Kuota Siswa Titipan di Tangsel 1.600 Setahun
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Lurah Benda Baru Saidun hari ini diperiksa polisi terkait perbuatan tak menyenangkan dan perusakan di SMAN 3 Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Saidun diperiksa sebagai saksi di Mapolsek Pamulang.
Terbongkarnya aksi Saidun, membuka rumor yang selama ini diperbincangkan, siswa titipan. Seperti diketahui, praktik percaloan di dalam dunia pendidikan saat ini, bukan perkara mudah dilacak. Apalagi dibuktikan.
Namun, peristiwa Saidun bisa menyingkap semuanya. Yang mencegangkan, praktik percaloan ini juga banyak dilakukan pejabat lain. Semakin tinggi jabatannya, maka semakin besar juga kuota titipan siswanya.
Salah seorang sumber SINDOnews di Dinas Pendidikan Kota Tangsel mengatakan, tidak hanya oknum pejabat lurah dan camat. Oknum anggota dewan, ormas/LSM, hingga wartawan juga banyak yang menjadi calo.
Setiap berlangsung Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) , hampir sekira 1.600 lebih bangku kosong yang disiapkan untuk praktik busuk seperti ini. Alhasil, masyarakat yang dirugikan dan cukong-cukong diuntungkan.
"Itu mah bukan rahasia umum. Dewan, ormas sampai teman-teman media juga sama saja. Kalau dulu begitu, karena kan dulu belum mekanisme online kayak sekarang," kata BCL kepada SINDOnews, Senin (26/7/2020).
Proses siswa titipan pun tidak sulit. Apalagi untuk pejabat yang kuotanya tak terbatas. Mereka tinggal atau cukup membuat surat, bisa juga lewat pesan singkat dan telpon ke dinas terkait dan titip ke sekolah yang dituju.
"Kalau dulu bahasanya dititip. Misalkan dari ini, untuk wilayah dia berapa persen, karena belum online jadi gampang saja. Kalau sekarang kan harusnya enggak bisa," paparnya. ( )
Tidak jarang, jika titipan ditolak oleh dinas dan pihak sekolah, penitip akan mengamuk. Mereka tidak segan melakukan aksi premanisme kepada sekolah. Pernah terjadi, sekolah digembok, bangku kelas dibakar.
"Karena ketika kita tidak fasilitasi itu, mereka ngamuk. Sampai saya diledek Dinas DKI, di Tangsel itu banci. Sebab aturan jelas tapi titipan masih boleh. Kalau di DKI, ada titipan, cuma dikembalikan ke wilayah," jelasnya.
Rumor yang menyebut sekolah menyediakan sekira 1-2 ruang khusus siswa titipan pun diakuinya benar. Hal ini berlaku, untuk tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA Negeri. ( )
"Misal dalam 1 tahun mata pelajaran ada 10 kelas, ketika ada hasil seleksi itu yang lolos cuma ada 8 angkatan, 2 kelas itu jadi rebutan. Nanti kita sampaikan ke Komisi 2. Satu dewan bisa mendapat 10 kursi," ungkapnya.
Menurutnya, praktik percaloan dalam dunia pendidikan di Tangsel sulit dihapus. Sebab, hal ini sudah mendarah daging dan semuanya terlibat, bahkan oknum TNI/Polri.
"Lurah Saidun saja bisa. Ada juga titipannya yang lolos. Kepala dinas itu sifatnya menampung titipan-titipan itu. Siswa titipan itu langsung ke dinas, bukan ke sekolah. Tetapi ada juga yang ke sekolah," jelasnya.
Pihak dinas, menurutnya berada dalam posisi yang sulit. Mereka juga tidak menerima imbalan uang dalam setiap titipan pejabat itu. Tambah lagi, praktik itu dilakukan senyap.
"Jadi pernah dinas dan sekolah berbenturan karena sekolah juga sudah menerima lebih dahulu. Kalau lurah camat biasanya langsung ke sekolah, ormas ke dinas juga, dewan juga. Kalau biayanya tidak ada, titip saja," katanya.
Tidak hanya masyarakat, pihak sekolah juga kadang muak dengan praktik titipan ini. Namun, mereka sama-sama tidak berdaya. Kekuasaan dan massa memiliki kewenangan.
