Jadi Korban Mafia Tanah, Ibu Rumah Tangga Gugat Sofyan Djalil ke PN Jakarta Selatan
Kamis, 18 Februari 2021 - 13:51 WIB
Mirisnya, BPN Jakarta Selatan justru tetap menerima permohonan pengalihan sertifikat tersebut. Padahal, merujuk Pasal 1813 KUHPerdata tentang Pemberian Kuasa Berakhir, Akta Hibah gugur demi hukum karena salah satu pihak meninggal dunia.
"Pasal 1813 menyatakan kuasa berakhir kalau salah satunya, baik penerima atau pemberi kuasa meninggal dunia. Tapi, saat orang tuanya meninggal, Akta Hibah justru tetap digunakan untuk mengalihkan sertifikat dan diterima BPN," kata Amstrong.
"Ini jelas penyimpangan, karena pemberian kuasa itu otomatis gugur kalau salah satu pihak meninggal dunia," sambungnya.
Atas kelalaian yang diduga dilakukan BPN Jakarta Selatan, pihaknya juga menggugat Avi Harnowo selaku Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan, Agus Widjayanto selaku Dirjen Penanganan Masalah Agraria Kementerian ATR.
Selain itu, gugatan juga dilayangkan kepada Jaya selaku mantan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta yang kini berstatus tersangka atas kasus korupsi penerbitan sertifikat yang merugikan negara hingga Rp1,4 triliun.
"Yang kami pertanyakan mengapa Akta Hibah yang cacat administrasi secara hukum tetap dijadikan landasan untuk pengalihan sertifikat? Apakah mafia tanah begitu leluasa?" ujar Amstrong.
"Padahal sudah jelas status lahan memiliki hukum tetap berdasarkan keputusan Mahkamah Agung dengan nomor perkara 214 per tanggal 15 Juni 2017," tambahnya.
Merujuk hal tersebut, dia berharap Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dapat mengabulkan permohonan kliennya, yakni mengembalikan bagian mutlak waris (legitemie portie) atas lahan yang disengketakan antara lain dengan mengembalikan status tanah kembali menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor 1152 atas nama almarhumah Soeprati sebagai pemilik sah.
"Pasal 1813 menyatakan kuasa berakhir kalau salah satunya, baik penerima atau pemberi kuasa meninggal dunia. Tapi, saat orang tuanya meninggal, Akta Hibah justru tetap digunakan untuk mengalihkan sertifikat dan diterima BPN," kata Amstrong.
"Ini jelas penyimpangan, karena pemberian kuasa itu otomatis gugur kalau salah satu pihak meninggal dunia," sambungnya.
Atas kelalaian yang diduga dilakukan BPN Jakarta Selatan, pihaknya juga menggugat Avi Harnowo selaku Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan, Agus Widjayanto selaku Dirjen Penanganan Masalah Agraria Kementerian ATR.
Selain itu, gugatan juga dilayangkan kepada Jaya selaku mantan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta yang kini berstatus tersangka atas kasus korupsi penerbitan sertifikat yang merugikan negara hingga Rp1,4 triliun.
"Yang kami pertanyakan mengapa Akta Hibah yang cacat administrasi secara hukum tetap dijadikan landasan untuk pengalihan sertifikat? Apakah mafia tanah begitu leluasa?" ujar Amstrong.
"Padahal sudah jelas status lahan memiliki hukum tetap berdasarkan keputusan Mahkamah Agung dengan nomor perkara 214 per tanggal 15 Juni 2017," tambahnya.
Merujuk hal tersebut, dia berharap Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dapat mengabulkan permohonan kliennya, yakni mengembalikan bagian mutlak waris (legitemie portie) atas lahan yang disengketakan antara lain dengan mengembalikan status tanah kembali menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor 1152 atas nama almarhumah Soeprati sebagai pemilik sah.
(jon)
tulis komentar anda