Preman Berkedok Tukang Parkir Marak, DPRD Sentil Pemprov Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Karyatin Subiantoro menyentil pemerintah provinsi (pemprov) setempat terkait maraknya juru parkir liar atau preman berkedok tukang parkir di ruang terbuka hijau (RTH). Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta Dinas Perhubungan (Dishub) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) lebih progresif.
Diketahui, viral video yang memperlihatkan aksi juru parkir (jukir) liar di kawasan Monas, Jakarta Pusat dan Masjid Istiqlal yang mematok harga sampai Rp300 ribu untuk sebuah bus wisata yang ingin parkir di kawasan tersebut.
Karyatin mengatakan, harus ada tindakan dari Pemprov Jakarta untuk melakukan penertiban terhadap juru parkir liar yang menggetok dengan harga di luar kewajaran.
"Ada pembahasan yang ranahnya eksekutif untuk melakukan penertiban itu baik dari Dishub maupun Satpol PP. Mudah-mudahan nanti eksekutif ini bisa lebih progresif dalam melakukan penertiban-penertiban karena dasarnya Peraturan Daerah (Perda)," ujar Karyatin di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
Terkait parkir liar yang muncul kembali meski sudah ditertibkan, Karyatin melihat harus ada kebijakan yang lebih komprehensif tidak sekadar menertibkan.
"Saya kira perlu ada kebijakan eksekutif yang lebih humanis. Secara manusiawi harus ada perimbangan parkir-parkir yang ada harus berdasarkan Perda yang terakomodir. Kira-kira mereka harus ada kanalisasi kalau tidak bisa mengelola parkir-parkir seperti itu," kata dia.
Ia melihat pemda jangan hanya menerapkan sanksi bagi mereka yang melanggar Perda Perparkiran, tapi juga harus ada kanalisasi agar mereka dapat tetap beraktivitas untuk mencari nafkah tanpa melanggar.
"Banyak tempat yang dapat dikelola untuk hal tersebut. Payung hukumnya Perda Perparkiran. Ada sarana-sarana yang memang secara konstitusional dibolehkan," ungkapnya.
Adapun terkait juru parkir liar yang getok tarif, Karyatin melihat harus ada kesepakatan bersama antara pemprov. "Kalau mereka terpaksa harus ada operasional untuk membiayai parkir walaupun tidak formal selama masih dalam batas kewajaran saya kira masyarakat masih dapat menerima,” tuturnya.
“Tapi kalau tarif parkir berlebihan seperti itu sudah masuk premanisme, sehingga merugikan masyarakat. Ini ranah eksekutif untuk melakukan penertiban terutama Satpol PP dan Dishub," pungkasnya.
Diketahui, viral video yang memperlihatkan aksi juru parkir (jukir) liar di kawasan Monas, Jakarta Pusat dan Masjid Istiqlal yang mematok harga sampai Rp300 ribu untuk sebuah bus wisata yang ingin parkir di kawasan tersebut.
Karyatin mengatakan, harus ada tindakan dari Pemprov Jakarta untuk melakukan penertiban terhadap juru parkir liar yang menggetok dengan harga di luar kewajaran.
"Ada pembahasan yang ranahnya eksekutif untuk melakukan penertiban itu baik dari Dishub maupun Satpol PP. Mudah-mudahan nanti eksekutif ini bisa lebih progresif dalam melakukan penertiban-penertiban karena dasarnya Peraturan Daerah (Perda)," ujar Karyatin di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
Terkait parkir liar yang muncul kembali meski sudah ditertibkan, Karyatin melihat harus ada kebijakan yang lebih komprehensif tidak sekadar menertibkan.
"Saya kira perlu ada kebijakan eksekutif yang lebih humanis. Secara manusiawi harus ada perimbangan parkir-parkir yang ada harus berdasarkan Perda yang terakomodir. Kira-kira mereka harus ada kanalisasi kalau tidak bisa mengelola parkir-parkir seperti itu," kata dia.
Ia melihat pemda jangan hanya menerapkan sanksi bagi mereka yang melanggar Perda Perparkiran, tapi juga harus ada kanalisasi agar mereka dapat tetap beraktivitas untuk mencari nafkah tanpa melanggar.
"Banyak tempat yang dapat dikelola untuk hal tersebut. Payung hukumnya Perda Perparkiran. Ada sarana-sarana yang memang secara konstitusional dibolehkan," ungkapnya.
Adapun terkait juru parkir liar yang getok tarif, Karyatin melihat harus ada kesepakatan bersama antara pemprov. "Kalau mereka terpaksa harus ada operasional untuk membiayai parkir walaupun tidak formal selama masih dalam batas kewajaran saya kira masyarakat masih dapat menerima,” tuturnya.
“Tapi kalau tarif parkir berlebihan seperti itu sudah masuk premanisme, sehingga merugikan masyarakat. Ini ranah eksekutif untuk melakukan penertiban terutama Satpol PP dan Dishub," pungkasnya.
(rca)