Psikolog Ini Ungkap Fakta di Balik Hebohnya Antrean Pembeli BTS Meal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta Psikolog menilai demam BTS Meal di Tanah Air tidak bisa dikategorikan sebagai bentuk penjajahan budaya. Hal itu hanya sebagai bentuk dari kemudahaan kemajuan teknologi.
“Pada dasarnya fans itu ada di mana-mana, dan fans itu akan mencari apapun yang berhubungan dengan idolanya. Nah kesempatan ini memang ditangkap oleh gerai McD untuk mempromosikan produknya,” ujarnya, Jumat (11/6/2021).
Menurut dia, fenomena antrean yang terjadi kemarin merupakan bukti teknik marketing yang baik. Dulu sebelum teknologi berkembang sangat pesat seperti sekarang, untuk bertemu idola atau mendapat merchandise adalah sesuatu yang sulit didapat. Sekarang, hal itu menjadi sangat mudah.
“Apalagi di Indonesia bisa meminta jasa layanan antarmakanan online sehingga pembeli tidak berpikir panjang untuk memesan karena memang mudah (didapat),” ungkapnya.
Hal yang harus diperhatikan, kata dia, manajemen McD memang seharusnya mengatur sehingga tidak terjadi antrean atau pembeli yang membludak. "Secara marketing memang prinsip orang berjualan kan memang ingin laku sehingga yang dilakukan McD adalah dengan menggandeng artis terkenal. Hal ini bukan hal baru untuk membuat produk menjadi laku," katanya.
Seperti diketahui bahwa ARMY ini cukup banyak jumlahnya di Indonesia. Di sisi lain, McD juga makanan yang biasa dikonsumsi remaja termasuk ARMY.
“Remaja juga memiliki konformitas yang tinggi dengan sebayanya, sehingga keinginan untuk ‘sama’ dengan yang lain menjadi kuat. Bisa mendapatkan merchandise idola- di sini adalah BTS Meal menjadi kebanggaan tersendiri. Isi dari makanannya sendiri tidak jadi penting. Jadi ini sebenarnya fenomena biasa. Kemudahan teknologi, banyaknya ARMY, dan kurangnya antisipasi dari McD sendiri yang membuat keadaan menjadi tidak terkendali,” paparnya.
Promo tentang BTS ini dibuat heboh di seluruh dunia karena hanya 50 negara. Bahkan ARMY yang negaranya tidak termasuk dalam list protes keras. Jadi, memang secara marketing emosi para ARMY ini dimanfaatkan untuk mendapat keuntungan. Kesulitan untuk mendapatkan sesuatu akan membuat seuatu itu lebih ‘berharga’ daripada yang bisa beli kapan dan dimana saja.
“Ya memang bukan konten dan kemasannya yang biasa aja (nugget dan saos korea bergambar anggota BTS), tapi cara mendaptkannya, kehebohannya, kecintaan pada idola, membuat para fans menjadi ‘buta’ dan rela melakukan apa saja,” ungkapnya.
Terkait pendapat bahwa McD melakukan ‘tormenting’ pada pelanggan, Shinta berpendapat mungkin kalau tidak dalam kondisi pandemi bisa saja pelanggan rela antre langsung ke gerai. Namun karena kondisi maka pelanggan pun berfikir untuk melakukannya sehingga memilih untuk memesan melalui jasa kurir.
“Pada dasarnya fans itu ada di mana-mana, dan fans itu akan mencari apapun yang berhubungan dengan idolanya. Nah kesempatan ini memang ditangkap oleh gerai McD untuk mempromosikan produknya,” ujarnya, Jumat (11/6/2021).
Menurut dia, fenomena antrean yang terjadi kemarin merupakan bukti teknik marketing yang baik. Dulu sebelum teknologi berkembang sangat pesat seperti sekarang, untuk bertemu idola atau mendapat merchandise adalah sesuatu yang sulit didapat. Sekarang, hal itu menjadi sangat mudah.
“Apalagi di Indonesia bisa meminta jasa layanan antarmakanan online sehingga pembeli tidak berpikir panjang untuk memesan karena memang mudah (didapat),” ungkapnya.
Hal yang harus diperhatikan, kata dia, manajemen McD memang seharusnya mengatur sehingga tidak terjadi antrean atau pembeli yang membludak. "Secara marketing memang prinsip orang berjualan kan memang ingin laku sehingga yang dilakukan McD adalah dengan menggandeng artis terkenal. Hal ini bukan hal baru untuk membuat produk menjadi laku," katanya.
Seperti diketahui bahwa ARMY ini cukup banyak jumlahnya di Indonesia. Di sisi lain, McD juga makanan yang biasa dikonsumsi remaja termasuk ARMY.
“Remaja juga memiliki konformitas yang tinggi dengan sebayanya, sehingga keinginan untuk ‘sama’ dengan yang lain menjadi kuat. Bisa mendapatkan merchandise idola- di sini adalah BTS Meal menjadi kebanggaan tersendiri. Isi dari makanannya sendiri tidak jadi penting. Jadi ini sebenarnya fenomena biasa. Kemudahan teknologi, banyaknya ARMY, dan kurangnya antisipasi dari McD sendiri yang membuat keadaan menjadi tidak terkendali,” paparnya.
Promo tentang BTS ini dibuat heboh di seluruh dunia karena hanya 50 negara. Bahkan ARMY yang negaranya tidak termasuk dalam list protes keras. Jadi, memang secara marketing emosi para ARMY ini dimanfaatkan untuk mendapat keuntungan. Kesulitan untuk mendapatkan sesuatu akan membuat seuatu itu lebih ‘berharga’ daripada yang bisa beli kapan dan dimana saja.
“Ya memang bukan konten dan kemasannya yang biasa aja (nugget dan saos korea bergambar anggota BTS), tapi cara mendaptkannya, kehebohannya, kecintaan pada idola, membuat para fans menjadi ‘buta’ dan rela melakukan apa saja,” ungkapnya.
Terkait pendapat bahwa McD melakukan ‘tormenting’ pada pelanggan, Shinta berpendapat mungkin kalau tidak dalam kondisi pandemi bisa saja pelanggan rela antre langsung ke gerai. Namun karena kondisi maka pelanggan pun berfikir untuk melakukannya sehingga memilih untuk memesan melalui jasa kurir.
(thm)