Jerat Mucikari, Hakim Diminta Jangan Textbook

Rabu, 13 Mei 2015 - 02:28 WIB
Jerat Mucikari, Hakim...
Jerat Mucikari, Hakim Diminta Jangan Textbook
A A A
DEPOK - Rendahnya jeratan hukum bagi mucikari disebabkan minimnya kemampuan hakim dan jaksa dalam menggali nilai hukum di masyarakat. Selama ini, putusan pengadilan hanya berpatokan pada aturan yang tertulis.

Hal itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (UP) Ade Saptomo. Kata dia, putusan yang dibuat hanya adil menurut textbook atau aturan hukum saja bukan menurut keadilan sosial.

"Itu yang menyebabkan putusan yang dihasilkan masih rendah. Karena hanya merujuk pada textbook," kata Ade melalui sambungan teleponnya, Selasa 12 Mei 2015.

Putusan yang diambil atas dasar textbook dan tidak menggali nilai hukum yang hidup dalam masyarakat juga yang menyebabkan pengguna dari jasa Pekerja Seks Komersial (PSK) tidak dijerat hukum. Padahal, jika merujuk pada nilai hukum yang hidup dalam masyarakat maka penggunanya juga bisa dikenakan hukuman.

"Hukum kita memang ketinggalan. Jika dalam praktik korupsi saja, siapapun yang menikmati uang hasil korupsi bisa dijerat," jelasnya. (Baca juga: Jadi Makeup Artist Rp700 Ribu, Mucikari Rp60 Juta per Bulan)

Penggalian norma hukum yang dimaksud yaitu dengan menggali informasi dari tokoh agama, atau tokoh masyarakat yang ada di sekitar. Misalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Baca juga: Mucikari dan Pelanggan Prostitusi Harus Dijerat, PSK Hanya Korban)

"Putusan yang baik dari proses peradilan adalah hasil dari sebuah sistem yang terdiri dari berbagai unsur. Putusan yang didasarkan pada textbook itu kering dari nilai hukum yang hidup dalam masyarakat," ungkapnya.

Untuk itu, agar putusan yang dihasilkan tidak kering dari nilai hukum maka dalam proses peradilan harus mengakomodasi penggalian nilai hukum masyarakat (norma). Dengan mengetahui apa pendapat tokoh agama dan masyarakat terhadap praktik prostitusi, maka pelakunya bisa dijerat dengan hukuman berat. Karena praktik dari aktifitas prostitusi ini sangat merusak generasi muda.

"Rendah karena tidak ada akomodasi nilai yang hidup dalam masyarakat. Padahal, seharusnya bisa dimaksimalkan hukumannya," tutup Ade. (Baca juga: Begini Cara Mucikari Gaet Artis Jadi PSK)
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1151 seconds (0.1#10.140)