90% Masjid di Jakarta Telah Laksanakan Salat Jumat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Pemuda Remaja Masjid Indonesia (JPRMI) wilayah DKI Jakarta menyatakan, sebanyak 90% masjid di seluruh DKI Jakarta telah melaksanakan salat Jumat untuk pertama kali diizinkan pada 5 Juni 2020 lalu.Sebelumnya pandemi Covid-19 berdampak pada penutupan sejumlah fasilitas umum termasuk masjid untuk mencegah penyebaran virus ini.
“Di DKI Jakarta kami mengambil sedikit beberapa sampling dari beberapa perihal pelaksanaan salat Jumat sejak pekan lalu. Kita mintakan foto, diinfokan pelaksanaannya, secara garis besar 90% itu yang pertama tetap melaksanakan salat Jumat. Kemudian sisanya itu tidak melaksanakan,” ungkap Ketua JPRMI wilayah DKI Jakarta, Henda Yusamtha melalui teleconference saat diskusi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta (11/6/2020).
Henda menuturkan, ada beberapa masjid di Jakarta tidak menggelar salat Jumat dengan sejumlah alasan di antaranya, ketidaksiapan masjid untuk pelaksanaan salat Jumat. Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta baru menginformasikan boleh melaksanakan salat Jumat pada kamis 4 Juni 2020.
Kemudian, alasan lain kata Hendi adalah karena keamanan. “Contoh ada di Masjid Muhajirin Pondok Kopi yang khawatir karena berada di daerah zona merah, di daerah keramaian dekat jalan raya dan pengurus memutuskan untuk menunda dulu,” tuturnya. (Baca: Bertambah 11 Orang, Kasus Positif Covid-19 Kabupaten Bogor Jadi 273 Orang)
Hendi mengatakan evaluasi yang pihaknya lakukan mendapatkan laporan bahwa masjid-masjid yang melaksanakan salat Jumat tersebut telah mematuhi protokol kesehatan salah satunya dengan menjaga jarak fisik. “Kemudian, dari laporan yang kami ambil Alhamdulillah dari sisi faktor jaga jarak dilaksanakan satu meter, pakai masker dilaksanakan,” katanya.
Namun ada protokol kesehatan lain yang belum sepenuhnya dilakukan seperti keterbatasan alat pengukuran suhu tubuh.
“Kedua, adalah ketersediaan untuk cuci tangan ataupun hand sanitizer. Terjadi di satu masjid itu antre panjang, karena alatnya thermogun cuma satu. Sehingga terjadi penumpukan. Kita melihat dari laporan fotonya jadi kerumunan karena mereka mengantri,” kata Hendi.
Permasalahan lain, lanjut Hendi adalah ada masjid yang menolak jamaah karena kapasitas sudah penuh. Permasalah-permasalah ini yang harus dievaluasi dan dicarikan solusi segera. “Ini yang kita harus diskusikan, carikan solusinya seperti apa. Apakah dua gelombang atau bagaimana. Laporan yang masuk belum ada yang melanggar protokol kesehatan. Saf salat rapat, tidak ada. Semuanya berjarak satu meter,” ucapnya.
“Di DKI Jakarta kami mengambil sedikit beberapa sampling dari beberapa perihal pelaksanaan salat Jumat sejak pekan lalu. Kita mintakan foto, diinfokan pelaksanaannya, secara garis besar 90% itu yang pertama tetap melaksanakan salat Jumat. Kemudian sisanya itu tidak melaksanakan,” ungkap Ketua JPRMI wilayah DKI Jakarta, Henda Yusamtha melalui teleconference saat diskusi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta (11/6/2020).
Henda menuturkan, ada beberapa masjid di Jakarta tidak menggelar salat Jumat dengan sejumlah alasan di antaranya, ketidaksiapan masjid untuk pelaksanaan salat Jumat. Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta baru menginformasikan boleh melaksanakan salat Jumat pada kamis 4 Juni 2020.
Kemudian, alasan lain kata Hendi adalah karena keamanan. “Contoh ada di Masjid Muhajirin Pondok Kopi yang khawatir karena berada di daerah zona merah, di daerah keramaian dekat jalan raya dan pengurus memutuskan untuk menunda dulu,” tuturnya. (Baca: Bertambah 11 Orang, Kasus Positif Covid-19 Kabupaten Bogor Jadi 273 Orang)
Hendi mengatakan evaluasi yang pihaknya lakukan mendapatkan laporan bahwa masjid-masjid yang melaksanakan salat Jumat tersebut telah mematuhi protokol kesehatan salah satunya dengan menjaga jarak fisik. “Kemudian, dari laporan yang kami ambil Alhamdulillah dari sisi faktor jaga jarak dilaksanakan satu meter, pakai masker dilaksanakan,” katanya.
Namun ada protokol kesehatan lain yang belum sepenuhnya dilakukan seperti keterbatasan alat pengukuran suhu tubuh.
“Kedua, adalah ketersediaan untuk cuci tangan ataupun hand sanitizer. Terjadi di satu masjid itu antre panjang, karena alatnya thermogun cuma satu. Sehingga terjadi penumpukan. Kita melihat dari laporan fotonya jadi kerumunan karena mereka mengantri,” kata Hendi.
Permasalahan lain, lanjut Hendi adalah ada masjid yang menolak jamaah karena kapasitas sudah penuh. Permasalah-permasalah ini yang harus dievaluasi dan dicarikan solusi segera. “Ini yang kita harus diskusikan, carikan solusinya seperti apa. Apakah dua gelombang atau bagaimana. Laporan yang masuk belum ada yang melanggar protokol kesehatan. Saf salat rapat, tidak ada. Semuanya berjarak satu meter,” ucapnya.
(hab)