DPRD DKI Dorong Pemda Libatkan Stakeholder Tentukan Tarif Sewa Jaringan Utilitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta menyoroti sejumlah persoalan krusial pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Jaringan Utilitas . Salah satunya penghitungan besaran tarif sewa Sarana Jasa Utilitas Terpadu (SJUT) yang penempatannya dikelola Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Namun, dalam menentukan besaran tarif badan usaha dapat memperhitungkan dan mengusulkan besaran tarif.
Gerindra menyebutkan dalam penentuan besaran tarif sewa sudah semestinya dibahas bersama stakeholder agar tidak membebankan masyarakat pengguna hingga pelaku bisnis. Pertanyaan tersebut mengemuka dalam Rapat Paripurna tentang Pemandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta terhadap Raperda tentang APBD Perubahan 2021 dan Raperda tentang Jaringan Utilitas, Selasa (19/10/2021).
Baca juga: Anies Dambakan Jaringan Utilitas di Jakarta Setara Kota Modern Dunia
"Apalagi jika besaran tarif sewa SJUT mahal tentu akan berdampak pada nilai jual kepada masyarakat. Tentu ini akan menjadi beban tersendiri dan lagi-lagi masyarakat yang dirugikan,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarifudin.
Dia menjelaskan, pelaksanaan keterpaduan perencanaan jaringan utilitas juga belum terlaksana dengan baik karena Pemprov DKI Jakarta belum mengoptimalkan berbagai data yang menunjukkan arah pengembangan kebutuhan jaringan utilitas. Padahal, jaringan utilitas sangat vital dan dibutuhkan sebagai sistem informasi komunikasi untuk kegiatan ekonomi, bisnis, dan sosial budaya di Jakarta yang merupakan pusat perekonomian.
"Masalah besaran tarif harus ada rasionalisasinya apalagi era sekarang pemanfaatan digital untuk mendukung atau memenuhi kebutuhan dan kepentingan warga yang cukup luas sudah sepatutnya akses masyarakat terhadap jaringan dipermudah sehingga tidak terbebani dengan biaya mahal," ungkap Syarifudin.
Apalagi, terdapat keharusan untuk dibahas bersama mengenai besaran biaya yang wajar untuk pemanfaatan kebutuhan tersebut sebagaimana diatur dalam peraturan turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu dalam PP Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, terutama pada Pasal 21 ayat 1: Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat berperan serta menyediakan fasilitas untuk digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa tanah, bangunan, dan/atau infrastruktur pasif telekomunikasi.
Selain itu, Raperda Jaringan Utilitas perlu sama-sama dipastikan agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam perubahan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang terdapat dalam UU Cipta Kerja diatur bahwa peranan pemda memberikan kemudahan bagi penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien.
Dalam memberikan kemudahan ini pemda wajib berkoordinasi dengan Menkominfo. Dalam PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 26 juga diatur bahwa pemanfaatan SJUT ini sifatnya dapat bukan wajib.
Baca juga: Wagub Ariza: Formula E Bisa Didiskusikan, DPRD DKI Tak Perlu Gelar Interpelasi
Karena itu, diperlukan kreativitas dan inovasi dari pemda dan Jakpro agar SJUT memiliki daya tarik bagi penyelenggara telekomunikasi seperti harga yang bersaing dan kualitas yang lebih baik. Dengan kondisi seperti itu, pastinya penyelenggara telekomunikasi mau memindahkan jaringannya.
Perda Jaringan Utilitas juga perlu dipastikan sejalan dengan PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Hal ini terkait dengan ganti rugi pemindahan jaringan utilitas. Dalam PP Nomor 52 Tahun 2000 pasal 70 ayat 1 diatur bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak atas ganti rugi sebagai akibat pemindahan atau perubahan jaringan telekomunikasi karena adanya kegiatan atau atas permintaan instansi/departemen/lembaga atau pihak lain.
Sinkronisasi ini diperlukan agar terdapat kepastian dan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha dan masyarakat termasuk penyelenggara telekomunikasi. Hal ini sejalan dengan semangat Pemprov DKI yang ingin menjadikan Jakarta sebagai kota kolaborasi. Pemda, DPRD, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerjasama agar dapat maju dan berkembang.
