Ngeri! Badai Petir dan Hujan Deras usai Brimob Eksekusi Tokoh Pemberontak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ada kejadian mengerikan usai Resimen Pelopor Brimob mengeksekusi Haji Maun, tokoh pemberontak DI/TII pada tahun 1961. Usai menghabisi Maun seketika itu terjadi badai petir dan hujan deras di belantara hutan Aceh.
Bahkan, anggota Brimob Agen Ngatmanu yang melakukan eksekusi turut hilang tanpa diketahui rimbanya. Tampaknya prajurit Pelopor itu mengalami disorientasi psikologis setelah mengeksekusi Maun.
Baca juga: Mantan Kapolri Menangis, Pasukan Resimen Pelopor Brimob Keheranan
Ditulis dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013, awalnya tokoh pemberontak DI/TII terkemuka Maun ditangkap kemudian akan dibunuh karena berusaha melepas kunci dan melemparkan granat nanas.
Dipilihlah eksekutor Brigadir Soeripno untuk menembak kepala Maun. Anehnya, Maun tidak mati. Kemudian, eksekusi dilakukan Ngatmanu dengan menggunakan pisau komando.
Anggota Pelopor Brimob memang selalu dibekali pistol dan granat dalam setiap operasi termasuk penyergapan tokoh pemberontak DI/TII. Namun, Maun bukan sembarang pemberontak.
Tubuhnya tak bisa ditembus peluru atau tak dapat dilukai dengan senjata api. Alhasil, untuk melumpuhkannya dengan tusukan pisau komando.
Usai kematian Maun dan raibnya Ngatmanu, sejumlah pasukan Pelopor Brimob berusaha mencari Ngatmanu di hutan Aceh. Ajaibnya, anggota Brimob itu ditemukan hidup di Kebun Raya Bogor (KRB) masih dengan seragam tempur lengkap membawa senjata dan granat nanas.
Baca juga: 3 Jenderal Polisi Pemilik Brevet Brimob, Nomor Terakhir Mantan Kapolri
Setelah ditemukan di Bogor, Ngatmanu kemudian dilucuti dan dirawat di Rumah Sakit Polri. Setelah berdinas di Pelopor, Ngatmanu pensiun dengan pangkat Inspektur Satu (Iptu) di sebuah polres di Jawa Timur.
Masih dituturkan dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, syarat utama proses penangkapan dan melumpuhkan pemberontak DI/TII dalam Gerakan Operasi Militer (GOM) VI adalah tidak menggunakan senjata api. Padahal, pasukan Pelopor dikenal sebagai penembak jitu.
Jadi, tidak ada pilihan selain memakai pisau komando. Artinya, anggota Brimob harus menggunakan keterampilan bertarung jarak dekat. Sesuatu yang jarang dilakukan apalagi musuh dalam kondisi membawa senjata dan bahan peledak.
Bahkan, anggota Brimob Agen Ngatmanu yang melakukan eksekusi turut hilang tanpa diketahui rimbanya. Tampaknya prajurit Pelopor itu mengalami disorientasi psikologis setelah mengeksekusi Maun.
Baca juga: Mantan Kapolri Menangis, Pasukan Resimen Pelopor Brimob Keheranan
Ditulis dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013, awalnya tokoh pemberontak DI/TII terkemuka Maun ditangkap kemudian akan dibunuh karena berusaha melepas kunci dan melemparkan granat nanas.
Dipilihlah eksekutor Brigadir Soeripno untuk menembak kepala Maun. Anehnya, Maun tidak mati. Kemudian, eksekusi dilakukan Ngatmanu dengan menggunakan pisau komando.
Anggota Pelopor Brimob memang selalu dibekali pistol dan granat dalam setiap operasi termasuk penyergapan tokoh pemberontak DI/TII. Namun, Maun bukan sembarang pemberontak.
Tubuhnya tak bisa ditembus peluru atau tak dapat dilukai dengan senjata api. Alhasil, untuk melumpuhkannya dengan tusukan pisau komando.
Usai kematian Maun dan raibnya Ngatmanu, sejumlah pasukan Pelopor Brimob berusaha mencari Ngatmanu di hutan Aceh. Ajaibnya, anggota Brimob itu ditemukan hidup di Kebun Raya Bogor (KRB) masih dengan seragam tempur lengkap membawa senjata dan granat nanas.
Baca juga: 3 Jenderal Polisi Pemilik Brevet Brimob, Nomor Terakhir Mantan Kapolri
Setelah ditemukan di Bogor, Ngatmanu kemudian dilucuti dan dirawat di Rumah Sakit Polri. Setelah berdinas di Pelopor, Ngatmanu pensiun dengan pangkat Inspektur Satu (Iptu) di sebuah polres di Jawa Timur.
Masih dituturkan dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, syarat utama proses penangkapan dan melumpuhkan pemberontak DI/TII dalam Gerakan Operasi Militer (GOM) VI adalah tidak menggunakan senjata api. Padahal, pasukan Pelopor dikenal sebagai penembak jitu.
Jadi, tidak ada pilihan selain memakai pisau komando. Artinya, anggota Brimob harus menggunakan keterampilan bertarung jarak dekat. Sesuatu yang jarang dilakukan apalagi musuh dalam kondisi membawa senjata dan bahan peledak.
(jon)