Petugas Damkar Depok Bongkar Dugaan Korupsi di Tempatnya Bekerja, Imam: Maksudnya Apa?
loading...
A
A
A
DEPOK - Wakil Wali Kota Depok Imam Budi Hartono angkat bicara soal dugaan korupsi di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok yang dibongkar oleh salah satu anggotanya sendiri. Pengungkapan dugaan korupsi itu bermula dari anggota Damkar bernama Sandi yang berfoto membawa poster dan viral di media sosial.
Imam mengaku sampai saat ini belum mendalami detil kasusnya. Dia meminta kasus ini diselesaikan secara internal. “Kalau belum mendalami secara baik ya, kasus itu apa gitu. Kalau di internal sebaiknya diselesaikan di internal dulu,” ujarnya, Selasa (13/4/2021).
Baca juga: Bernyali! Petugas Damkar Depok Bongkar Dugaan Korupsi di Tempatnya Bekerja
Dia juga belum berbicara dengan dinas yang bersangkutan. Hal ini perlu diselidiki lebih mendalam terlebih dahulu, termasuk motif anggota yang melakukannya. “Iya apa itu. Makanya ketika ada di media sosial nggak jelas gitu apa maksudnya,” ucapnya.
Dia mempertanyakan Sandi yang bersuara melalui media sosial, padahal hal itu bisa dibicarakan dengan pimpinan di dinas tersebut.
“Kita cari tahu dulu sebaiknya diselesaikan dulu di tingkat inspektur. Lewat situ dulu jangan ngadu ke atas-atas. Nggak tau apa salurannya tertutup atau tidak mengerti mekanisme pemerintahan. Ya saya tanyakan kenapa ke medsos karena mereka punya atasan, sebagai kasinya atau kabidnya atau kepala dinasnya. Kalau di sana tidak bisa ditangani baru naik,” ungkap Imam.
Di media sosial, Sandi berpose membawa poster bertuliskan “Pak Presiden Jokowi Tolong Usut Tindak Pidana Korupsi Dinas Pemadam Kebakaran Depok #StopKorupsiDamkar”.
Baca juga: Petugas Damkar Depok Pantang Pulang Sebelum Padam
Sandi berupaya membongkar dugaan korupsi yang terjadi di Damkar Depok. Menurut dia, sarana dan prasarana yang diterima petugas dianggap tidak sesuai spesifikasi, padahal dalam melaksanakan tugas dirinya berhadapan dengan bencana.
Dia juga menduga ada penggelapan dana lain. Dia mengaku pernah menandatangani bukti penerimaan uang sebesar Rp1,8 juta, namun yang diterima hanya separuhnya.
Sedangkan, untuk honor bulanan yang diterima, dia mengaku ada potongan sebesar Rp200 ribu. Honor yang diterima seharusnya Rp3,4 juta. “Katanya untuk BPJS, sedangkan BPJS pemerintah sudah ada anggarannya. Alasan pejabat kan nggak ada anggarannya,” kata Sandi.
Imam mengaku sampai saat ini belum mendalami detil kasusnya. Dia meminta kasus ini diselesaikan secara internal. “Kalau belum mendalami secara baik ya, kasus itu apa gitu. Kalau di internal sebaiknya diselesaikan di internal dulu,” ujarnya, Selasa (13/4/2021).
Baca juga: Bernyali! Petugas Damkar Depok Bongkar Dugaan Korupsi di Tempatnya Bekerja
Dia juga belum berbicara dengan dinas yang bersangkutan. Hal ini perlu diselidiki lebih mendalam terlebih dahulu, termasuk motif anggota yang melakukannya. “Iya apa itu. Makanya ketika ada di media sosial nggak jelas gitu apa maksudnya,” ucapnya.
Dia mempertanyakan Sandi yang bersuara melalui media sosial, padahal hal itu bisa dibicarakan dengan pimpinan di dinas tersebut.
“Kita cari tahu dulu sebaiknya diselesaikan dulu di tingkat inspektur. Lewat situ dulu jangan ngadu ke atas-atas. Nggak tau apa salurannya tertutup atau tidak mengerti mekanisme pemerintahan. Ya saya tanyakan kenapa ke medsos karena mereka punya atasan, sebagai kasinya atau kabidnya atau kepala dinasnya. Kalau di sana tidak bisa ditangani baru naik,” ungkap Imam.
Di media sosial, Sandi berpose membawa poster bertuliskan “Pak Presiden Jokowi Tolong Usut Tindak Pidana Korupsi Dinas Pemadam Kebakaran Depok #StopKorupsiDamkar”.
Baca juga: Petugas Damkar Depok Pantang Pulang Sebelum Padam
Sandi berupaya membongkar dugaan korupsi yang terjadi di Damkar Depok. Menurut dia, sarana dan prasarana yang diterima petugas dianggap tidak sesuai spesifikasi, padahal dalam melaksanakan tugas dirinya berhadapan dengan bencana.
Dia juga menduga ada penggelapan dana lain. Dia mengaku pernah menandatangani bukti penerimaan uang sebesar Rp1,8 juta, namun yang diterima hanya separuhnya.
Sedangkan, untuk honor bulanan yang diterima, dia mengaku ada potongan sebesar Rp200 ribu. Honor yang diterima seharusnya Rp3,4 juta. “Katanya untuk BPJS, sedangkan BPJS pemerintah sudah ada anggarannya. Alasan pejabat kan nggak ada anggarannya,” kata Sandi.
(jon)