Pengamat Nilai Ojol Angkut Penumpang Sangat Berisiko Terpapar Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Pemprov DKI Jakarta membolehkan ojek online (ojol) mengangkut penumpang di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada masa transisi sangat berisiko tertular virus corona antara pengemudi dan penumpang.
Apalagi, fakta di lapangan banyak driver dan penumpang yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kebijakan ojek online atau daring membawa penumpang tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik. Walaupun diberikan penyekat, itu juga belum mendapatkan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI).
Selain itu, lanjut dia, hingga sekarang belum dilakukan uji coba oleh instansi yang berwenang. Padahal, keselamatan serta keamanan pengemudi dan penumpang dipertaruhkan. Sementara berdasarkan data yang diketahuinya, saat ini ada sekitar 1 juta pengemudi ojek daring se-Jabodetabek. (Baca: Bayar PSK Tak Sesuai Tarif, Pemuda tewas Dibacok di Kalimalang)
“Sangat berisiko tertular virus antara pengemudi dan penumpang. Protokol kesehatan ojek daring siapa yang membuat, apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan,” kata Djoko kemarin.
Dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menduga kebijakan membolehkan ojek daring lebih menguat karena kepentingan politis dan bisnis serta mengabaikan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan rakyat. “Jika suatu saat ada yang tertular melalui aktivitas ojek daring, bisa jadi masyarakat sipil akan menuntut instansi yang membolehkan dan yang mengusulkan,” imbuhnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengaku tidak heran bila operasional ojol yang sudah beroperasi tidak mematuhi sejumlah peraturan. Satu di antara alasannya yakni minim sosialisasi dan tidak konsistennya penegakan hukum. Trubus mengatakan, sejumlah syarat operasional ojol baru dikeluarkan sehari sebelum resmi beroperasi, Senin (8/6). Dengan begitu, banyak pengemudi dan masyarakat yang tidak memahami bagaimana aturan tersebut diimplementasikan.
Selain itu, kata Trubus, penegakan hukum terhadap pelanggaran juga tidak konsisten. Pada masa PSBB saja, penegakan hukum tidak konsisten apalagi pada masa transisi yang begitu banyak sektor kegiatan dibuka. “Sosialisasinya kurang, penegakan hukumnya tidak konsisten. Jadi wajar kalau operasional ojol seperti biasa sebelum Covid-19,” kata Trubus. (Baca juga: Legislator PKS MInta Kebijakan Ganjil Genap untuk Motor Ditinjau Kembali)
Dia menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta menjalankan dengan tegas peraturannya dan menyosialisasikan dengan gencar masa transisi PSBB ini. “Kalau didiamkan, ini bahaya. Apalagi pandemi masih mewabah di Jakarta. Tidak bisa kalau kita hanya minta masyarakat sadar tanpa ada penegakan aturan,” pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liouto mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan Covid-19 Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Satu di antaranya mengatur operasional ojol.
Dalam SK tersebut ojol mulai beroperasi Senin (8/6). Syaratnya pengemudi wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) sekurang-kurangnya berupa masker dan hand sanitizer. Tidak diizinkan beroperasi pada wilayah yang berlaku Pembatasan Sosial Berskala Lokal. (Baca juga: CDC Ungkap Banyak Warga AS Minum Pemutih Pakaian untuk Cegah Covid-19)
Pengemudi juga diminta untuk menjaga kebersihan sepeda motor dan helm penumpang dengan melakukan desinfeksi secara rutin setiap habis mengangkut penumpang. Termasuk menggunakan jaket dan halal sesuai aplikasi.
Ikuti Protokol Kesehatan
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat juga mengizinkan pengoperasian ojol dengan mengedepankan protokol kesehatan yang ketat. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya meminta pihak aplikator ojol menyiapkan posko bagi para pengemudinya. (Lihat Videonya: Serbuk emas Ditemukan, Warga Ramai-ramai Dulang Sungai Landaka)
Posko tersebut akan digunakan kepada setiap pengemudi melakukan desinfeksi kendaraan. “Ini akan kita lakukan bertahap dan saya kira pihak GoJek maupun Grab bersedia menyanggupi ketersediaan posko supaya tetap higienis,” ujarnya.
Budi menyatakan, dalam waktu dekat akan menerapkan pengenaan penyekat/partisi kepada setiap pengemudi termasuk mengizinkan penumpang dengan membawa helm sendiri. Aturan ini akan diterapkan secara bertahap pada masa new normal dan diterbitkan berdasarkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020. “Kami menyarankan penggunaan penyekat/partisi di belakang pengemudi, termasuk bagi masyarakat yang membawa helm sendiri itu kami sarankan juga,” ucapnya. (Faorick Pakpahan/Bima Setiyadi/Ichsan Amin)
Apalagi, fakta di lapangan banyak driver dan penumpang yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kebijakan ojek online atau daring membawa penumpang tidak memenuhi kriteria jaga jarak fisik. Walaupun diberikan penyekat, itu juga belum mendapatkan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI).
