Kemerdekaan Bermural dalam ON & OFF PRESSURE
loading...
A
A
A
TANGERANG - 10 seniman jalanan (street artist) berkolaborasi melukis mural bersama dalam kegiatan seni bertajuk “ON & OFF PRESSURE”. Mereka akan melukis di atas tembok dengan total luas ±1.500 m2 yang tersebar di tujuh titik di sekitar perumahan Alam Raya, Tangerang, Banten.
Pemilihan tempat di Alam Raya didasari daerah tersebut yang terbilang strategis, yakni di pusat wilayah Tangerang Kota, sehingga siapapun bisa dengan mudah menemukan lokasi pameran mural “ON & OFF PRESSURE” yang Instagramable. Ini juga sekaligus ingin menjadikan wilayah di kecamatan Benda sebagai alternatif pusat seni kota Tangerang.
Adapun kesepuluh seniman jalanan yang sudah melanglang buana menorehkan nama mereka di dunia seni jalanan Tanah Air tersebut, yakni Anagard, Digie Sigit, Farhan Siki, The Popo, Arman Jamparing, Bujangan Urban, Media Legal, Edi Bonetski, Hana Madness, dan Bunga Fatia. Acara “ON & OFF PRESSURE” akan diselenggarakan pada 8-9 November 2021.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan edukasi, bahwa pada dasarnya seni jalanan atau street art seperti mural juga merupakan cabang dari seni rupa murni yang kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Seni ini kerap disamakan dengan aksi vandalisme, sehingga konotasi negatif pun sering menyeruak bersamaan dengan munculnya seni yang menjadikan tembok sebagai media berekspresi tersebut.
Kurator acara, Bambang Asrini menjelaskan helatan karya outdoor sepanjang ±150 meter (1.500 meter persegi) di tembok-tembok di Perumahan Alam Raya, Tangerang, yang digagas para seniman jalanan di kota Tangerang, Jakarta, Bandung dan Jogjakarta, untuk merayakan tak adanya tekanan apapun atau tekanan positif/energi yang menyala bagi mereka bersama untuk berkarya! ON/OFF adalah simbolisasi sebuah saklar memati-hidupkan proses berkreasi seniman jalanan.
Baca Juga: Begini Penampakan Mural 'Siapa Berani Kritik Polisi' di Mabes Polri
Dalam konteks polemik nasional beberapa bulan terakhir (Juli-Agustus-September 2021), bahwa seni jalanan distigma sebagai aksi “vandalisme”. Karya-karya itu juga sempat disampirkan dalam isu politik yang kental. Maka, helatan acara ini ingin menyampaikan pesan bersama bahwa seni jalanan hadir secara majemuk, merdeka dan memang sebagai jedah atas intervensi seni di ruang-ruang publik yang setara.
“Mereka, para seniman jalanan itu, secara psikis dan alamiah menginisiasi untuk menyampaikan pernyataan esensial tentang ekspresi-ekspresi yang privat pun yang komunal. Seniman street art ini niscaya terhubung dengan isu apapun, dari pengalaman personal yang abstrak, politik, lingkungan hidup, keadilan sosial, popularitas dalam kehidupan urban dan konsumerisme (isu urban life) sampai kusutnya kehidupan kota besar dalam ruang kesetaraan warga,’ kata Bambang.
Menurut Bambang, tak ada tekanan apapun bagi seniman-seniman ini untuk bebas berkarya dan memilih konten ekspresi estetik mereka! Tajuk kuratorial ON/OFF PRESSURE secara personal adalah undangan kemajemukan bagi seniman yang bisa ditafsirkan tentang pergumulan atas “tekanan” tatkala aksi-aksi di jalanan dihadapi dalam sejarah personal atau kelompok-kelompok/kolektif seni mereka.
Pemilihan tempat di Alam Raya didasari daerah tersebut yang terbilang strategis, yakni di pusat wilayah Tangerang Kota, sehingga siapapun bisa dengan mudah menemukan lokasi pameran mural “ON & OFF PRESSURE” yang Instagramable. Ini juga sekaligus ingin menjadikan wilayah di kecamatan Benda sebagai alternatif pusat seni kota Tangerang.
Adapun kesepuluh seniman jalanan yang sudah melanglang buana menorehkan nama mereka di dunia seni jalanan Tanah Air tersebut, yakni Anagard, Digie Sigit, Farhan Siki, The Popo, Arman Jamparing, Bujangan Urban, Media Legal, Edi Bonetski, Hana Madness, dan Bunga Fatia. Acara “ON & OFF PRESSURE” akan diselenggarakan pada 8-9 November 2021.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan edukasi, bahwa pada dasarnya seni jalanan atau street art seperti mural juga merupakan cabang dari seni rupa murni yang kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Seni ini kerap disamakan dengan aksi vandalisme, sehingga konotasi negatif pun sering menyeruak bersamaan dengan munculnya seni yang menjadikan tembok sebagai media berekspresi tersebut.
Kurator acara, Bambang Asrini menjelaskan helatan karya outdoor sepanjang ±150 meter (1.500 meter persegi) di tembok-tembok di Perumahan Alam Raya, Tangerang, yang digagas para seniman jalanan di kota Tangerang, Jakarta, Bandung dan Jogjakarta, untuk merayakan tak adanya tekanan apapun atau tekanan positif/energi yang menyala bagi mereka bersama untuk berkarya! ON/OFF adalah simbolisasi sebuah saklar memati-hidupkan proses berkreasi seniman jalanan.
Baca Juga: Begini Penampakan Mural 'Siapa Berani Kritik Polisi' di Mabes Polri
Dalam konteks polemik nasional beberapa bulan terakhir (Juli-Agustus-September 2021), bahwa seni jalanan distigma sebagai aksi “vandalisme”. Karya-karya itu juga sempat disampirkan dalam isu politik yang kental. Maka, helatan acara ini ingin menyampaikan pesan bersama bahwa seni jalanan hadir secara majemuk, merdeka dan memang sebagai jedah atas intervensi seni di ruang-ruang publik yang setara.
“Mereka, para seniman jalanan itu, secara psikis dan alamiah menginisiasi untuk menyampaikan pernyataan esensial tentang ekspresi-ekspresi yang privat pun yang komunal. Seniman street art ini niscaya terhubung dengan isu apapun, dari pengalaman personal yang abstrak, politik, lingkungan hidup, keadilan sosial, popularitas dalam kehidupan urban dan konsumerisme (isu urban life) sampai kusutnya kehidupan kota besar dalam ruang kesetaraan warga,’ kata Bambang.
Menurut Bambang, tak ada tekanan apapun bagi seniman-seniman ini untuk bebas berkarya dan memilih konten ekspresi estetik mereka! Tajuk kuratorial ON/OFF PRESSURE secara personal adalah undangan kemajemukan bagi seniman yang bisa ditafsirkan tentang pergumulan atas “tekanan” tatkala aksi-aksi di jalanan dihadapi dalam sejarah personal atau kelompok-kelompok/kolektif seni mereka.