Pengamat Nilai Ojol Angkut Penumpang Sangat Berisiko Terpapar Covid-19

Rabu, 10 Juni 2020 - 07:03 WIB
loading...
Pengamat Nilai Ojol...
embolehkan ojek online (ojol) mengangkut penumpang di masa PSBB transisi sangat berisiko tertular virus corona antara pengemudi dan penumpang. Foto/Koran SINDO/Eko Purwanto
A A A
JAKARTA - Kebijakan Pemprov DKI Jakarta membolehkan ojek online (ojol) mengangkut penumpang di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada masa transisi sangat berisiko tertular virus corona antara pengemudi dan penumpang.

Apalagi, fakta di lapangan banyak driver dan penumpang yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kebijakan ojek online atau daring membawa penumpang tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik. Walaupun diberikan penyekat, itu juga belum mendapatkan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI).

Selain itu, lanjut dia, hingga sekarang belum dilakukan uji coba oleh instansi yang berwenang. Padahal, keselamatan serta keamanan pengemudi dan penumpang dipertaruhkan. Sementara berdasarkan data yang diketahuinya, saat ini ada sekitar 1 juta pengemudi ojek daring se-Jabodetabek. (Baca: Bayar PSK Tak Sesuai Tarif, Pemuda tewas Dibacok di Kalimalang)

“Sangat berisiko tertular virus antara pengemudi dan penumpang. Protokol kesehatan ojek daring siapa yang membuat, apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan,” kata Djoko kemarin.

Dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menduga kebijakan membolehkan ojek daring lebih menguat karena kepentingan politis dan bisnis serta mengabaikan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan rakyat. “Jika suatu saat ada yang tertular melalui aktivitas ojek daring, bisa jadi masyarakat sipil akan menuntut instansi yang membolehkan dan yang mengusulkan,” imbuhnya.

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengaku tidak heran bila operasional ojol yang sudah beroperasi tidak mematuhi sejumlah peraturan. Satu di antara alasannya yakni minim sosialisasi dan tidak konsistennya penegakan hukum. Trubus mengatakan, sejumlah syarat operasional ojol baru dikeluarkan sehari sebelum resmi beroperasi, Senin (8/6). Dengan begitu, banyak pengemudi dan masyarakat yang tidak memahami bagaimana aturan tersebut diimplementasikan.

Selain itu, kata Trubus, penegakan hukum terhadap pelanggaran juga tidak konsisten. Pada masa PSBB saja, penegakan hukum tidak konsisten apalagi pada masa transisi yang begitu banyak sektor kegiatan dibuka. “Sosialisasinya kurang, penegakan hukumnya tidak konsisten. Jadi wajar kalau operasional ojol seperti biasa sebelum Covid-19,” kata Trubus. (Baca juga: Legislator PKS MInta Kebijakan Ganjil Genap untuk Motor Ditinjau Kembali)

Dia menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta menjalankan dengan tegas peraturannya dan menyosialisasikan dengan gencar masa transisi PSBB ini. “Kalau didiamkan, ini bahaya. Apalagi pandemi masih mewabah di Jakarta. Tidak bisa kalau kita hanya minta masyarakat sadar tanpa ada penegakan aturan,” pungkasnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liouto mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan Covid-19 Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Satu di antaranya mengatur operasional ojol.

Dalam SK tersebut ojol mulai beroperasi Senin (8/6). Syaratnya pengemudi wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) sekurang-kurangnya berupa masker dan hand sanitizer. Tidak diizinkan beroperasi pada wilayah yang berlaku Pembatasan Sosial Berskala Lokal. (Baca juga: CDC Ungkap Banyak Warga AS Minum Pemutih Pakaian untuk Cegah Covid-19)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1968 seconds (0.1#10.140)