Kuota Siswa Titipan di Tangsel 1.600 Setahun
loading...
A
A
A
Rumor yang menyebut sekolah menyediakan sekira 1-2 ruang khusus siswa titipan pun diakuinya benar. Hal ini berlaku, untuk tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA Negeri. (
)
"Misal dalam 1 tahun mata pelajaran ada 10 kelas, ketika ada hasil seleksi itu yang lolos cuma ada 8 angkatan, 2 kelas itu jadi rebutan. Nanti kita sampaikan ke Komisi 2. Satu dewan bisa mendapat 10 kursi," ungkapnya.
Menurutnya, praktik percaloan dalam dunia pendidikan di Tangsel sulit dihapus. Sebab, hal ini sudah mendarah daging dan semuanya terlibat, bahkan oknum TNI/Polri.
"Lurah Saidun saja bisa. Ada juga titipannya yang lolos. Kepala dinas itu sifatnya menampung titipan-titipan itu. Siswa titipan itu langsung ke dinas, bukan ke sekolah. Tetapi ada juga yang ke sekolah," jelasnya.
Pihak dinas, menurutnya berada dalam posisi yang sulit. Mereka juga tidak menerima imbalan uang dalam setiap titipan pejabat itu. Tambah lagi, praktik itu dilakukan senyap.
"Jadi pernah dinas dan sekolah berbenturan karena sekolah juga sudah menerima lebih dahulu. Kalau lurah camat biasanya langsung ke sekolah, ormas ke dinas juga, dewan juga. Kalau biayanya tidak ada, titip saja," katanya.
Tidak hanya masyarakat, pihak sekolah juga kadang muak dengan praktik titipan ini. Namun, mereka sama-sama tidak berdaya. Kekuasaan dan massa memiliki kewenangan.
"Jadi polanya itu, dia ikut dulu PPDB. Kalau gagal, baru bawa bukti pendaftaran. Tetap jalur itunya dijalankan. Kalau sekarang kuotanya lebih banyak zonasi, cuma kalau untuk titipan itu bisa di kuota itu," ungkapnya.
Menurutnya, apa yang membuat praktik ini tetap berjalan bukan karena sistem yang ada buruk. Sebaliknya, kalau menggunakan sistem yang ada, justru terasa sangat sulit. Tetapi permainan ini ada di atas sistem itu.
"Kenapa sampai sekarang masih banyak titipan, karena masyarakat menganggap sekolah negeri itu favorit. Padahal enggak begitu. Harusnya di balik, sekolah negeri itu untuk sekolah orang miskin saja," sambungnya.
"Misal dalam 1 tahun mata pelajaran ada 10 kelas, ketika ada hasil seleksi itu yang lolos cuma ada 8 angkatan, 2 kelas itu jadi rebutan. Nanti kita sampaikan ke Komisi 2. Satu dewan bisa mendapat 10 kursi," ungkapnya.
Menurutnya, praktik percaloan dalam dunia pendidikan di Tangsel sulit dihapus. Sebab, hal ini sudah mendarah daging dan semuanya terlibat, bahkan oknum TNI/Polri.
"Lurah Saidun saja bisa. Ada juga titipannya yang lolos. Kepala dinas itu sifatnya menampung titipan-titipan itu. Siswa titipan itu langsung ke dinas, bukan ke sekolah. Tetapi ada juga yang ke sekolah," jelasnya.
Pihak dinas, menurutnya berada dalam posisi yang sulit. Mereka juga tidak menerima imbalan uang dalam setiap titipan pejabat itu. Tambah lagi, praktik itu dilakukan senyap.
"Jadi pernah dinas dan sekolah berbenturan karena sekolah juga sudah menerima lebih dahulu. Kalau lurah camat biasanya langsung ke sekolah, ormas ke dinas juga, dewan juga. Kalau biayanya tidak ada, titip saja," katanya.
Tidak hanya masyarakat, pihak sekolah juga kadang muak dengan praktik titipan ini. Namun, mereka sama-sama tidak berdaya. Kekuasaan dan massa memiliki kewenangan.
"Jadi polanya itu, dia ikut dulu PPDB. Kalau gagal, baru bawa bukti pendaftaran. Tetap jalur itunya dijalankan. Kalau sekarang kuotanya lebih banyak zonasi, cuma kalau untuk titipan itu bisa di kuota itu," ungkapnya.
Menurutnya, apa yang membuat praktik ini tetap berjalan bukan karena sistem yang ada buruk. Sebaliknya, kalau menggunakan sistem yang ada, justru terasa sangat sulit. Tetapi permainan ini ada di atas sistem itu.
"Kenapa sampai sekarang masih banyak titipan, karena masyarakat menganggap sekolah negeri itu favorit. Padahal enggak begitu. Harusnya di balik, sekolah negeri itu untuk sekolah orang miskin saja," sambungnya.