Kisah Haji Rais, Bandit Licin Berbahaya yang Merampok Permata di Sekitar Crazy Rich Belanda

Rabu, 05 Juli 2023 - 10:11 WIB
loading...
Kisah Haji Rais, Bandit Licin Berbahaya yang Merampok Permata di Sekitar Crazy Rich Belanda
Bandit-bandit ulung menjadi buronan nomor wahid bagi dinas kepolisian kolonial, salah satunya Haji Rais. Foto: Ilustrasi/metrum.co.id
A A A
JAKARTA - Tahun 1923, Haji Rais merampok toko jual beli permata di Weltevreden pinggiran kota Batavia yang menjadi pusat pemukiman pejabat dan crazy rich-nya Belanda. Perusahaan bernama Steuerwald mengalami kerugian sekitar 40 ribu-50 ribu gulden, angka yang sangat fantastis pada saat itu.

Siapakah Haji Rais yang berani merampok permata? Dikutip dari Facebook Serpihan Catatan Ayuhanafiq, Haji Rais adalah preman Batavia asal Ciruwas, Banten. Aksi dia beberapa kali melanggar hukum hingga terpaksa berurusan polisi kolonial.

Perampokan yang menggemparkan bukan hanya mengambil semua permata melainkan pemilik toko juga menjadi korbannya. Sejak itu, Haji Rais menjadi buronan nomor wahid bagi dinas kepolisian kolonial.



Beberapa hari setelah kejadian, bandit ulung tersebut ditangkap di Tanjung Priok ketika sedang naik kapal. Saat ditangkap tidak ditemukan permata hasil rampokannya. Ketika diinterogasi Haji Rais tidak mau menunjukkan di mana hasil kejahatannya disembunyikan.

Sebelum sidang perkara digelar, Haji Rais ditahan di penjara Tjipinang. Namun, jeruji besi ditaklukkannya dan penjahat licin itu pun menghilang tanpa meninggalkan jejak.

Dari hasil penyelidikan diketahui Haji Rais kabur melalui lubang udara berjeruji besi. Jeruji itu dibengkokkannya selebar 20 cm. Melalui lubang itulah dia keluar lalu melompati tembok tinggi yang memisahkan penjara dengan dunia luar.

Anehnya, tidak ditemui jejak kaki di dinding. Seorang tahanan bernama Rago asal Pasar Rebo ikut hilang bersamanya. Ada indikasi Haji Rais dibantu “orang dalam” saat melarikan diri.

Setelah itu, Haji Rais kembali beraksi dengan membobol toko di Pasar Rebo. Ditaksir kerugian menjapai 7 ribu gulden.

Pada tahun 1928, Veld Politie atau Polisi Lapangan Mojokerto bergerak ke Kampung Gobah dekat Pabrik Gula Gempolkrep Onder-Distrik Gedeg Mojokerto. Informasinya sedang bersembunyi buronan licin pelarian dari penjara Tjipinang Batavia.

Buronan yang diketahui Haji Rais telah bertahun-tahun diburu aparat kepolisian Hindia Belanda. Dalam sebuah penyergapan, Haji Rais berhasil ditangkap setelah berusaha melawan. Pukulan tongkat dari seorang polisi mengenai kepalanya.

Dia juga terluka oleh tembakan di lengannya. Dalam kondisi tidak berdaya, Haji Rais dibawa ke Kota Mojokerto kemudian dikirim ke Batavia.

Dan penjara baginya bukan apa-apa karena dia sekali lagi dapat melarikan diri. Kali ini pelariannya jauh ke Malaysia.

Kisah Haji Rais yang berkali-kali lolos dari penjara kembali terjadi setelah Indonesia merdeka. Ada namanya Koesni Kasdut, bandit berbahaya yang merampok Museum Nasional Jakarta dan juga pernah bersembunyi di Mojokerto.

Peristiwa perampokan saat itu menjadi headline dalam Bataviaasch Nieuwsblad mengenai serangan perampok di wilayah Batavia pada permulaan 1919 hingga akhir 1920 dengan hasil rampasannya.

Pada 24 Januari 1919 di Tanah Pabayuran hasil rampasannya sebanyak f 6.000–7.000 (uang tunai), f 6.000–7.000 (barang). Tanggal 28 April 1919 di Meester Cornelis rampasannya f 8.000. Menyusul setahun kemudian 19 April 1920 di Gabus, Bekasi, hasil jarahannya f 500, f 700 (barang).

Kemudian, 8 Juli 1920 di Paal Merah menggasak f 4.000, emas, dan perhiasan. Ada lagi pada 16 September 1920 di Jembatan menggondol f 900 (barang).

Pada 13 November 1920 di Gang Baru terjadi perampokan f 1.300. Disusul pada 16 November 1920 di Gedung Panjang merampok f 1.000. Lalu, tanggal 13 Desember 1920 di Kali Pasir meraup f 1.850.

Dikutip dari buku Margreet van Till, Batavia Kala Malam; Polisi, Bandit, dan Senjata Api, penerbit Masup Jakarta, meski serangan rampok yang mereka paparkan lebih sedikit frekuensinya di Belanda ketimbang di Hindia Belanda, hasil rampokan di Belanda juga sangat tinggi, katakan saja bisa ratusan bahkan ribuan gulden.

Jadi, para perampok abad ke-18 dan ke-19 itu terkadang malah kaya. Namun, mereka cenderung menukar uangnya dalam bentuk barang mewah yang tahan lama.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1705 seconds (0.1#10.140)