Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran Tulis 2 Buku Mutilasi, Begini Isinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran memiliki 2 buku mengenai mutilasi . Karya pertama berjudul “Mutilasi di Indonesia: Modus, Tempus, Locus, Actus”. Buku kedua berjudul “Mutilasi dalam Perspektif Kriminologi: Tinjauan Teoretis Lima Kasus Mutilasi di Jakarta”.
Dua bukunya diterbitkan pada tahun 2015 oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Pada buku pertamanya, pengganti Irjen Pol Nana Sudjana itu mengupas apa dan bagaimana kasus mutilasi di Indonesia. Ditulis dengan pendekatan fakta-fakta sesuai pengakuan para pelaku yang diwawancara di lembaga pemasyarakatan (lapas) tempat mereka menjalani hukuman pidana.
Baca juga: 6 Gebrakan 13 Bulan Irjen Fadil Imran Jadi Kapolda Metro Jaya, Nomor 4 dan 5 Tidak Lazim
Berbagai latar belakang menjadi motivasi pelaku atas perbuatannya dengan cara, waktu, tempat serta unsur yang berbeda. “Melalui buku ini, diharapkan kejahatan yang terjadi di masa lalu tidak terulang lagi dengan pola-pola penanganan infrastruktur dan pranata sosial,” begitu isi abstrak pada buku karya Fadil Imran tersebut.
Di buku keduanya masih soal mutilasi, mantan Kapolda Jawa Timur itu menyatakan fenomena kejahatan kekerasan menunjukkan kejahatan tersebut dilakukan dengan tanpa adanya motif. Namun, dalam kerangka RCT (rational choice theory) dan RAT (routine activity theory), fenomena ini tidaklah demikian. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pertimbangan rasional dari pelaku kejahatan.
Dengan kata lain, RCT dan RAT menegaskan bahwa kejahatan kekerasan pasti memiliki motif, apa pun itu. Benar bahwa salah satu tujuan pelaku adalah mengharapkan atau menciptakan situasi atau kondisi yang lebih menyenangkan, lebih mengenakkan, atau lebih memudahkan. Benar pula bahwa hal tersebut bersifat perseptual. Namun, jika dilihat dari teori RCT dan RAT mengharapkan atau menciptakan situasi atau kondisi yang lebih menyenangkan, lebih mengenakkan, atau lebih memudahkan adalah sesuatu yang nyata dan diungkapkan oleh pelaku.
Dua kasus mutilasi yang pernah ditangani Fadil yakni pengungkapan kasus mutilasi Ryan Jombang (2008) dan kasus mutilasi Baekuni alias Babe (2010).
Sekadar mengingatkan, Fadil Imran merupakan alumni Akpol tahun 1991 yang berpengalaman di bidang reserse. Kiprah Fadil di Korps Bhayangkara dimulai pada tahun 1999 dengan posisi Kapolsek Cengkareng, lalu Kapolsek Tanah Abang pada 2002.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Belajar Keramahan Pelayanan pada Satpam Bank
Tahun 2008 Fadil menjabat Kasat III Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Pada tahun yang sama, dia kemudian menjabat Kapolres KP3 Tanjung Priok.
Pada 2009 Fadil menjabat Wakil Direskrimum Polda Metro Jaya. Pada tahun 2011, Fadil ditunjuk sebagai Kasubdit IV Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Masih pada tahun 2011, Fadil lalu menjabat Direskrimum Polda Kepri. Pada tahun 2013, dia menduduki posisi Kapolres Metro Jakarta Barat. Pada 2015, Fadil menduduki jabatan Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri. Kemudian pada 2016, dia menjabat Direskrimsus Polda Metro Jaya.
Fadil kemudian menjabat Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada tahun 2017. Pada tahun 2018, dia menjabat Dirtipidter Bareskrim Polri.
