Benteng Bastion Frederik Hendrik: Simbol Kolonial yang Diruntuhkan Bung Karno
loading...
A
A
A
JAKARTA - Benteng Bastion Frederik Hendrik yang dibangun pada 1834 oleh Gubernur-Jenderal Hindia Belanda ke-43, Johannes Graaf van den Bosch merupakan pusat pertahanan di Weltevreden (sekarang Jakarta Pusat). Namun, pada 1954 benteng yang menjadi simbol keangkuhan kolonialisme pada abad ke-19 di Kota Batavia itu diruntuhkan oleh Presiden Soekarno .
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda Johannes Graaf van den Bosch, dikenal sebagai arsitek yang piawai dalam membangun garis pertahanan. Pada akhir masa jabatannya pada 1834, Van den Bosch yang menjatuhi hukuman buang Pangeran Diponegoro ke Manado, membangun garis pertahanan di wilayah Kebon Sirih yang dikenal dengan Defensielijn van den Bosch. (Baca juga; 26 Hari di Batavia, Jejak Terakhir Pangeran Diponegoro di Tanah Jawa )
Garis pertahanan itu terbentang dari ujung selatan Jalan Bungur Besar di belakang stasiun Senen, memanjang ke utara. Dari ujung yang utara itu garis petahanan membelah ke arah barat melalui Sawah Besar, Krekot, Gang Ketapang. Kemudian membelok ke arah selatan melalui Petojo sampai sebelah barat Lapangan Monas.
Dari sini garis pertahanan itu masih diteruskan lagi sampai ke Tanah Abang, membelok ke timur melalui Jalan Kebon Sirih, Jembatan Prapatan dan Kramat Bunder. Pusat dari garis pertahanan Defensielijn van den Bosch adalah Benteng Frederik Hendrik yang terletak di tengah Wilhelmina Park atau Taman Wilhelmina.
Wilhelmina Park dikenal sebagai taman terluas yang pernah ada di Batavia dan modern di Asia pada abad ke-19. Nama Wilhelmina diambil sebagai bentuk penghormatan warga Hindia Belanda pada calon ratu Wilhelmina.
Taman Wilhelmina merupakan salah satu tempat tamasya favorite para pembesar Kompeni dan tuan tanah di sekitar Weltevreden. Taman ini juga berfungsi sebagai kebun sayur bagi para opsir Belanda di wilayah tersebut.
Benteng Bastion Frederik Hendrik pembangunannya dan peletakan batu pertama diresmikan oleh Pangeran Willem Frederik Hendrik. Bangunan benteng dirancang Direktur Zeni di Nederland Indie, Kolonel lonkheer Carel van der Wijck, sedangkan pelaksanaan pembangunan dipercayakan pada Kapten Zeni IGJ George Schonermarck.
Benteng ini berbentuk segi empat dengan bastion pada keempat sudutnya. Pada dinding-dinding benteng terdapat jendela-jendela berfungsi sebagai lubang-lubang pengintaian dan tempat menaruh meriam. Tampak juga bangunan menara segi empat, pada kedua sisinya terdapat jendela, jam dan pintu. Pada puncaknya secara samar-samar terlihat beberapa meriam yang ujung-ujungnya menjulur ke luar.
Pada masanya, Benteng Frederik Hendrik sepanjang siang dan malam selalu dijaga tentara VOC. Setiap pukul 05.00 pagi dan pukul 20.00 malam, selalu terdengar tembakan meriam. Itu sebagai tanda bagi kalangan tentara dan pemimpin militer agar selalu siap dan terjaga.
Keangkeran Benteng Fredrik Hendrik pundar setelah Republik Indonesia merdeka pada 1945. Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederik Hendrik dipenuhi lumut dan rumput ilalang. Bahkan pada awal 1950-an Taman Wilhelmina yang indah berubah menjadi tak terawat dan sangat kotor.
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda Johannes Graaf van den Bosch, dikenal sebagai arsitek yang piawai dalam membangun garis pertahanan. Pada akhir masa jabatannya pada 1834, Van den Bosch yang menjatuhi hukuman buang Pangeran Diponegoro ke Manado, membangun garis pertahanan di wilayah Kebon Sirih yang dikenal dengan Defensielijn van den Bosch. (Baca juga; 26 Hari di Batavia, Jejak Terakhir Pangeran Diponegoro di Tanah Jawa )
Garis pertahanan itu terbentang dari ujung selatan Jalan Bungur Besar di belakang stasiun Senen, memanjang ke utara. Dari ujung yang utara itu garis petahanan membelah ke arah barat melalui Sawah Besar, Krekot, Gang Ketapang. Kemudian membelok ke arah selatan melalui Petojo sampai sebelah barat Lapangan Monas.
Dari sini garis pertahanan itu masih diteruskan lagi sampai ke Tanah Abang, membelok ke timur melalui Jalan Kebon Sirih, Jembatan Prapatan dan Kramat Bunder. Pusat dari garis pertahanan Defensielijn van den Bosch adalah Benteng Frederik Hendrik yang terletak di tengah Wilhelmina Park atau Taman Wilhelmina.
Wilhelmina Park dikenal sebagai taman terluas yang pernah ada di Batavia dan modern di Asia pada abad ke-19. Nama Wilhelmina diambil sebagai bentuk penghormatan warga Hindia Belanda pada calon ratu Wilhelmina.
Taman Wilhelmina merupakan salah satu tempat tamasya favorite para pembesar Kompeni dan tuan tanah di sekitar Weltevreden. Taman ini juga berfungsi sebagai kebun sayur bagi para opsir Belanda di wilayah tersebut.
Benteng Bastion Frederik Hendrik pembangunannya dan peletakan batu pertama diresmikan oleh Pangeran Willem Frederik Hendrik. Bangunan benteng dirancang Direktur Zeni di Nederland Indie, Kolonel lonkheer Carel van der Wijck, sedangkan pelaksanaan pembangunan dipercayakan pada Kapten Zeni IGJ George Schonermarck.
Benteng ini berbentuk segi empat dengan bastion pada keempat sudutnya. Pada dinding-dinding benteng terdapat jendela-jendela berfungsi sebagai lubang-lubang pengintaian dan tempat menaruh meriam. Tampak juga bangunan menara segi empat, pada kedua sisinya terdapat jendela, jam dan pintu. Pada puncaknya secara samar-samar terlihat beberapa meriam yang ujung-ujungnya menjulur ke luar.
Pada masanya, Benteng Frederik Hendrik sepanjang siang dan malam selalu dijaga tentara VOC. Setiap pukul 05.00 pagi dan pukul 20.00 malam, selalu terdengar tembakan meriam. Itu sebagai tanda bagi kalangan tentara dan pemimpin militer agar selalu siap dan terjaga.
Keangkeran Benteng Fredrik Hendrik pundar setelah Republik Indonesia merdeka pada 1945. Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederik Hendrik dipenuhi lumut dan rumput ilalang. Bahkan pada awal 1950-an Taman Wilhelmina yang indah berubah menjadi tak terawat dan sangat kotor.