Survei Sosial: Warga Jakarta Kurang Siap dengan Normal Baru

Jum'at, 05 Juni 2020 - 04:09 WIB
loading...
Survei Sosial: Warga Jakarta Kurang Siap dengan Normal Baru
Survei sosial kolaborasi LaporCovid19.org dan Social Resilience Lab NTU, Singapura menyebut warga Ibu Kota secara umum kurang siap untuk memasuki era New Normal tersebut. Foto/SINDOphoto
A A A
DKI Jakarta mulai berbenah memasuki tatanan hidup baru atau ‘New Normal’. Namun dari berdasarkan sebuah survei baru-baru ini, warga Ibu Kota secara umum kurang siap untuk memasuki era normal baru tersebut.

Survei sosial itu merupakan kolaborasi LaporCovid19.org dan Social Resilience Lab Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Ada enam variabel yang digunakan yaitu yaitu persepsi risiko, pengetahuan, informasi, perlindungan diri, modal sosial, dan ekonomi. (Baca juga: Sambut New Normal, Tahap Awal TMII Prioritaskan Buka Anjungan Outdoor)

“Meskipun telah merasa cukup memiliki informasi, pengetahuan, wawasan, modal sosial, serta kecenderungan kuat untuk berhati-hati agar tidak terpapar virus corona, namun kondisi warga DKI secara umum kurang siap untuk memasuki era new normal,” ujar perwakilan Koalisi Warga untuk Lapor COVID-19, Irma Hidayana dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/6/2020).

Irma menilai, para responden memiliki kecenderungan yang cukup kuat untuk melindungi diri. Meskipun tingkat pengetahuan responden mengenai COVID-19 menunjukkan cukup baik, namun responden masih membutuhkan informasi yang pasti, tepat, dan lebih akurat tentang pandemi yang berasal dari sumber informasi yang dipercaya publik.

Selain itu, kondisi sosial dan ekonomi yang cukup memprihatinkan mempengaruhi rendahnya persepsi risiko secara umum. Secara keseluruhan dari aspek sosial, warga DKI kurang siap memasuki era New Normal setidaknya sampai tingkat persepsi risiko cukup tinggi.

Associate Professor bidang Sosiologi Bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir menilai bahwa pemerintah masih harus memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat warga DKI agar persepsi risiko meningkat. Hal itu akan memperkuat perilaku keselamatan dan disiplin warga DKI dalam menghadapi pandemi.

“Pemaksaan ‘New Normal’ akan memiliki konsekuensi serius dalam peningkatan jumlah penularan COVID-19. Karenanya, kebijakan pemberlakuan tatanan kehidupan baru itu belum saatnya diberlakukan bagi warga DKI Jakarta,” jelas Sulfikar.

Survei daring itu menggunakan metode sampel kuota (quota sampling) dengan variabel penduduk per kelurahan yang disebar melalui aplikasi pesan instan WhatsApp kepada warga DKI Jakarta. Penyebaran survei dilakukan melalui jaringan Palang Merah Indonesia (PMI), Biro Tata Pemerintahan, dan beberapa kontak kecamatan di DKI Jakarta.

Selain itu, survei juga disebarkan secara acak melalui berbagai kontak jaringan komunitas di DKI Jakarta. Survei dilaksanakan sejak Jumat, 29 Mei hingga Selasa, 2 Juni 2020 dan berhasil mengumpulkan responden valid sebanyak 3.160 orang. Analisa dilakukan dengan menggunakan formula Spearman rho.

Berdasarkan latar pendidikan, sebanyak 40,08% responden adalah lulusan SMA dan 41,86% merupakan sarjana. Sementara, dari jenis pekerjaan, jumlahnya cukup merata di sektor informal dan formal. Proporsi paling besar adalah mahasiswa dengan jumlah 31,89% dan bidang swasta sebanyak 27,46%. (Baca juga: Wali Kota Depok: Mulai Jumat Seluruh Masjid Dibuka Kembali untuk Salat Berjamaah)

Selanjutnya, dari sisi risiko kesehatan terhadap infeksi COVID-19, responden dengan penyakit penyerta (kormobid) tersebar di lima jenis penyakit, yaitu jantung, diabetes, hipertensi, TBC, dan masalah paru-paru lainnya. Proporsi responden dengan penyakit bawaan jauh lebih rendah dibandingkan responden tanpa penyakit bawaan.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1197 seconds (0.1#10.140)