Usai dilantik menjadi Kapolda Metro Jaya pada 2020, Fadil membuat pernyataan tegas terkait pencopotan baliho Habib Rizieq Shihab. Dia mendukung langkah Pangdam Jaya saat itu Mayjen TNI Dudung Abdurachman yang mengamankan Jakarta dari gangguan yang memecah belah persatuan.
Dua bukunya diterbitkan pada tahun 2015 oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Pada buku pertamanya, pengganti Irjen Pol Nana Sudjana itu mengupas apa dan bagaimana kasus mutilasi di Indonesia. Ditulis dengan pendekatan fakta-fakta sesuai pengakuan para pelaku yang diwawancara di lembaga pemasyarakatan (lapas) tempat mereka menjalani hukuman pidana.
Baca juga: 6 Gebrakan 13 Bulan Irjen Fadil Imran Jadi Kapolda Metro Jaya, Nomor 4 dan 5 Tidak Lazim
Berbagai latar belakang menjadi motivasi pelaku atas perbuatannya dengan cara, waktu, tempat serta unsur yang berbeda. “Melalui buku ini, diharapkan kejahatan yang terjadi di masa lalu tidak terulang lagi dengan pola-pola penanganan infrastruktur dan pranata sosial,” begitu isi abstrak pada buku karya Fadil Imran tersebut.
Di buku keduanya masih soal mutilasi, mantan Kapolda Jawa Timur itu menyatakan fenomena kejahatan kekerasan menunjukkan kejahatan tersebut dilakukan dengan tanpa adanya motif. Namun, dalam kerangka RCT (rational choice theory) dan RAT (routine activity theory), fenomena ini tidaklah demikian. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pertimbangan rasional dari pelaku kejahatan.
Dengan kata lain, RCT dan RAT menegaskan bahwa kejahatan kekerasan pasti memiliki motif, apa pun itu. Benar bahwa salah satu tujuan pelaku adalah mengharapkan atau menciptakan situasi atau kondisi yang lebih menyenangkan, lebih mengenakkan, atau lebih memudahkan. Benar pula bahwa hal tersebut bersifat perseptual. Namun, jika dilihat dari teori RCT dan RAT mengharapkan atau menciptakan situasi atau kondisi yang lebih menyenangkan, lebih mengenakkan, atau lebih memudahkan adalah sesuatu yang nyata dan diungkapkan oleh pelaku.
Dua kasus mutilasi yang pernah ditangani Fadil yakni pengungkapan kasus mutilasi Ryan Jombang (2008) dan kasus mutilasi Baekuni alias Babe (2010).
Sekadar mengingatkan, Fadil Imran merupakan alumni Akpol tahun 1991 yang berpengalaman di bidang reserse. Kiprah Fadil di Korps Bhayangkara dimulai pada tahun 1999 dengan posisi Kapolsek Cengkareng, lalu Kapolsek Tanah Abang pada 2002.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Belajar Keramahan Pelayanan pada Satpam Bank
Tahun 2008 Fadil menjabat Kasat III Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Pada tahun yang sama, dia kemudian menjabat Kapolres KP3 Tanjung Priok.
Pada 2009 Fadil menjabat Wakil Direskrimum Polda Metro Jaya. Pada tahun 2011, Fadil ditunjuk sebagai Kasubdit IV Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Masih pada tahun 2011, Fadil lalu menjabat Direskrimum Polda Kepri. Pada tahun 2013, dia menduduki posisi Kapolres Metro Jakarta Barat. Pada 2015, Fadil menduduki jabatan Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri. Kemudian pada 2016, dia menjabat Direskrimsus Polda Metro Jaya.
Fadil kemudian menjabat Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada tahun 2017. Pada tahun 2018, dia menjabat Dirtipidter Bareskrim Polri.
Usai dilantik menjadi Kapolda Metro Jaya pada 2020, Fadil membuat pernyataan tegas terkait pencopotan baliho Habib Rizieq Shihab. Dia mendukung langkah Pangdam Jaya saat itu Mayjen TNI Dudung Abdurachman yang mengamankan Jakarta dari gangguan yang memecah belah persatuan.
(jon)