Profil Arsitek Tugu Monas Prof RM Soedarsono, Seniman Koreografi yang Tidak Pernah Sekolah Arsitektur

Senin, 23 Mei 2022 - 08:39 WIB


Soedarsono mengambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya, yaitu angka 17, 8, dan 45 sebagai angka keramat Hari Proklamasi.

Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang menyerupai “Alu”sebagai “Lingga” dan bentuk wadah (cawan-red) berupa ruangan menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”.

Alu dan Lumpang adalah dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di Indonesia khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni adalah simbol dari jaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi, adalah unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, merupakan keabadian dunia.

Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala.

Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.

Soedarsono sebenarnya tidak pernah mengenyam pendidikan/sekolah formal di bidang arsitektur. Bakatnya dalam dunia arsitektur muncul secara otodidak alias lewat latihan dan pengalaman. Hanya saja, saat di Bandung sebelum masa pendudukan Jepang, Soedarsono berguru kepada insinyur bangunan dan pengembangan kota bernama Thomas Nix. Saat itu Nix bertugas di kantor Balai Kota Bandung dan mengerjakan bangunan militer serta perumahan sipil.

Soedarsono merupakan seniman kelahiran Yogyakarta 1 Mei 1933 dan meninggal dunia 16 Oktober 2018. Namanya dikenal secara luas melalui karya-karyanya berupa koreografi dan buku-buku yang diterbitkan, baik di dalam maupun luar negeri. Soedarsono juga merupakan salah satu guru besar bidang Seni dan Sejarah Budaya di Fakultas Ilmu Budaya dan program Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM).

Soedarsono menyelesaikan pendidikan di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Setelah lulus dari UGM, dia mengawali kariernya di kampus almamaternya sebagai asisten pengajar asing Prof Mookerjee dan Dr DC Mulder. Kemudian diangkat sebagai Pembantu Dekan III, dan beberapa tahun kemudian Pembantu Dekan I.

Tahun 1962, bersama C Hardjosubroto ia berhasil mendirikan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI). Setelah ASTI diresmikan pada 30 November 1963, ia diangkat sebagai direkturnya. Soedarsono kemudian mengikuti pendidikan di bidang Etnomusikologi di University of Hawaii, dan tari di University of California Los Angeles/UCLA, Amerika Serikat. Setelah itu ia menyelesikan program doktornya di University of Michigan, Amerika Serikat (1982).

Dengan ketekunan, dalam waktu 6 bulan ia menyelesaikan disertasi berbahasa Inggris dengan judul Wayang Wong In The Yogyakarta Kraton History, Ritual Aspects, Literany Aspek and Choracterization.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More