Selain itu, lanjut dia, hingga sekarang belum dilakukan uji coba oleh instansi yang berwenang. Padahal, keselamatan serta keamanan pengemudi dan penumpang dipertaruhkan. Sementara berdasarkan data yang diketahuinya, saat ini ada sekitar 1 juta pengemudi ojek daring se-Jabodetabek. (Baca: Bayar PSK Tak Sesuai Tarif, Pemuda tewas Dibacok di Kalimalang)
“Sangat berisiko tertular virus antara pengemudi dan penumpang. Protokol kesehatan ojek daring siapa yang membuat, apakah sudah dapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Siapa yang mengawasi penerapan protokol kesehatan di lapangan,” kata Djoko kemarin.
Dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menduga kebijakan membolehkan ojek daring lebih menguat karena kepentingan politis dan bisnis serta mengabaikan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan rakyat. “Jika suatu saat ada yang tertular melalui aktivitas ojek daring, bisa jadi masyarakat sipil akan menuntut instansi yang membolehkan dan yang mengusulkan,” imbuhnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengaku tidak heran bila operasional ojol yang sudah beroperasi tidak mematuhi sejumlah peraturan. Satu di antara alasannya yakni minim sosialisasi dan tidak konsistennya penegakan hukum. Trubus mengatakan, sejumlah syarat operasional ojol baru dikeluarkan sehari sebelum resmi beroperasi, Senin (8/6). Dengan begitu, banyak pengemudi dan masyarakat yang tidak memahami bagaimana aturan tersebut diimplementasikan.
Selain itu, kata Trubus, penegakan hukum terhadap pelanggaran juga tidak konsisten. Pada masa PSBB saja, penegakan hukum tidak konsisten apalagi pada masa transisi yang begitu banyak sektor kegiatan dibuka. “Sosialisasinya kurang, penegakan hukumnya tidak konsisten. Jadi wajar kalau operasional ojol seperti biasa sebelum Covid-19,” kata Trubus. (Baca juga: Legislator PKS MInta Kebijakan Ganjil Genap untuk Motor Ditinjau Kembali)
Dia menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta menjalankan dengan tegas peraturannya dan menyosialisasikan dengan gencar masa transisi PSBB ini. “Kalau didiamkan, ini bahaya. Apalagi pandemi masih mewabah di Jakarta. Tidak bisa kalau kita hanya minta masyarakat sadar tanpa ada penegakan aturan,” pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liouto mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan Covid-19 Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Satu di antaranya mengatur operasional ojol.
Dalam SK tersebut ojol mulai beroperasi Senin (8/6). Syaratnya pengemudi wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) sekurang-kurangnya berupa masker dan hand sanitizer. Tidak diizinkan beroperasi pada wilayah yang berlaku Pembatasan Sosial Berskala Lokal. (Baca juga: CDC Ungkap Banyak Warga AS Minum Pemutih Pakaian untuk Cegah Covid-19)
Pengemudi juga diminta untuk menjaga kebersihan sepeda motor dan helm penumpang dengan melakukan desinfeksi secara rutin setiap habis mengangkut penumpang. Termasuk menggunakan jaket dan halal sesuai aplikasi.
Ikuti Protokol Kesehatan
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat juga mengizinkan pengoperasian ojol dengan mengedepankan protokol kesehatan yang ketat. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya meminta pihak aplikator ojol menyiapkan posko bagi para pengemudinya. (Lihat Videonya: Serbuk emas Ditemukan, Warga Ramai-ramai Dulang Sungai Landaka)
Posko tersebut akan digunakan kepada setiap pengemudi melakukan desinfeksi kendaraan. “Ini akan kita lakukan bertahap dan saya kira pihak GoJek maupun Grab bersedia menyanggupi ketersediaan posko supaya tetap higienis,” ujarnya.
Budi menyatakan, dalam waktu dekat akan menerapkan pengenaan penyekat/partisi kepada setiap pengemudi termasuk mengizinkan penumpang dengan membawa helm sendiri. Aturan ini akan diterapkan secara bertahap pada masa new normal dan diterbitkan berdasarkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020. “Kami menyarankan penggunaan penyekat/partisi di belakang pengemudi, termasuk bagi masyarakat yang membawa helm sendiri itu kami sarankan juga,” ucapnya. (Faorick Pakpahan/Bima Setiyadi/Ichsan Amin)
(ysw)