"Jadi polanya itu, dia ikut dulu PPDB. Kalau gagal, baru bawa bukti pendaftaran. Tetap jalur itunya dijalankan. Kalau sekarang kuotanya lebih banyak zonasi, cuma kalau untuk titipan itu bisa di kuota itu," ungkapnya.
Menurutnya, apa yang membuat praktik ini tetap berjalan bukan karena sistem yang ada buruk. Sebaliknya, kalau menggunakan sistem yang ada, justru terasa sangat sulit. Tetapi permainan ini ada di atas sistem itu.
"Kenapa sampai sekarang masih banyak titipan, karena masyarakat menganggap sekolah negeri itu favorit. Padahal enggak begitu. Harusnya di balik, sekolah negeri itu untuk sekolah orang miskin saja," sambungnya.
Namun, masyarakat juga banyak yang nakal dan tetap memaksakan diri agar anaknya masuk ke sekolah negeri favorit. Mereka bahkan rela mengeluarkan uang cukup besar. ( )
"Kan kadang-kadang nakalnya itu begini. Dulu ada SKTM, orang-orang yang pada punya mobil buat SKTM agar anaknya masuk jalur tidak mampu. Ada juga yang ngakalain begitu. Makanya imagenya diubah," jelasnya.
Praktik culas ini, bukan tidak diketahui oleh kepala daerah. Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany pun mengetahui hal ini. Dirinya sempat marah, saat tahu banyak siswa titipan itu. Namun, dirinya juga tidak berdaya.
"Tapi karena sudah ramai, dan ormas sudah ramai mau bakar-bakar, ya kita gak bisa ngapa-ngapain juga dan semua diakomodir juga akhirnya. Untuk SMP siswa titipan bisa 800 orang, dan SMA 600 siswa," ungkapnya.
Jika dalam 1 angkatan atau 1 kelas ada 40 anak, 1 sekolah 400 siswa, kalau 22 sekolah ada 8.000 siswa. Maka 10 persen nya siswa titipan, 800 orang. Sekarang jumlah SMP bertambah, kuotanya bisa sampai 1.000 siswa titipan.
"Untuk SMA ada 12 sekolah, SMK ada 3. Sekarang SMK ada penambahan dari 2 jadi 5. SMA kalau 400 x 12 ada 4.800 dan SMK 2, 1.200 total ada 6.000 siswa. Siswa titipan ada sekira 600 siswa untuk SMA/SMK," tukasnya.
Terbongkarnya aksi Saidun, membuka rumor yang selama ini diperbincangkan, siswa titipan. Seperti diketahui, praktik percaloan di dalam dunia pendidikan saat ini, bukan perkara mudah dilacak. Apalagi dibuktikan.
Namun, peristiwa Saidun bisa menyingkap semuanya. Yang mencegangkan, praktik percaloan ini juga banyak dilakukan pejabat lain. Semakin tinggi jabatannya, maka semakin besar juga kuota titipan siswanya.
Salah seorang sumber SINDOnews di Dinas Pendidikan Kota Tangsel mengatakan, tidak hanya oknum pejabat lurah dan camat. Oknum anggota dewan, ormas/LSM, hingga wartawan juga banyak yang menjadi calo.
Setiap berlangsung Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) , hampir sekira 1.600 lebih bangku kosong yang disiapkan untuk praktik busuk seperti ini. Alhasil, masyarakat yang dirugikan dan cukong-cukong diuntungkan.
"Itu mah bukan rahasia umum. Dewan, ormas sampai teman-teman media juga sama saja. Kalau dulu begitu, karena kan dulu belum mekanisme online kayak sekarang," kata BCL kepada SINDOnews, Senin (26/7/2020).
Proses siswa titipan pun tidak sulit. Apalagi untuk pejabat yang kuotanya tak terbatas. Mereka tinggal atau cukup membuat surat, bisa juga lewat pesan singkat dan telpon ke dinas terkait dan titip ke sekolah yang dituju.
"Kalau dulu bahasanya dititip. Misalkan dari ini, untuk wilayah dia berapa persen, karena belum online jadi gampang saja. Kalau sekarang kan harusnya enggak bisa," paparnya. ( )
Tidak jarang, jika titipan ditolak oleh dinas dan pihak sekolah, penitip akan mengamuk. Mereka tidak segan melakukan aksi premanisme kepada sekolah. Pernah terjadi, sekolah digembok, bangku kelas dibakar.
