Benteng Bastion Frederik Hendrik: Simbol Kolonial yang Diruntuhkan Bung Karno

Jum'at, 16 April 2021 - 06:01 WIB
loading...
Benteng Bastion Frederik Hendrik: Simbol Kolonial yang Diruntuhkan Bung Karno
Benteng Bastion Frederik Hendrik yang dibangun pada 1834 oleh Gubernur-Jenderal Hindia Belanda ke-43, Johannes Graaf van den Bosch merupakan pusat pertahanan di Weltevreden. Foto/Ist/Tropen Museum
A A A
JAKARTA - Benteng Bastion Frederik Hendrik yang dibangun pada 1834 oleh Gubernur-Jenderal Hindia Belanda ke-43, Johannes Graaf van den Bosch merupakan pusat pertahanan di Weltevreden (sekarang Jakarta Pusat). Namun, pada 1954 benteng yang menjadi simbol keangkuhan kolonialisme pada abad ke-19 di Kota Batavia itu diruntuhkan oleh Presiden Soekarno .

Gubernur-Jenderal Hindia Belanda Johannes Graaf van den Bosch, dikenal sebagai arsitek yang piawai dalam membangun garis pertahanan. Pada akhir masa jabatannya pada 1834, Van den Bosch yang menjatuhi hukuman buang Pangeran Diponegoro ke Manado, membangun garis pertahanan di wilayah Kebon Sirih yang dikenal dengan Defensielijn van den Bosch. (Baca juga; 26 Hari di Batavia, Jejak Terakhir Pangeran Diponegoro di Tanah Jawa )

Garis pertahanan itu terbentang dari ujung selatan Jalan Bungur Besar di belakang stasiun Senen, memanjang ke utara. Dari ujung yang utara itu garis petahanan membelah ke arah barat melalui Sawah Besar, Krekot, Gang Ketapang. Kemudian membelok ke arah selatan melalui Petojo sampai sebelah barat Lapangan Monas.

Dari sini garis pertahanan itu masih diteruskan lagi sampai ke Tanah Abang, membelok ke timur melalui Jalan Kebon Sirih, Jembatan Prapatan dan Kramat Bunder. Pusat dari garis pertahanan Defensielijn van den Bosch adalah Benteng Frederik Hendrik yang terletak di tengah Wilhelmina Park atau Taman Wilhelmina.

Wilhelmina Park dikenal sebagai taman terluas yang pernah ada di Batavia dan modern di Asia pada abad ke-19. Nama Wilhelmina diambil sebagai bentuk penghormatan warga Hindia Belanda pada calon ratu Wilhelmina.

Taman Wilhelmina merupakan salah satu tempat tamasya favorite para pembesar Kompeni dan tuan tanah di sekitar Weltevreden. Taman ini juga berfungsi sebagai kebun sayur bagi para opsir Belanda di wilayah tersebut.
Benteng Bastion Frederik Hendrik: Simbol Kolonial yang Diruntuhkan Bung Karno


Benteng Bastion Frederik Hendrik pembangunannya dan peletakan batu pertama diresmikan oleh Pangeran Willem Frederik Hendrik. Bangunan benteng dirancang Direktur Zeni di Nederland Indie, Kolonel lonkheer Carel van der Wijck, sedangkan pelaksanaan pembangunan dipercayakan pada Kapten Zeni IGJ George Schonermarck.

Benteng ini berbentuk segi empat dengan bastion pada keempat sudutnya. Pada dinding-dinding benteng terdapat jendela-jendela berfungsi sebagai lubang-lubang pengintaian dan tempat menaruh meriam. Tampak juga bangunan menara segi empat, pada kedua sisinya terdapat jendela, jam dan pintu. Pada puncaknya secara samar-samar terlihat beberapa meriam yang ujung-ujungnya menjulur ke luar.

