Polda Metro Jaya Tetapkan Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Tersangka Penipuan Cek Kosong

Kamis, 23 Desember 2021 - 17:21 WIB
loading...
Polda Metro Jaya Tetapkan Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Tersangka Penipuan Cek Kosong
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Polda Metro Jaya menetapkan mantan Gubernur Bengkulu periode 2005-2012 Agusrin M Najamudin dan mantan anggota DPR Raden Saleh Abdul Malik sebagai tersangka kasus dugaan penipuan cek kosong.

“Sudah tersangka. Berkasnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan, Kamis, (23/12/2021). Keduanya ditetapkan tersangka pada September 2021.
Baca juga: Brigjen Hendro Pandowo, Wakapolda Metro Jaya yang Melibas Mafia Bola

Pengacara PT Tirto Alam Cindo (TAC), Andreas menjelaskan awal mula pelaporan. Saat itu Agusrin hendak menawarkan kerja sama bisnis dengan pihak pelapor pada 2019. “AG (Agusrin M Najamudin) mengaku punya HPH (hak pengelolaan hutan) di Bengkulu. Nah, rencananya dia mau membeli beberapa aset berupa pabrik dan alat berat dari PT TAC,” ujar Andreas.

Dalam rencana kerja sama itu, Agusrin sepakat membayar sejumlah uang kepada pelapor hingga mencapai Rp33 miliar. Pembayaran uang itu dijalankan melalui bentuk saham. “Akhirnya disepakati perjanjian tersebut sebesar Rp33 miliar di mana Rp33 miliar dipecah jadi dua. Sebenarnya Rp32,5 miliar dan Rp525 juta berupa saham. Artinya, dia membentuk sebuah PT CKI. Dengan komposisi dari pihak TAC 52,5% dan PT API sebesar 47,5%. Transaksi itu terjadi,” ungkapnya.

“Dari saudara AG, masuklah nama RS (Raden Saleh) menjadi direktur utama dengan tujuan dia membeli Rp32 miliar aset-aset tersebut,” sambungnya.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran Tulis 2 Buku Mutilasi, Begini Isinya

Dari transaksi yang disepakati, pelaku baru membayar Rp2,5 miliar. Agusrin dan Raden Saleh lalu berjanji akan membayar sisanya melalui cek. “Karena pertama kali di DP segitu sisanya baru dibayar melalui cek. Dan cek itu dibuka Rp10,5 miliar dan Rp20 miliar. Kemudian sudah jatuh tempo bulan September 2021, tapi tidak dibayar. Terus ditagih dan mereka bayar kembali Rp4,7 miliar. Jatuhnya tetap dibayar Rp7,5 miliar dari Rp33 miliar,” terang Andreas.

Pada akhir 2019, pelapor mencoba melakukan mediasi kepada terlapor, namun tidak digubris. Atas dasar itu, pelapor membuat laporan di Polda Metro Jaya pada Maret 2020. Laporan itu teregister dengan nomor LP:1812/III/Yan 2.5/2020/SPKTPMJ tertanggal 17 Maret 2020.

Satu tahun berselang, penyidik Polda Metro Jaya kemudian menetapkan dua terlapor sebagai tersangka pada 30 September 2021. Dua tersangka itu dijerat Pasal 378 dan 372 KUHP dengan ancaman di atas 5 tahun penjara.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1215 seconds (0.1#10.140)