Menakar Premanisme
loading...
A
A
A
Iqrak Sulhin
Staf Pengajar Departemen Kriminologi FISIP UI
Premanisme adalah cerita lama di Jakarta. Seminggu terakhir ini, cerita tentang premanisme kembali marak. Tepatnya setelah kepolisian menangkap kembali John Kei dan beberapa rekannya atas dugaan aksi premanisme yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia di Green Lake City, Cipondoh, Kota Tengerang.
Narasi ‘preman’ dan ‘premanisme’ semakin familiar di telinga publik. Hal ini tidak lepas dari pemberitaan media massa yang berulang-ulang dari tahun ke tahun tentang fenomena ini. Melihat data Polda Metro Jaya (dirujuk dari release akhir tahun), dalam lima tahun terakhir 2015-2019 pemberantasan premanisme memang masuk dalam satu program prioritas.
Dalam rentang waktu tersebut, premanisme dianggap sebagai salah satu kejahatan yang selalu menonjol setiap tahunnya. Pada tahun 2019, Polda Metro Jaya menangkap dan menahan 243 orang yang diduga preman dan pelaku tindak kriminal. Sebelumnya berturut-turut dilakukan penahanan sebanyak 507 orang di 2018, 225 orang di 2017, 397 orang di 2016, dan 95 orang di 2015. (Baca: Kronologis Penyerangan oleh Kelompok John Kei di Tangerang)
Beberapa bentuk kejahatan yang selama ini diidentikkan dengan aksi premanisme adalah kekerasan. Misalnya penyerangan atau penganiayaan, pemalakan, serta pengelolaan sejumlah aktivitas yang sebenarnya tidak diperlukan seperti pengaturan parkir tidak resmi, hingga menyediakan jasa pengamanan.
Preman, Ruang, dan Motif
Dari perspektif kriminologi, terminologi preman dan premanisme dapat di lihat dalam konteks gang hingga kejahatan terorganisir. Dalam studi-studi kejahatan di perkotaan yang berkembang sejak 1920 akhir, gang adalah produk dari disorganisasi yang terjadi di wilayah perkotaan.
Hal yang membedakan gang dengan pelaku kejahatan lainnya terletak pada proses pembentukannya. Kejahatan yang dilakukan secara individual, seperti pencurian, lebih di lihat sebagai adaptasi seseorang ketika dihadapkan dengan kesulitan hidup. Semacam alternatif di dalam mencapai tujuan hidup, namun alternatif yang ilegal.
Sedangkan gang lebih merupakan wujud dari karir sebagai penjahat, sekelompok orang yang sudah menyatakan diri memiliki kejahatan sebagai jalan hidup. Pembentukan gang juga merupakan bentuk adaptasi, namun sebuah adaptasi berbentuk kelompok agar dapat lebih sukses dalam persaingan yang juga terjadi di dalam dunia kriminal. (Baca juga: Fraksi PKS Kecam keras Rencana Israel Caplok Tepi Barat)
Apakah preman yang kita kenal sama dengan fenomena gang bahkan organized crime? Ciri berkelompok dan proses terbentuknya mungkin sama. Hal yang membedakannya dalam konteks Indonesia adalah aktivitas yang dilakukannya. Ian Wilson (2018) di dalam bukunya Politik Jatah Preman, menjelaskan makna preman di Indonesia lebih berkonotasi kriminal. Namun premanisme merupakan pencerminan sebuah ambiguitas antara legalitas dan ilegalitas, yang sebelumnya menjadi ciri dari Orde Baru.
Staf Pengajar Departemen Kriminologi FISIP UI
Premanisme adalah cerita lama di Jakarta. Seminggu terakhir ini, cerita tentang premanisme kembali marak. Tepatnya setelah kepolisian menangkap kembali John Kei dan beberapa rekannya atas dugaan aksi premanisme yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia di Green Lake City, Cipondoh, Kota Tengerang.
Narasi ‘preman’ dan ‘premanisme’ semakin familiar di telinga publik. Hal ini tidak lepas dari pemberitaan media massa yang berulang-ulang dari tahun ke tahun tentang fenomena ini. Melihat data Polda Metro Jaya (dirujuk dari release akhir tahun), dalam lima tahun terakhir 2015-2019 pemberantasan premanisme memang masuk dalam satu program prioritas.
Dalam rentang waktu tersebut, premanisme dianggap sebagai salah satu kejahatan yang selalu menonjol setiap tahunnya. Pada tahun 2019, Polda Metro Jaya menangkap dan menahan 243 orang yang diduga preman dan pelaku tindak kriminal. Sebelumnya berturut-turut dilakukan penahanan sebanyak 507 orang di 2018, 225 orang di 2017, 397 orang di 2016, dan 95 orang di 2015. (Baca: Kronologis Penyerangan oleh Kelompok John Kei di Tangerang)
Beberapa bentuk kejahatan yang selama ini diidentikkan dengan aksi premanisme adalah kekerasan. Misalnya penyerangan atau penganiayaan, pemalakan, serta pengelolaan sejumlah aktivitas yang sebenarnya tidak diperlukan seperti pengaturan parkir tidak resmi, hingga menyediakan jasa pengamanan.
Preman, Ruang, dan Motif
Dari perspektif kriminologi, terminologi preman dan premanisme dapat di lihat dalam konteks gang hingga kejahatan terorganisir. Dalam studi-studi kejahatan di perkotaan yang berkembang sejak 1920 akhir, gang adalah produk dari disorganisasi yang terjadi di wilayah perkotaan.
Hal yang membedakan gang dengan pelaku kejahatan lainnya terletak pada proses pembentukannya. Kejahatan yang dilakukan secara individual, seperti pencurian, lebih di lihat sebagai adaptasi seseorang ketika dihadapkan dengan kesulitan hidup. Semacam alternatif di dalam mencapai tujuan hidup, namun alternatif yang ilegal.
Sedangkan gang lebih merupakan wujud dari karir sebagai penjahat, sekelompok orang yang sudah menyatakan diri memiliki kejahatan sebagai jalan hidup. Pembentukan gang juga merupakan bentuk adaptasi, namun sebuah adaptasi berbentuk kelompok agar dapat lebih sukses dalam persaingan yang juga terjadi di dalam dunia kriminal. (Baca juga: Fraksi PKS Kecam keras Rencana Israel Caplok Tepi Barat)
Apakah preman yang kita kenal sama dengan fenomena gang bahkan organized crime? Ciri berkelompok dan proses terbentuknya mungkin sama. Hal yang membedakannya dalam konteks Indonesia adalah aktivitas yang dilakukannya. Ian Wilson (2018) di dalam bukunya Politik Jatah Preman, menjelaskan makna preman di Indonesia lebih berkonotasi kriminal. Namun premanisme merupakan pencerminan sebuah ambiguitas antara legalitas dan ilegalitas, yang sebelumnya menjadi ciri dari Orde Baru.