Ombudsman Sebut Aturan Sewa Sarana Utilitas Dapat Ganggu Pelayanan Publik

Senin, 09 Desember 2019 - 19:01 WIB
Ombudsman Sebut Aturan Sewa Sarana Utilitas Dapat Ganggu Pelayanan Publik
Ombudsman Sebut Aturan Sewa Sarana Utilitas Dapat Ganggu Pelayanan Publik
A A A
JAKARTA - Ombudsman DKI Jakarta mempertanyakan rencana Pemprov DKI mengenakan sewa kepada pelaku usaha yang menggunakan sarana terpadu utilitas. Sebab kebijakan itu dikhawatirkan dapat mengganggu layanan publik.

Ketua Ombudsman DKI Jakarta Teguh P Nugroho mengatakan, jika Pemprov DKI memaksakan kehendak mengenakan tarif sewa kepada penyelenggara layanan utilitas publik, dikhawatirkan ujung-ujungnya pelayanan publik yang tergangu. Agar pelayanan publik tidak terganggu, seharusnya Pemprov DKI menerapkan retribusi. Dengan retribusi maka Pemprov DKI juga mempertimbangkan kepentingan publik.

"Jika B2B (business to business) maka dikhawatirkan tarif sewa yang dikenakan kepada pelaku usaha yang menggunakan sarana terpadu utilitas akan mahal. Sehingga akan mempengaruhi harga dan layanan kepada publik. Ini dipastikan pelayanan publik akan terganggu. Harusnya penyediaan layanan publik tidak boleh diserahkan sepenuhnya oleh pihak swasta, termasuk perusahaan milik daerah," ujar Teguh, Senin (9/12/2019). (Baca juga: Pemprov DKI Godok Besaran Tarif Sewa Utilitas Bawah Tanah)

Ia menilai rencana Pemprov DKI mengenakan sewa bagi pelaku usaha pengguna sarana terpadu utilitas dapat berpotensi mal administrasi. Jika terus bersikukuh serta memaksakan menggenakan sewa kepada pelaku usaha penyedia layanan utuilitas publik, Pemprov DKI dan dua BUMD yaitu Sarana Jaya dan PT Jakarta Propertindo, dipastikan melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas. Dia mengatakan bahwa sarana terpadu utilitas menjadi kewajiban dari pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Perda Nomor 8 Tahun 1999.

“Pasal 8 di Perda Nomor 8 Tahun 1999 juga sangat jelas disebutkan bahwa pemakaian ruang tanah dan penempatan jaringan utilitas sementara dan pemakaian sarana jaringan utilitas terpadu milik pemda dikenakan retrebusi daerah. Bukan sewa, tidak boleh B2B. Ini sudah ada dugaan mal administrasi yang dilakukan Pemda DKI dan BUMD. Karena Pergub tersebut tidak mengacu kepada Perda Nomor 8 Tahun 1999," bebernya.

Diketahui, setelah melakukan kick off meeting sosialisasi Pergub Nomor 106/2019, kini Pemprov DKI mengadakan focus group discussion untuk melakukan revisi Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas. Hal ini dinilai Teguh sebagai upaya untuk memuluskan rencana pengenaan sewa bagi pelaku usaha yang menggunakan sarana terpadu utilitas.

Teguh melanjutkan, dalam Pasal 8 Perda Nomor 8 Tahun 1999 juga disebutkan, Pemprov mengenakan biaya retribusi kepada pelaku usaha yang menggunakan ruang tanah dan penempatan jaringan utilitas sementara dan pemakaian sarana jaringan utilitas terpadu milik Pemda. Sehingga, rencana merevisi Perda Nomor 8 Tahun 1999 terkesan dipaksakan agar Pergub Nomor 106 Tahun 2019 tentang engenaan tarif sewa kepada pelaku usaha yang menggunakan sarana terpadu utilitas, dapat dijalankan.

“Harusnya Pergub itu mengacu pada Perda, bukan sebaliknya. Yang terjadi saat ini Perda yang harus menyesuaikan dengan Pergub. Ini seperti ingin merubah undang-undang dengan peraturan pemerintah. Harusnya peraturan yang lebih rendah merujuk pada perundang-undangan yang lebih tinggi," bebernya. (Baca juga: Sewa Jaringan Utilitas, DPRD Khawatir Bebani Warga Jakarta)

Terkait hal ini, Ombudsman DKI dalam waktu dekat berencan memanggil pihak Pemprov DKI dan BUMD. "Ombudsman akan memprioritaskan pemanggilan dan pemeriksaan kepada Pemprov DKI beserta jajaran BUMD-nya. Pergub Nomor 106 Tahun 2019 salah kaprah," tandasnya.

Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Hari Nugroho, sebelumnya mengatakan, saat ini pihaknya masih terus mensosialisasikan pembuatan Ducting Terpadu Utilitas (PDTU) yang akan dikenakan harga sewa kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat, melalui Forum Group Discusion (FGD).

"Kami masih FGD soal PDTU, termasuk sosialisasi harga. Semua belum diputuskan," kata Hari Nugroho, Kamis (5/12) lalu.

.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5881 seconds (0.1#10.140)