rumah Sakit tidak berfungsi. Banyak warga yang memerlukan penanganan kedaruratan kesehatan akibat terinfeksi Covid-19 tidak mengetahui harus ke mana.
Kondisi ini, lanjut Tri diperparah dengan permasalahan sistem kesehatan yang belum kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan kapasitas tempat tidur, minimnya perlindungan tenaga kesehatan dan tidak tersedianya sistem informasi kesehatan yang diperbarui secara real-time.
“Di sisi lain, pekerjaan rumah Menteri Kesehatan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan belum kunjung terlihat nyata. Hingga saat ini setidaknya 620 tenaga kesehatan meninggal akibat terpapar Covid-19,” lanjutnya.
Jika tidak segera diatasi, akan semakin banyak warga yang meninggal hanya karena otoritas abai dalam memberikan hak atas layanan dan perawatan kesehatan.
(thm)