Ombudsman Telusuri Kok Bisa Crazy Rich Helena Lim Dapat Vaksin di Puskesmas Kebon Jeruk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman Jakarta Raya menyayangkan lolosnya crazy rich Helena Lim dan koleganya yang memperoleh vaksin di Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat hanya dengan bermodalkan surat keterangan sebagai mitra salah satu apotek di Jakarta.
“Ada potensi ini merupakan fenomena puncak gunung es terkait buruknya database nakes dan alur distribusi vaksin bagi nakes yang berhak mendapatkan vaksinasi tahap awal di Jakarta,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/2/2021). Baca juga: Viral Crazy Rich Helena Lim Dapat Vaksinasi Gratis, Dinkes DKI Lakukan Investigasi
Sesuai kewenangan yang dimiliki dalam melakukan pengawasan pelayanan publik di wilayahnya, Ombudsman Jakarta Raya akan meminta keterangan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
“Pemeriksaan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan, namun lebih ditujukan pada upaya perbaikan yang perlu dilakukan jika ada celah dalam database dan mekanisme distribusi vaksin sesuai ketentuan,” kata Teguh.
Ombudsman menganggap hal ini penting sebagai bagian evaluasi yang harus dilakukan Dinkes dan Satgas Covid-19 Jakarta. “Kebocoran ini juga dapat kita lihat sebagai blessing in disguised terhadap tata kelola vaksinasi di Jakarta karena di tahap pertama yang jumlahnya kecil yaitu hanya untuk nakes dan frontliner pelayanan, kebocoran sudah muncul dan upaya perbaikan bisa segera dilakukan,” ungkapnya.
Sebagaimana disampaikan, penerima vaksin tahap pertama di Jakarta adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran dan bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan jumlah 119.145 orang. Baca juga: Wagub DKI Heran Crazy Rich Helena Lim Bisa Dapat Vaksinasi Gratis
Pemprov DKI juga mengklaim sudah memiliki sistem verifikasi bertahap di mana penerima vaksin akan menerima SMS dari ID Peduli Covid, dilanjutkan dengan registrasi ulang secara online atau offline kepada Bhabinkamtibmas yang didampingi RT/RW serta petugas kesehatan kecamatan.
Penerima selanjutnya memilih tempat vaksinasi, kemudian Sistem Informasi Satu Data Covid akan mengirimkan tiket elektronik. “By system, seharusnya sulit bagi yang tidak berhak memperoleh vaksin. Terlebih, sesuai PMK tersebut vaksinasi merupakan sistem secara keseluruhan dari proses perencanaan sampai ke tahap pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5. Artinya, sejak awal vaksin yang akan diberikan sudah dipastikan ditujukan kepada penerima yang diajukan dalam tahap perencanaan,” ujar Teguh.
Dengan pengalaman tata kelola program imunisasi yang telah berjalan puluhan tahun, kebocoran penerima manfaat vaksin sebetulnya cukup mengherankan.
“Kenapa petugas puskesmas begitu mudah memberikan persetujuan untuk memberikan vaksinasi? Apakah sistem yang disiapkan Pemprov DKI gagal menampilkan nama penerima by name by address yang boleh divaksin di puskesmas tersebut?” katanya.
Lihat Juga: Ombudsman Ungkap Penyebab Penyediaan Hunian bagi Korban Banjir Bandang di Bogor Berlarut-larut
“Ada potensi ini merupakan fenomena puncak gunung es terkait buruknya database nakes dan alur distribusi vaksin bagi nakes yang berhak mendapatkan vaksinasi tahap awal di Jakarta,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/2/2021). Baca juga: Viral Crazy Rich Helena Lim Dapat Vaksinasi Gratis, Dinkes DKI Lakukan Investigasi
Sesuai kewenangan yang dimiliki dalam melakukan pengawasan pelayanan publik di wilayahnya, Ombudsman Jakarta Raya akan meminta keterangan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
“Pemeriksaan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan, namun lebih ditujukan pada upaya perbaikan yang perlu dilakukan jika ada celah dalam database dan mekanisme distribusi vaksin sesuai ketentuan,” kata Teguh.
Ombudsman menganggap hal ini penting sebagai bagian evaluasi yang harus dilakukan Dinkes dan Satgas Covid-19 Jakarta. “Kebocoran ini juga dapat kita lihat sebagai blessing in disguised terhadap tata kelola vaksinasi di Jakarta karena di tahap pertama yang jumlahnya kecil yaitu hanya untuk nakes dan frontliner pelayanan, kebocoran sudah muncul dan upaya perbaikan bisa segera dilakukan,” ungkapnya.
Sebagaimana disampaikan, penerima vaksin tahap pertama di Jakarta adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran dan bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan jumlah 119.145 orang. Baca juga: Wagub DKI Heran Crazy Rich Helena Lim Bisa Dapat Vaksinasi Gratis
Pemprov DKI juga mengklaim sudah memiliki sistem verifikasi bertahap di mana penerima vaksin akan menerima SMS dari ID Peduli Covid, dilanjutkan dengan registrasi ulang secara online atau offline kepada Bhabinkamtibmas yang didampingi RT/RW serta petugas kesehatan kecamatan.
Penerima selanjutnya memilih tempat vaksinasi, kemudian Sistem Informasi Satu Data Covid akan mengirimkan tiket elektronik. “By system, seharusnya sulit bagi yang tidak berhak memperoleh vaksin. Terlebih, sesuai PMK tersebut vaksinasi merupakan sistem secara keseluruhan dari proses perencanaan sampai ke tahap pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5. Artinya, sejak awal vaksin yang akan diberikan sudah dipastikan ditujukan kepada penerima yang diajukan dalam tahap perencanaan,” ujar Teguh.
Dengan pengalaman tata kelola program imunisasi yang telah berjalan puluhan tahun, kebocoran penerima manfaat vaksin sebetulnya cukup mengherankan.
“Kenapa petugas puskesmas begitu mudah memberikan persetujuan untuk memberikan vaksinasi? Apakah sistem yang disiapkan Pemprov DKI gagal menampilkan nama penerima by name by address yang boleh divaksin di puskesmas tersebut?” katanya.
Lihat Juga: Ombudsman Ungkap Penyebab Penyediaan Hunian bagi Korban Banjir Bandang di Bogor Berlarut-larut
(jon)