Pada masanya, Benteng Frederik Hendrik sepanjang siang dan malam selalu dijaga tentara VOC. Setiap pukul 05.00 pagi dan pukul 20.00 malam, selalu terdengar tembakan meriam. Itu sebagai tanda bagi kalangan tentara dan pemimpin militer agar selalu siap dan terjaga.

Keangkeran Benteng Fredrik Hendrik pundar setelah Republik Indonesia merdeka pada 1945. Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederik Hendrik dipenuhi lumut dan rumput ilalang. Bahkan pada awal 1950-an Taman Wilhelmina yang indah berubah menjadi tak terawat dan sangat kotor.

Pada 26 November 1954, atas usulan Presiden Soekarno Pemerintah Kota Jakarta mulai membongkar kompleks Benteng Fredrik Hendrik untuk dibangun masjid Istiqlal. Ada alasan politis dan historis terkait pemilihan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal yang dipilih Bung Karno di bekas bangunan Benteng Frederik Hendrik yang berada di Taman Wilhelmina.

Secara politis bangunan benteng tersebut merupakan lambang penjajah dan dari nilai sejarah tempat itu merupakan taman persembahan untuk Ratu Wilhelmina nenek dari Ratu Beatrix. Apalagi Benteng Frederik Hendrik di masa lampau merupakan monumen kolonial.

Bung Karno ingin menunjukkan satu simbol dari Masjid Istiqlal yang menggambarkan kekuatan Umat Islam di Indonesia. Apalagi nama Istiqlal yang berasal dari bahasa Arab mempunyai arti sepadan dengan kata Kemerdekaan. (Baca juga; Istana Gebang, Rumah Masa Kecil Bung Karno di Blitar yang Penuh Kenangan )

“Keinginan saya, dan juga komunitas Islam di sini, adalah mendirikan sebuah masjid jami yang lebih besar daripada masjid Mohammad Ali di Kairo, lebih besar daripada masjid Salim di Damaskus. Lebih besar! Kenapa? Karena kita adalah bangsa yang besar!” kata Bung Karno dalam Buku "Masa lalu dalam masa kini: Arsitektur Indonesia” PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009.

Menurut Buku Saudagar Baghdad dari Betawi, ketika penghancuran benteng ditemukan terowongan bawah tanah dari beton. Posisi terowongan mulai dari pintu air samping kiri halaman Masjid Istiqlal sekarang atau dekat gardu satpam membentang sampai benteng VOC di Pasar Ikan sepanjang 12 Km.

Selain itu ada satu terowongan lagi yang ditemukan di depan gedung Pertamina sekarang ke arah Selatan atau Berland di Matraman, Jakarta Timur. Sejarahnya, Berland adalah tempat konsentrasi militer Belanda setelah Batavia pindah ke Weltervreden.

Untuk membongkar benteng yang memiliki terowongan bawah tanah berdinding beton yang kokoh memakan waktu hampir satu setengah tahun. Dalam proses penghancuran tersebut pemerintah mengerahkan personel Zeni Angkatan Darat dengan menggunakan dinamit. Pemilik toko es Krim Ragusa yang berada di seberang Masjid Istiqlal dalam buku Alwi Shahab menceritakan dampak ledakan dinamit banyak kaca-kaca retak.

Situasi ekonomi yang tidak mendukung proyek fantastis itu, Bung Karno akhirnya memilih mendahulukan pembangunan Monumen Nasional (Monas) daripada Masjid Istiqlal. Bung Karno beralasan, pembangunan masjid akan tetap berjalan meskipun beliau sudah tidak ada, sedangkan Monas akan terbengkalai jika dia sudah tidak ada.

Padangan Bung Karno terbukti, pada 22 Februari 1978 pembangunan masjid Istiqlal rampung dan diresmikan Presiden Soeharto. Atau, sekitar 8 tahun setelah Bung Karno wafat. (Baca juga; Siap Diresmikan Sebelum Idul Adha, Wajah Baru Istiqlal Bikin Penasaran )

Diolah dari berbagai sumber;jakarta.go.id,perpusnas.go.id.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1820 seconds (0.1#10.140)