Dengan demikian, Gerindra menilai Raperda yang disampaikan oleh Pemprov DKI perlu dikaji ulang dan dibahas kembali agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya sebelum ditetapkan. Selanjutnya, perlu juga dipastikan agar penetapan tariff SJUT melibatkan stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait dan wajib dikoordinasikan dengan Menkominfo.
Gerindra menyebutkan dalam penentuan besaran tarif sewa sudah semestinya dibahas bersama stakeholder agar tidak membebankan masyarakat pengguna hingga pelaku bisnis. Pertanyaan tersebut mengemuka dalam Rapat Paripurna tentang Pemandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta terhadap Raperda tentang APBD Perubahan 2021 dan Raperda tentang Jaringan Utilitas, Selasa (19/10/2021).
Baca juga: Anies Dambakan Jaringan Utilitas di Jakarta Setara Kota Modern Dunia
"Apalagi jika besaran tarif sewa SJUT mahal tentu akan berdampak pada nilai jual kepada masyarakat. Tentu ini akan menjadi beban tersendiri dan lagi-lagi masyarakat yang dirugikan,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarifudin.
Dia menjelaskan, pelaksanaan keterpaduan perencanaan jaringan utilitas juga belum terlaksana dengan baik karena Pemprov DKI Jakarta belum mengoptimalkan berbagai data yang menunjukkan arah pengembangan kebutuhan jaringan utilitas. Padahal, jaringan utilitas sangat vital dan dibutuhkan sebagai sistem informasi komunikasi untuk kegiatan ekonomi, bisnis, dan sosial budaya di Jakarta yang merupakan pusat perekonomian.
"Masalah besaran tarif harus ada rasionalisasinya apalagi era sekarang pemanfaatan digital untuk mendukung atau memenuhi kebutuhan dan kepentingan warga yang cukup luas sudah sepatutnya akses masyarakat terhadap jaringan dipermudah sehingga tidak terbebani dengan biaya mahal," ungkap Syarifudin.
Apalagi, terdapat keharusan untuk dibahas bersama mengenai besaran biaya yang wajar untuk pemanfaatan kebutuhan tersebut sebagaimana diatur dalam peraturan turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yaitu dalam PP Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, terutama pada Pasal 21 ayat 1: Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat berperan serta menyediakan fasilitas untuk digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa tanah, bangunan, dan/atau infrastruktur pasif telekomunikasi.
Selain itu, Raperda Jaringan Utilitas perlu sama-sama dipastikan agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam perubahan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang terdapat dalam UU Cipta Kerja diatur bahwa peranan pemda memberikan kemudahan bagi penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien.
Dalam memberikan kemudahan ini pemda wajib berkoordinasi dengan Menkominfo. Dalam PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 26 juga diatur bahwa pemanfaatan SJUT ini sifatnya dapat bukan wajib.
Baca juga: Wagub Ariza: Formula E Bisa Didiskusikan, DPRD DKI Tak Perlu Gelar Interpelasi
Karena itu, diperlukan kreativitas dan inovasi dari pemda dan Jakpro agar SJUT memiliki daya tarik bagi penyelenggara telekomunikasi seperti harga yang bersaing dan kualitas yang lebih baik. Dengan kondisi seperti itu, pastinya penyelenggara telekomunikasi mau memindahkan jaringannya.
Perda Jaringan Utilitas juga perlu dipastikan sejalan dengan PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Hal ini terkait dengan ganti rugi pemindahan jaringan utilitas. Dalam PP Nomor 52 Tahun 2000 pasal 70 ayat 1 diatur bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak atas ganti rugi sebagai akibat pemindahan atau perubahan jaringan telekomunikasi karena adanya kegiatan atau atas permintaan instansi/departemen/lembaga atau pihak lain.
Sinkronisasi ini diperlukan agar terdapat kepastian dan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha dan masyarakat termasuk penyelenggara telekomunikasi. Hal ini sejalan dengan semangat Pemprov DKI yang ingin menjadikan Jakarta sebagai kota kolaborasi. Pemda, DPRD, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerjasama agar dapat maju dan berkembang.
Dengan demikian, Gerindra menilai Raperda yang disampaikan oleh Pemprov DKI perlu dikaji ulang dan dibahas kembali agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya sebelum ditetapkan. Selanjutnya, perlu juga dipastikan agar penetapan tariff SJUT melibatkan stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait dan wajib dikoordinasikan dengan Menkominfo.
(jon)