"Karena ketika kita tidak fasilitasi itu, mereka ngamuk. Sampai saya diledek Dinas DKI, di Tangsel itu banci. Sebab aturan jelas tapi titipan masih boleh. Kalau di DKI, ada titipan, cuma dikembalikan ke wilayah," jelasnya.
Rumor yang menyebut sekolah menyediakan sekira 1-2 ruang khusus siswa titipan pun diakuinya benar. Hal ini berlaku, untuk tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA Negeri. ( )
"Misal dalam 1 tahun mata pelajaran ada 10 kelas, ketika ada hasil seleksi itu yang lolos cuma ada 8 angkatan, 2 kelas itu jadi rebutan. Nanti kita sampaikan ke Komisi 2. Satu dewan bisa mendapat 10 kursi," ungkapnya.
Menurutnya, praktik percaloan dalam dunia pendidikan di Tangsel sulit dihapus. Sebab, hal ini sudah mendarah daging dan semuanya terlibat, bahkan oknum TNI/Polri.
"Lurah Saidun saja bisa. Ada juga titipannya yang lolos. Kepala dinas itu sifatnya menampung titipan-titipan itu. Siswa titipan itu langsung ke dinas, bukan ke sekolah. Tetapi ada juga yang ke sekolah," jelasnya.
Pihak dinas, menurutnya berada dalam posisi yang sulit. Mereka juga tidak menerima imbalan uang dalam setiap titipan pejabat itu. Tambah lagi, praktik itu dilakukan senyap.
"Jadi pernah dinas dan sekolah berbenturan karena sekolah juga sudah menerima lebih dahulu. Kalau lurah camat biasanya langsung ke sekolah, ormas ke dinas juga, dewan juga. Kalau biayanya tidak ada, titip saja," katanya.
Tidak hanya masyarakat, pihak sekolah juga kadang muak dengan praktik titipan ini. Namun, mereka sama-sama tidak berdaya. Kekuasaan dan massa memiliki kewenangan.
"Jadi polanya itu, dia ikut dulu PPDB. Kalau gagal, baru bawa bukti pendaftaran. Tetap jalur itunya dijalankan. Kalau sekarang kuotanya lebih banyak zonasi, cuma kalau untuk titipan itu bisa di kuota itu," ungkapnya.
Menurutnya, apa yang membuat praktik ini tetap berjalan bukan karena sistem yang ada buruk. Sebaliknya, kalau menggunakan sistem yang ada, justru terasa sangat sulit. Tetapi permainan ini ada di atas sistem itu.
"Kenapa sampai sekarang masih banyak titipan, karena masyarakat menganggap sekolah negeri itu favorit. Padahal enggak begitu. Harusnya di balik, sekolah negeri itu untuk sekolah orang miskin saja," sambungnya.
Namun, masyarakat juga banyak yang nakal dan tetap memaksakan diri agar anaknya masuk ke sekolah negeri favorit. Mereka bahkan rela mengeluarkan uang cukup besar. ( )
"Kan kadang-kadang nakalnya itu begini. Dulu ada SKTM, orang-orang yang pada punya mobil buat SKTM agar anaknya masuk jalur tidak mampu. Ada juga yang ngakalain begitu. Makanya imagenya diubah," jelasnya.
Praktik culas ini, bukan tidak diketahui oleh kepala daerah. Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany pun mengetahui hal ini. Dirinya sempat marah, saat tahu banyak siswa titipan itu. Namun, dirinya juga tidak berdaya.
"Tapi karena sudah ramai, dan ormas sudah ramai mau bakar-bakar, ya kita gak bisa ngapa-ngapain juga dan semua diakomodir juga akhirnya. Untuk SMP siswa titipan bisa 800 orang, dan SMA 600 siswa," ungkapnya.
Jika dalam 1 angkatan atau 1 kelas ada 40 anak, 1 sekolah 400 siswa, kalau 22 sekolah ada 8.000 siswa. Maka 10 persen nya siswa titipan, 800 orang. Sekarang jumlah SMP bertambah, kuotanya bisa sampai 1.000 siswa titipan.
"Untuk SMA ada 12 sekolah, SMK ada 3. Sekarang SMK ada penambahan dari 2 jadi 5. SMA kalau 400 x 12 ada 4.800 dan SMK 2, 1.200 total ada 6.000 siswa. Siswa titipan ada sekira 600 siswa untuk SMA/SMK," tukasnya.
(mhd)