Bima Arya Berencana Kumpulkan Wali Kota se-Indonesia Bahas Omnibus Law
loading...
A
A
A
BOGOR - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengusulkan untuk mengumpulkan seluruh Wali Kota se-Indonesia terkait aspirasi demonstrasi penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Bima Arya yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) mengaku sudah menyusun sejumlah poin baru terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan.
"Saya sedang susun poin-poin baru dan saya juga sudah minta Ketua APEKSI untuk segera virtual meeting (mengumpulkan seluruh Wali Kota) membahas Omnibus Law," kata Bima Arya di Bogor, Jumat (9/10/2020)
Bima Arya menilai UU Omnibus Law UU Ciptaker banyak mengandung kontroversi, sehingga wajar menuai penolakan keras dari elemen masyarakat. "Banyak kontroversi yang ada dalam UU Cipta Kerja. Di antaranya kecenderungan resentralisasi. Penguatan kewenangan pusat sangat terlihat di UU ini," tegasnya.
Bima menuturkan, hal itu berdampak kepada kewenangan pemerintah daerah. Padahal semangat yang dikedepankan adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. (Baca juga; Bima Arya Protes APEKSI Tak Pernah Dilibatkan Dalam Perumusan Omnibus Law )
Namun demikian, lanjut Bima, jelas bahwa kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Menurutnya Undang Undang ini lebih banyak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat. “Karena itu harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah," ucapnya.
Utamanya, kata Bima, terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di masing-masing daerah. “Karena itu sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses omnibus law tidak maksimal dilakukan," tambah Bima.
Menurut catatannya, belum pernah ada sesi pembahasan antara APEKSI dengan DPR RI. "APEKSI punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draft UU, terutama soal perizinan dan tata ruang,” tambah Bima. (Lihat Foto-Foto; Tolak Omnibus Law, Ribuan Massa Geruduk Grahadi Surabaya )
Bima Arya meminta dalam merumuskan Peraturan Pemerintah nanti harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga, ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan Pemerintah Daerah, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata Perizinan hilang dari konsep omnibus. Di mana izin disebutkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi,” katanya.
Secara kelembagaan, lanjut Bima, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). “Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di omnibus law, maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan,” ujar Bima.
“Di UU omnibus ini DPMPTSP disebut penilik. Penilik adalah pengawas yang turun langsung ke proyek. Di sinilah akan terjadi moral hazard ketika berhadapan di lapangan kemudian bertatap muka dan sebagainya. Ini mungkin celah-celah yang harus dikritisi dalam UU omnibus ini,” katanya.
Jadi di dalam PP nanti kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam UU ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh Pusat atau oleh Pemerintah Daerah. "Nah, ada kata ‘atau’ ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam Undang Undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, gelombang aksi penolakan UU Cipta Kerja hingga kemarin terjadi di sejumlah daerah. Hal itu mengindikasikan aturan baru tersebut ditolak masyarakat di sejumlah daerah. (Baca juga; Iwan Fals Ngetwit Demo Omnibus Law, Warganet: Om Tak seperti Dulu Lagi )
Terkait dengan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkeinginan untuk mengumpulkan seluruh Gubernur di tanah air untuk membahas aturan baru tersebut. Pertemuannya akan dilakukan secara virtual pada Jumat 9 Oktober 2020.
Pertemuannya itu dalam rangka membicarakan aspirasi masyarakat yang menolak adanya UU Cipta Kerja. Hal itu diungkapkan Anies yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) kepada para demonstran di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat pada Kamis (8/10/2020) malam.
"Saya sedang susun poin-poin baru dan saya juga sudah minta Ketua APEKSI untuk segera virtual meeting (mengumpulkan seluruh Wali Kota) membahas Omnibus Law," kata Bima Arya di Bogor, Jumat (9/10/2020)
Bima Arya menilai UU Omnibus Law UU Ciptaker banyak mengandung kontroversi, sehingga wajar menuai penolakan keras dari elemen masyarakat. "Banyak kontroversi yang ada dalam UU Cipta Kerja. Di antaranya kecenderungan resentralisasi. Penguatan kewenangan pusat sangat terlihat di UU ini," tegasnya.
Bima menuturkan, hal itu berdampak kepada kewenangan pemerintah daerah. Padahal semangat yang dikedepankan adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. (Baca juga; Bima Arya Protes APEKSI Tak Pernah Dilibatkan Dalam Perumusan Omnibus Law )
Namun demikian, lanjut Bima, jelas bahwa kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Menurutnya Undang Undang ini lebih banyak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat. “Karena itu harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah," ucapnya.
Utamanya, kata Bima, terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di masing-masing daerah. “Karena itu sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses omnibus law tidak maksimal dilakukan," tambah Bima.
Menurut catatannya, belum pernah ada sesi pembahasan antara APEKSI dengan DPR RI. "APEKSI punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draft UU, terutama soal perizinan dan tata ruang,” tambah Bima. (Lihat Foto-Foto; Tolak Omnibus Law, Ribuan Massa Geruduk Grahadi Surabaya )
Bima Arya meminta dalam merumuskan Peraturan Pemerintah nanti harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga, ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan Pemerintah Daerah, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata Perizinan hilang dari konsep omnibus. Di mana izin disebutkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi,” katanya.
Secara kelembagaan, lanjut Bima, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). “Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di omnibus law, maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan,” ujar Bima.
“Di UU omnibus ini DPMPTSP disebut penilik. Penilik adalah pengawas yang turun langsung ke proyek. Di sinilah akan terjadi moral hazard ketika berhadapan di lapangan kemudian bertatap muka dan sebagainya. Ini mungkin celah-celah yang harus dikritisi dalam UU omnibus ini,” katanya.
Jadi di dalam PP nanti kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam UU ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh Pusat atau oleh Pemerintah Daerah. "Nah, ada kata ‘atau’ ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam Undang Undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, gelombang aksi penolakan UU Cipta Kerja hingga kemarin terjadi di sejumlah daerah. Hal itu mengindikasikan aturan baru tersebut ditolak masyarakat di sejumlah daerah. (Baca juga; Iwan Fals Ngetwit Demo Omnibus Law, Warganet: Om Tak seperti Dulu Lagi )
Terkait dengan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkeinginan untuk mengumpulkan seluruh Gubernur di tanah air untuk membahas aturan baru tersebut. Pertemuannya akan dilakukan secara virtual pada Jumat 9 Oktober 2020.
Pertemuannya itu dalam rangka membicarakan aspirasi masyarakat yang menolak adanya UU Cipta Kerja. Hal itu diungkapkan Anies yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) kepada para demonstran di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat pada Kamis (8/10/2020) malam.
(wib)