Anies: Penerbitan IMB di Pulau D Sudah Sesuai Aturan, Bukan Diam-diam
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan tidak ada aturan yang ditabrak maupun prosedur yang diabaikan dalam penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) ratusan bangunan di Pulau Maju atau Pulau D, reklamasi pantai Jakarta.
Anies membeberkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30/2005 Pasal 18 ayat 3, kawasan yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Dasar Tata Ruang (RDTR), pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut dalam jangka waktu sementara. Pulau C dan D sendiri sudah ada di RTRW DKI Jakarta, namun belum ada di RDTR DKI Jakarta.
Oleh karenanya, gubernur saat itu mengeluarkan Pergub Nomor 206/2016 dengan mendasarkan pada PP tersebut. Jika tidak ada pergub tersebut maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. "Suka atau tidak suka atas isi Pergub Nomor 206/2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," ujar Anies, Kamis (13/6/2019). (Baca juga: Terkait Penerbitan IMB di Pulau D, DPRD Panggil Dinas PMPTSP DKI)
Menurut Anies, Pemprov DKI saat ini sedang melakukan revisi RDTR, sehingga pemanfaatan ruang akan diatur dengan lebih pasti. Selama ini pengembang swasta melakukan pembangunan tanpa IMB. Di 2015, 2016, 2017, Pemprov sebenarnya sudah melakukan penindakan, dimana diberi surat peringatan, bahkan pernah disegel. Tapi pihak swasta seakan tidak peduli. Kawasan itu tetap tertutup, pembangunan jalan terus walau tanpa izin.
Hal itu sebuah pelanggaran yang terang-terangan dan menggambarkan bahwa Pemprov DKI tidak dihargai oleh pihak swasta. Dengan kata lain, Pemprov DKI tidak bisa menertibkan pelanggar hukum. "Begitu kami mulai bertugas di DKI, saya tegaskan bahwa sikap pihak swasta yang seperti itu tidak akan dibiarkan. Negara tidak boleh loyo dalam menegakkan hukum, apalagi di hadapan yang besar maka negara justru harus hadir lebih besar lagi," tandasnya.
Lalu pada 2018 Pemprov DKI melakukan penyegelan. "Saya khusus hadir menyaksikan penyegelan dan sekaligus membuka kawasan tersebut. Saya tegaskan yang memang sudah menjadi ketentuan hukum bahwa kawasan itu milik pemprov, terbuka untuk publik dan tidak boleh ada larangan memasuki kawasan hasil reklamasi," ucapnya. (Baca juga: Soal IMB di Pulau D, Anies: Itu Hal Berbeda dengan Reklamasi)
Ketegasan itu, klaim Anies, berdampak jelas, dimana pengembang patuh. Mereka berhenti berkegiatan alias tidak ada lagi kegiatan pembangunan tanpa izin. Semua kegiatan di kawasan hasil reklamasi itu berhenti. Lahan itu kini terbuka untuk publik. "Jadi tanda segel itu kini ada wibawanya. Negara kini dihormati. Hukum ditaati. Itu yang berbeda dengan dulu, dimana segel diacuhkan, hukum disepelekan oleh pelanggar," tandasnya.
Anies menegaskan, semua pihak yang bangunannya mengalami penyegelan harus diproses secara hukum oleh penyidik, lalu dibawa ke pengadilan. Hakim kemudian memutuskan denda sesuai dengan perda yang berlaku. Itu juga yang terjadi pada pihak swasta yang melakukan pelanggaran IMB di kawasan hasil reklamasi. Mereka sudah dihukum denda oleh pengadilan.
Setelah itu mereka selanjutnya mengurus IMB sebagaimana pengurusan IMB kegiatan pembangunan lainnya di seluruh wilayah DKI. Dia menilai bahwa semua dilakukan sesuai prosedur. Setiap proses pengajuan IMB untuk semua gedung memang tidak diumumkan.
"Jadi ini bukan diam-diam, tapi memang prosedur administratif biasa. Justru Anda yang sudah mendapatkan IMB lah yang diharuskan memasang papan nama proyek dan mencantumkan nomor IMB di rumah Anda," pungkasnya.
