Pemkot Jakbar Kewalahan Tertibkan PKL Liar Kota Tua
A
A
A
JAKARTA - Pemkot Jakarta Barat (Jakbar) kewalahan menertibkan pedagang kaki lima (PKL) dan parkir liar di kawasan Kota Tua. Sementara keberadaan mereka sangat mengganggu bahkan kerap membuat kemacetan lalu lintas terutama saat weekend. Sayangnya, meski upaya penertiban sudah sering dilakukan, namun para PKL dan parkir liar masih saja marak. Seolah-olah penertiban tak memberikan efek jera.
Wali Kota Jakarta Barat Rustam Efendi tak menampik masalah tersebut. Selain di kawasan Taman Fatahilla, kesemrawutan juga meluas hingga Jalan Pintu Kecil, Pasar Pagi Asemka yang berjarak 200 meter dari Kota Tua. “Penataan di Kota Tua menjadi fokus kami. Ada beberapa yang kami rancang salah satunya mensterilkan kawasan ini dari PKL dan parkir liar,” ujar Rustam kemarin.
Rustam tak membenarkan PKL berdagang di bahu jalan. Sembari mencari relokasi yang cocok untuk PKL, pihaknya berencana membuat Jalan Lada kembali steril. “Komunikasi kita jajaki semua. Prinsipnya apa pun nantinya tidak merugikan PKL maupun Kota Tua sendiri,” tegasnya. Begitu juga parkir liar. Di Kota Tua, kata Rustam, semestinya parkir liar sudah steril.
Apalagi di kawasan tersebut telah disiapkan banyak parkir. Mulai di Kalibesar Timur dan Barat hingga kawasan Jalan Cengkeh. Kemudian saat siang hari, dua lokasi milik Bank BNI dan Stasiun Jakarta Kota disiapkan untuk kendaraan roda dua. “Kalau sudah begitu, seharusnya parkir liar sudah tidak ada. Nanti saya cek, bener apa tidaknya,” ungkap Rustam.
Di bagian lain, Unit Penge lola Kawasan (UPK) Kota Tua berencana akan membeli gedung tua di kawasan Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat. Untuk membeli bangunan di kawasan cagar budaya tersebut, Pemprov DKI menganggarkan Rp49 miliar dari APBD Perubahan. Kepala UPK Kota Tua Norviadi Setio Husodo menjelaskan, ihwal pembelian bangunan itu bermula saat Pemprov DKI melalui Dinas Pariwisata berniat membeli Gedung Dasaad Musin Concern.
Namun, karena penawaran yang dilakukan begitu tinggi atau sebesar Rp80 miliar, pembelian langsung diurungkan. Pemprov DKI kemudian beralih ke alternatif gedung yang kedua yakni gedung milik PT Wassesa Line di Jalan Cengkeh. “Jadi pemilik (gedung) menawarkan Rp80 miliar. Sedangkan appraisalnya kita sekitar Rp30 miliar sekian. Jadi, tidak ada kesepakatan transaksi jual beli cagar budaya itu. Akhirnya beralih ke gedung lain,” ucap Norvi.
Menurut dia, kondisi gedung berlantai dua warna hijau itu cukup panjang, tepat di depan kali besar yang kini mangkrak. Dalam gedung terdapat sejumlah tunawisma. Mereka membangun bilik di lantai satu. “Tentunya ketika gedung itu dibeli akan mempermudah pengawasan. Gedung bakal dipelihara baik seperti 17 gedung yang dulu direhab JORTC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation),” ucapnya.
Norvi mengakui renovasi gedung tua membuat daya tarik wisata bertambah. Dalam sepekan, ribuan orang datang wisatawan lokal dan internasional berkunjung ke Kota Tua. Kota Tua kian penuh. Untuk menjaga kebersihan dan keamanan, pihaknya memberlakukan jam malam.
Wali Kota Jakarta Barat Rustam Efendi tak menampik masalah tersebut. Selain di kawasan Taman Fatahilla, kesemrawutan juga meluas hingga Jalan Pintu Kecil, Pasar Pagi Asemka yang berjarak 200 meter dari Kota Tua. “Penataan di Kota Tua menjadi fokus kami. Ada beberapa yang kami rancang salah satunya mensterilkan kawasan ini dari PKL dan parkir liar,” ujar Rustam kemarin.
Rustam tak membenarkan PKL berdagang di bahu jalan. Sembari mencari relokasi yang cocok untuk PKL, pihaknya berencana membuat Jalan Lada kembali steril. “Komunikasi kita jajaki semua. Prinsipnya apa pun nantinya tidak merugikan PKL maupun Kota Tua sendiri,” tegasnya. Begitu juga parkir liar. Di Kota Tua, kata Rustam, semestinya parkir liar sudah steril.
Apalagi di kawasan tersebut telah disiapkan banyak parkir. Mulai di Kalibesar Timur dan Barat hingga kawasan Jalan Cengkeh. Kemudian saat siang hari, dua lokasi milik Bank BNI dan Stasiun Jakarta Kota disiapkan untuk kendaraan roda dua. “Kalau sudah begitu, seharusnya parkir liar sudah tidak ada. Nanti saya cek, bener apa tidaknya,” ungkap Rustam.
Di bagian lain, Unit Penge lola Kawasan (UPK) Kota Tua berencana akan membeli gedung tua di kawasan Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat. Untuk membeli bangunan di kawasan cagar budaya tersebut, Pemprov DKI menganggarkan Rp49 miliar dari APBD Perubahan. Kepala UPK Kota Tua Norviadi Setio Husodo menjelaskan, ihwal pembelian bangunan itu bermula saat Pemprov DKI melalui Dinas Pariwisata berniat membeli Gedung Dasaad Musin Concern.
Namun, karena penawaran yang dilakukan begitu tinggi atau sebesar Rp80 miliar, pembelian langsung diurungkan. Pemprov DKI kemudian beralih ke alternatif gedung yang kedua yakni gedung milik PT Wassesa Line di Jalan Cengkeh. “Jadi pemilik (gedung) menawarkan Rp80 miliar. Sedangkan appraisalnya kita sekitar Rp30 miliar sekian. Jadi, tidak ada kesepakatan transaksi jual beli cagar budaya itu. Akhirnya beralih ke gedung lain,” ucap Norvi.
Menurut dia, kondisi gedung berlantai dua warna hijau itu cukup panjang, tepat di depan kali besar yang kini mangkrak. Dalam gedung terdapat sejumlah tunawisma. Mereka membangun bilik di lantai satu. “Tentunya ketika gedung itu dibeli akan mempermudah pengawasan. Gedung bakal dipelihara baik seperti 17 gedung yang dulu direhab JORTC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation),” ucapnya.
Norvi mengakui renovasi gedung tua membuat daya tarik wisata bertambah. Dalam sepekan, ribuan orang datang wisatawan lokal dan internasional berkunjung ke Kota Tua. Kota Tua kian penuh. Untuk menjaga kebersihan dan keamanan, pihaknya memberlakukan jam malam.
(don)