Prihatin Kekerasan terhadap ART di Simprug, Tatyana Dorong UU PPRT Segera Disahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus kekerasan terhadap perempuan seperti yang dialami seorang asisten rumah tangga (ART) di salah satu apartemen kawasan Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mendapat keprihatinan dari Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Tatyana Sentani Sutara.
Untuk itu, ia mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan menjadi UU. Menurut dia, UU PPRT sudah waktunya disahkan sebagai upaya menghilangkan budaya feodal dan kolonial.
"Ini merupakan tantangan bagi kita di era modern untuk melakukan perubahan prilaku dan cara memperlakukan ART sebagai pekerja dengan lebih manusiawi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/2/2023).
Diketahui, ART asal Pemalang bernama Siti Khotimah (23) itu disiksa secara kecam di sebuah apartemen kawasan Simprug. Korban dianiaya karena menggunakan celana dalam milik majikan. Selain dirantai dan dikurung di kandang anjing, Siti juga disuruh memakan kotoran anjing oleh majikannya.
Meski pelakunya sudah mendekam di penjara, namun pilu yaang dirasakan Siti masih terus membekas. Pada konferensi pers yang diselenggarakan koalisi sipil untuk perlindungan PRT, suara Siti terdengar parau. Begitupun ketika dia ditanya perihal tanggapannya terkait RUU PPRT.
Berdasarkan data Jaringan Nasional Advokasi Rumah Tangga (Jala PRT), dalam sehari 2-3 PRT mengaku mengalami kekerasan. Karena itu, pengesahan RUU PPRT dianggap perlu disegerakan.
Tatyana yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum DPP Partai Demokrat menilai UU PPRT bukan hanya bicara tentang perlindungan ART, tapi tentang Indonesia yang berkeadilan sosial sesuai dengan Sila ke 4 dari Pancasila.
"Harus disadari besarnya peran ART dalam sebuah keluarga. Tidak hanya membantu pekerjaan rumah tangga tetapi juga memberi kesempatan bagi para ibu yang harus berperan ganda mensejahterakan keluarganya," kata politisi perempuan yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI di daerah pemilihan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri, ini.
Di sisi lain, kata dia, ke depan ART juga harus membekali diri dengan pengetahuan yang bisa meningkatkan kualitas SDM-nya, sehingga diharapkan juga bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Misalnya dengan membuka usaha sesuai dengan keahliannya, seperti kuliner, jasa kebersihan, dan lainnya.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Haiyani Rumondang sebelumnya juga mendorong agar UU PPRT ini segera disahkan. Sebab UU ini mengatur banyak hal baik. Bukan hanya untuk ART, melainkan juga untuk generasi ke depan. Oleh karena itu, RUU PPRT harus segera masuk prolegnas di tahun 2023 ini. Sebab permasalahan ART saat ini adalah problem kelembagaan.
Saat ini, banyak yang mengatasnamakan Lembaga Perekrutan ART. Namun hanya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) atau bahkan tidak memiliki NIB. Padahal berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2021, dimana Lembaga Penempatan PRT wajib memiliki NIB dan sertifikat standar terverifikasi yang diajukan melalui aplikasi OSS dan Permenaker.
Untuk itu, ia mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan menjadi UU. Menurut dia, UU PPRT sudah waktunya disahkan sebagai upaya menghilangkan budaya feodal dan kolonial.
"Ini merupakan tantangan bagi kita di era modern untuk melakukan perubahan prilaku dan cara memperlakukan ART sebagai pekerja dengan lebih manusiawi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/2/2023).
Diketahui, ART asal Pemalang bernama Siti Khotimah (23) itu disiksa secara kecam di sebuah apartemen kawasan Simprug. Korban dianiaya karena menggunakan celana dalam milik majikan. Selain dirantai dan dikurung di kandang anjing, Siti juga disuruh memakan kotoran anjing oleh majikannya.
Baca Juga
Meski pelakunya sudah mendekam di penjara, namun pilu yaang dirasakan Siti masih terus membekas. Pada konferensi pers yang diselenggarakan koalisi sipil untuk perlindungan PRT, suara Siti terdengar parau. Begitupun ketika dia ditanya perihal tanggapannya terkait RUU PPRT.
Berdasarkan data Jaringan Nasional Advokasi Rumah Tangga (Jala PRT), dalam sehari 2-3 PRT mengaku mengalami kekerasan. Karena itu, pengesahan RUU PPRT dianggap perlu disegerakan.
Tatyana yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum DPP Partai Demokrat menilai UU PPRT bukan hanya bicara tentang perlindungan ART, tapi tentang Indonesia yang berkeadilan sosial sesuai dengan Sila ke 4 dari Pancasila.
"Harus disadari besarnya peran ART dalam sebuah keluarga. Tidak hanya membantu pekerjaan rumah tangga tetapi juga memberi kesempatan bagi para ibu yang harus berperan ganda mensejahterakan keluarganya," kata politisi perempuan yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI di daerah pemilihan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri, ini.
Di sisi lain, kata dia, ke depan ART juga harus membekali diri dengan pengetahuan yang bisa meningkatkan kualitas SDM-nya, sehingga diharapkan juga bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Misalnya dengan membuka usaha sesuai dengan keahliannya, seperti kuliner, jasa kebersihan, dan lainnya.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Haiyani Rumondang sebelumnya juga mendorong agar UU PPRT ini segera disahkan. Sebab UU ini mengatur banyak hal baik. Bukan hanya untuk ART, melainkan juga untuk generasi ke depan. Oleh karena itu, RUU PPRT harus segera masuk prolegnas di tahun 2023 ini. Sebab permasalahan ART saat ini adalah problem kelembagaan.
Saat ini, banyak yang mengatasnamakan Lembaga Perekrutan ART. Namun hanya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) atau bahkan tidak memiliki NIB. Padahal berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2021, dimana Lembaga Penempatan PRT wajib memiliki NIB dan sertifikat standar terverifikasi yang diajukan melalui aplikasi OSS dan Permenaker.
(thm)