Soal Penangkapan Pendiri Pasar Muamalah Zaim Saidi, Komisi XI DPR Minta Polisi Hati-hati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penggunaan dinar dan dirham sebagai alat transaksi belakangan ramai diperbicangkan. Hal tersebut menyusul ditahannya penggagas Pasar Muamalah Depok, Zaim Saidi oleh Bareskrim Mabes Polri.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menilai kasus yang dialami Zaim Saidi perlu didalami dengan teliti. Perlu digali alasan jelas, apakah penggunaan dinar dan dirham pada Pasar Muamalah itu memang benar diniatkan untuk mengganti rupiah. Atau sekadar alat tukar komplementer seperti biasa terjadi di tempat-tempat lain, misalnya koin tempat bermain anak-anak.
"Jika memang terjadi kesalahan, dan dengan pertimbangan bahwa besaran nilainya yang masih sangat kecil, maka diharapkan pihak berwajib hendaknya lebih mengutamakan fungsi edukasi daripada pendekatan penangkapan yang terkesan represif,” kata Anis dalam keterangannya, Sabtu (6/2/2021).
Dia mengingatkan jangan sampai isu tersebut malah memunculkan kesan bahwa pemerintah tidak berpihak terhadap kepentingan umat Islam. Sebab istilah dinar dan dirham sangat akrab dengan umat Islam, seperti yang tertulis di surat Ali Imran Ayat 175 dan Surat Yusuf Ayat 20.
Untuk itu, ia mengimbau agar pemerintah bertindak lebih bijaksana dan mengarahkan semangat kepemilikan dinar dan dirham. Tujuannya agar dapat lebih bersinergi dengan gerakan ekonomi syariah yang menjadi salah satu program andalan pemerintah saat ini.
"Contohnya seperti pengembangan produk jual beli emas di bank syariah, atau contoh lain wakaf produktif menggunakan dinar dan dirham,” ucapnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menahan Zaim Saidi setelah diamankan pada Selasa (2/2/2021) malam. Tersangka ditahan berdasarkan dua alasan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Zaim Saidi dipersangkakan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dia terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menilai kasus yang dialami Zaim Saidi perlu didalami dengan teliti. Perlu digali alasan jelas, apakah penggunaan dinar dan dirham pada Pasar Muamalah itu memang benar diniatkan untuk mengganti rupiah. Atau sekadar alat tukar komplementer seperti biasa terjadi di tempat-tempat lain, misalnya koin tempat bermain anak-anak.
"Jika memang terjadi kesalahan, dan dengan pertimbangan bahwa besaran nilainya yang masih sangat kecil, maka diharapkan pihak berwajib hendaknya lebih mengutamakan fungsi edukasi daripada pendekatan penangkapan yang terkesan represif,” kata Anis dalam keterangannya, Sabtu (6/2/2021).
Dia mengingatkan jangan sampai isu tersebut malah memunculkan kesan bahwa pemerintah tidak berpihak terhadap kepentingan umat Islam. Sebab istilah dinar dan dirham sangat akrab dengan umat Islam, seperti yang tertulis di surat Ali Imran Ayat 175 dan Surat Yusuf Ayat 20.
Untuk itu, ia mengimbau agar pemerintah bertindak lebih bijaksana dan mengarahkan semangat kepemilikan dinar dan dirham. Tujuannya agar dapat lebih bersinergi dengan gerakan ekonomi syariah yang menjadi salah satu program andalan pemerintah saat ini.
"Contohnya seperti pengembangan produk jual beli emas di bank syariah, atau contoh lain wakaf produktif menggunakan dinar dan dirham,” ucapnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menahan Zaim Saidi setelah diamankan pada Selasa (2/2/2021) malam. Tersangka ditahan berdasarkan dua alasan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Zaim Saidi dipersangkakan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP dan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dia terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun.
(thm)