Anies membeberkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30/2005 Pasal 18 ayat 3, kawasan yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Dasar Tata Ruang (RDTR), pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut dalam jangka waktu sementara. Pulau C dan D sendiri sudah ada di RTRW DKI Jakarta, namun belum ada di RDTR DKI Jakarta.
Oleh karenanya, gubernur saat itu mengeluarkan Pergub Nomor 206/2016 dengan mendasarkan pada PP tersebut. Jika tidak ada pergub tersebut maka tidak bisa ada kegiatan pembangunan di lahan hasil reklamasi. "Suka atau tidak suka atas isi Pergub Nomor 206/2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," ujar Anies, Kamis (13/6/2019). (Baca juga: Terkait Penerbitan IMB di Pulau D, DPRD Panggil Dinas PMPTSP DKI)
Menurut Anies, Pemprov DKI saat ini sedang melakukan revisi RDTR, sehingga pemanfaatan ruang akan diatur dengan lebih pasti. Selama ini pengembang swasta melakukan pembangunan tanpa IMB. Di 2015, 2016, 2017, Pemprov sebenarnya sudah melakukan penindakan, dimana diberi surat peringatan, bahkan pernah disegel. Tapi pihak swasta seakan tidak peduli. Kawasan itu tetap tertutup, pembangunan jalan terus walau tanpa izin.
Hal itu sebuah pelanggaran yang terang-terangan dan menggambarkan bahwa Pemprov DKI tidak dihargai oleh pihak swasta. Dengan kata lain, Pemprov DKI tidak bisa menertibkan pelanggar hukum. "Begitu kami mulai bertugas di DKI, saya tegaskan bahwa sikap pihak swasta yang seperti itu tidak akan dibiarkan. Negara tidak boleh loyo dalam menegakkan hukum, apalagi di hadapan yang besar maka negara justru harus hadir lebih besar lagi," tandasnya.
Lalu pada 2018 Pemprov DKI melakukan penyegelan. "Saya khusus hadir menyaksikan penyegelan dan sekaligus membuka kawasan tersebut. Saya tegaskan yang memang sudah menjadi ketentuan hukum bahwa kawasan itu milik pemprov, terbuka untuk publik dan tidak boleh ada larangan memasuki kawasan hasil reklamasi," ucapnya. (Baca juga: Soal IMB di Pulau D, Anies: Itu Hal Berbeda dengan Reklamasi)
Ketegasan itu, klaim Anies, berdampak jelas, dimana pengembang patuh. Mereka berhenti berkegiatan alias tidak ada lagi kegiatan pembangunan tanpa izin. Semua kegiatan di kawasan hasil reklamasi itu berhenti. Lahan itu kini terbuka untuk publik. "Jadi tanda segel itu kini ada wibawanya. Negara kini dihormati. Hukum ditaati. Itu yang berbeda dengan dulu, dimana segel diacuhkan, hukum disepelekan oleh pelanggar," tandasnya.
Anies menegaskan, semua pihak yang bangunannya mengalami penyegelan harus diproses secara hukum oleh penyidik, lalu dibawa ke pengadilan. Hakim kemudian memutuskan denda sesuai dengan perda yang berlaku. Itu juga yang terjadi pada pihak swasta yang melakukan pelanggaran IMB di kawasan hasil reklamasi. Mereka sudah dihukum denda oleh pengadilan.
Setelah itu mereka selanjutnya mengurus IMB sebagaimana pengurusan IMB kegiatan pembangunan lainnya di seluruh wilayah DKI. Dia menilai bahwa semua dilakukan sesuai prosedur. Setiap proses pengajuan IMB untuk semua gedung memang tidak diumumkan.
"Jadi ini bukan diam-diam, tapi memang prosedur administratif biasa. Justru Anda yang sudah mendapatkan IMB lah yang diharuskan memasang papan nama proyek dan mencantumkan nomor IMB di rumah Anda," pungkasnya.
(thm)