KPAI: Fenomena Bayi Silver hanya Realita Kecil Kasus Eksploitasi Anak

Selasa, 28 September 2021 - 12:23 WIB
loading...
KPAI: Fenomena Bayi...
KPA menyebut fenomena bayi silver yang dibawa mengemis di Tangerang Selatan hanya realita kecil dari sekian banyak kasus eksploitasi anak di jalanan. Foto: Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut fenomena bayi silver yang dibawa mengemis di Tangerang Selatan (Tangsel) hanya realita kecil dari sekian banyak kasus eksploitasi anak di jalanan. Perlu perhatian khusus agar kejadian serupa tidak terulang.

Kepala Divisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi KPAI Jasra Putra mengatakan, selama pandemi Covid-19 banyak pengaduan terkait kondisi anak di keluarga, mulai dari anak ditelantarkan hingga dilacurkan. Beban ekonomi keluarga menjadi pemicu memperkerjakan anak.



"Sebenarnya kisah bayi silver, anak silver, remaja silver, sudah sering kita saksikan. Mengecat seluruh tubuh dengan silver awalnya digunakan untuk menggalang kepedulian, dengan seolah-olah beratraksi budaya. Namun belakangan menjadi tren meminta-minta di jalan. Padahal ada larangan mengemis di jalan, bahkan yang memberi bisa dapat hukuman," ujar Jasra kepada wartawan, Selasa (28/9/2021).

Meskipun pemerintah sudah melarang mengemis di jalanan, tapi faktanya mereka tidak kehabisan akal. Mereka merubah pola agar seolah-olah bukan mengemis. Bahkan ada yang sengaja lebih memilih keluar pada malam hari karena minimnya petugas yang mengawasi. Misalnya, ada anak-anak yang seolah-olah menjual tissue atau buku, tapi setelah mendekat ke pembelinya mereka bilang butuh makan atau meminta sedikit uang.


Banyak juga temuan KPAI para pengemis sengaja menepi di pinggir jalan dengan gerobak atau biasa disebut manusia gerobak. Mereka hanya memakirkan gerobaknya dan membawa sejumlah anggota keluarga, agar menimbulkan empati dari masyarakat.

"Belum lama saya juga melihat orang dengan berkostum karakter tertentu, seperti kelelahan, duduk di pinggir jalan yang mengundang belas kasihan, dan hal itu dilakukan berulang kali. Ada lagi para pengemis yang sengaja melewati jalan, yang sering dilewati publik figur, artis, atau orang tertentu, agar dilihat. Sebenarnya banyak cara atau modus dalam mengundang kepedulian, dengan mengemis di jalan," ungkapnya.

Masyarakat juga sering melihat anak digendong atau digandeng sambil mengamen, bahkan dicubit agar mereka menangis. Semuanya jadi modus untuk mengundang belas kasihan.

"Mungkin saja ada yang benar-benar membutuhkan belas kasih, namun bagi kita yang memberinya, sebenarnya tidak hanya cukup dengan kasihan, belas kasih dan memberi. Karena dengan memberi, berarti membiarkan mereka untuk tetap hidup di jalan" katanya.

Kata Jasra, kejahatan di jalanan realitanya memang paling sulit terawasi dan dihentikan. Banyak kasus sodomi yang dialami anak-anak jalanan. Bahkan ratusan anak jalanan telah mengalami kekerasan seksual.

"Memang belakangan manusia silver lebih diapresiasi di jalan ketimbang mengamen’atau ondel-ondel. Itu terbukti dari penghasilan mereka yang pernah terungkap. Namun sayangnya lama-kelamaan jadi pekerjaan rutin," ucapnya.

Tetapi apa pun alasannya, kata Jasra, tidak dibenarkan membawa anak berjam-jam di jalanan, panas panasan, bermalam, apalagi dieksploitasi secara ekonomi. Sebab jalanan bukan tempat bagi anak anak untuk tumbuh kembang. Apalagi melakukan hal yang sangat berisiko dengan mengecat silver bayi 10 bulan.

"Siapa yang tidak miris melihat bayi 10 bulan dicat silver, yang merupakan cat sablon dicampur minyak goreng atau minyak tanah," tandasnya.

Menurut dia, kasus bayi silver bukan peristiwa tunggal atau peristiwa yang berdiri sendiri. Perlu penelusuran panjang kepada keluarga, agar dapat memberi solusi permanen. Sebab, jika hanya sifatnya bantuan, tanpa memberi solusi sistemik untuk pegangan hidupnya ke depan, maka tinggal menunggu waktu bayi malang itu kembali dibawa ke jalanan.

Dalam survei KPAI terhadap lembaga pemerintah yang menampung mereka, rehabilitasi kerap belum tuntas sehingga berakibat mereka kembali ke jalanan. "Untuk itu perlu keberpihakan lebih agar norma, kebijakan, anggaran, SOP, agar mampu menjawab amanah para petugas lapangan. Sehingga di mana pun berada ada bayi silver, ada rujukan, standardnya sama, dan cepat dalam penanganan," tegasnya.

Dari evaluasi Kota Layak Anak, KPAI juga menemukan bahwaa pemerintah masih kurang serius menangani anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, seperti yang dialami keluarga bayi silver ini. Bagi KPAI, bayi silver tersebut masuk dalam kategori anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.

Untuk itu, dalam waktu dekat KPAI akan berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait bersama dinas provinsi, untuk mendorong implementasi kebijakan yang ada, dengan harapan bayi tersebut tidak kembali ke jalanan.

"Ayuk bergerak bersama memperbaiki ini semua, agar kluster anak-anak membutuhkan perlindungan khusus tertangani sejak dini," tutupnya.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1425 seconds (0.1#10.140)