2 Hakim yang Sidangkan Perkara AG Mantan Kekasih Mario Dandy Dilaporkan ke Komisi Yudisial
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dua hakim tunggal yang menyidangkan perkara AG (15) mantan kekasih Mario Dandy Satriyo dalam kasus penganiayaan terhadap D dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Kedua hakim diduga melakukan pelanggaran kode etik dalam mengadili kasus perempuan di bawah umur tersebut.
Dua hakim yang dilaporkan Koalisi Anti-Kekerasan Berbasis Gender terhadap Anak Perempuan (Koalisi AG-AP) yakni, Sri Wahyuni Batubara dari PN Jakarta Selatan dan Budi Hapsari dari PT DKI Jakarta.
Peneliti dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Aisyah Assyifa mengatakan, Sri Wahyuni Batubara dinilai tidak melakukan pemeriksaan secara berimbang. Di mana, Sri Wahyuni menolak memutarkan video CCTV di ruang sidang saat mengadili AG.
"Video CCTV tersebut memuat bukti yang berlainan dengan klaim terkait fakta oleh Hakim dalam putusan," kata Aisyah pada Kamis (25/5/2023).
Tak itu saja, Sri Wahyuni juga dinilai tidak memutus perkara berdasarkan fakta di persidangan. "Hakim memilih dan berperilaku sudah berposisi melihat terdakwa bersalah dengan pemilihan fakta," ujarnya.
Kemudian, Sri Wahyuni juga tidak melakukan pemeriksaan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum Terkait Latar Belakang Seksual Anak.
Sri Wahyuni dinilai tidak mempertimbangkan fakta yang menunjukkan bahwa anak berhubungan seksual dengan orang dewasa sebanyak lima kali.
"Bahwa riwayat hubungan seksual yang harusnya merupakan perbuatan pidana malah digunakan hakim untuk menyatakan anak tidak memiliki trauma tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujarnya.
Aisyah menuturkan, Sri Wahyuni dinilai tidak memperhatikan laporan penelitian kemasyarakatan yang merupakan hal wajib dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
"Bahwa putusan hakim kami duga berdasarkan pada keinginan untuk menghukum anak, tidak untuk kepentingan terbaik anak sebagaimana diatur dalam UU SPPA," tuturnya.
Dua hakim yang dilaporkan Koalisi Anti-Kekerasan Berbasis Gender terhadap Anak Perempuan (Koalisi AG-AP) yakni, Sri Wahyuni Batubara dari PN Jakarta Selatan dan Budi Hapsari dari PT DKI Jakarta.
Peneliti dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Aisyah Assyifa mengatakan, Sri Wahyuni Batubara dinilai tidak melakukan pemeriksaan secara berimbang. Di mana, Sri Wahyuni menolak memutarkan video CCTV di ruang sidang saat mengadili AG.
"Video CCTV tersebut memuat bukti yang berlainan dengan klaim terkait fakta oleh Hakim dalam putusan," kata Aisyah pada Kamis (25/5/2023).
Tak itu saja, Sri Wahyuni juga dinilai tidak memutus perkara berdasarkan fakta di persidangan. "Hakim memilih dan berperilaku sudah berposisi melihat terdakwa bersalah dengan pemilihan fakta," ujarnya.
Kemudian, Sri Wahyuni juga tidak melakukan pemeriksaan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum Terkait Latar Belakang Seksual Anak.
Sri Wahyuni dinilai tidak mempertimbangkan fakta yang menunjukkan bahwa anak berhubungan seksual dengan orang dewasa sebanyak lima kali.
"Bahwa riwayat hubungan seksual yang harusnya merupakan perbuatan pidana malah digunakan hakim untuk menyatakan anak tidak memiliki trauma tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujarnya.
Aisyah menuturkan, Sri Wahyuni dinilai tidak memperhatikan laporan penelitian kemasyarakatan yang merupakan hal wajib dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
"Bahwa putusan hakim kami duga berdasarkan pada keinginan untuk menghukum anak, tidak untuk kepentingan terbaik anak sebagaimana diatur dalam UU SPPA," tuturnya.