Jakarta Islamic Center, dari Lokalisasi Menjadi Pusat Agama Islam Terbesar di Ibu Kota
loading...
A
A
A
Akhirnya awal 2001, Pembangunan Kawasan Masjid JIC sudah dimulai dan dikonsep secara matang baik dari sisi pembangunan, aspek hukum yang kuar, pembentukan kelembagaan hingga SDM yang telah di siapkan dengan baik. "Dan ini dibantu konsultan yang melakukan studi banding hingga ke Mesir, Iran, Perancis dan Inggris. Konsep pembagunannya mengadopsi budaya Timur dan Barat," tuturnya.
Masjid Raya JIC selesai dibangun pada 2003 dan diresmikan langsung oleh Sutiyoso pada 4 Maret 2003 dan ditandai dengan salat Jumat perdana. Pada 2005 Pemerintah mulai melakukan pembangunan tiang pancang di bagian gedung diklat sebelah Masjid Raya dan dilanjutkan pembangunan ke wisma bisnis center pada oktober 2006.
"Total ada lima bangunan. Satu bangunan masjid, satu gedung untuk Diklat dan tiga bangunan gedung untuk bisnis," Ucap Paimun.
Konsep Pendidikan dan Bisnis Syariah
Meskipun tujuan utama dari pembangunan Jakarta Islamic Center (JIC) adalah untuk menghilangkan jejak kelam lokasi prostitusi di ujung Jakarta. Namun Pemerintah saat itu berkonsep bahwa berdirinya masjid dan tempat pengkajian ini bisa menjadi sebuah akses bagi masyarakat maupun tamu negara yang ingin belajar agama Islam lebih mendalam.
"Jadi memang konsep utama adalah menghilangkan jejak hitam lokasi ini yang dulu. Lalu secara matang pengubahan tempat ino tidak hanya untuk menjadi masjid. Tetapi juga untuk Aspek Pendidikan, Aspek Bisnis (hotel, perkantoran dan convention), dan puncaknya Aspek Spiritual," kata Paimun.
Paimun menuturkan, Aspek Bisnis yang dimaksud dalam JIC sendiri adalah penerapan bisnis Syariah yang kala itu belum ada di Jakarta. "Untuk itu pembangunan wisma atau hotel yang berada di JIC memang bertujuan untuk melaksanakan aspek ekonomi syariah. Nah kita menghadirkan nuansa baru ada hotel di masjid untuk mendukung wisata Islam," ujarnya.
Paimun menjelaskan, meskipun Hotel JIC sudah jadi tetapi belum sempat berbisnis karena masih belum diizinkan. Karena masih belum digunakan, oleh Gubernur Basuki atau Ahok, hotel ini dipakai sebagai tempat jabatan kepemimpinan DKI Jakarta. Selain itu di Hotel JIC juga pernah dipakai oleh ratusan orang yang mengikuti acara Cyberisasi Masjid dan 2019 acara Islamic Center juga dilakukan.
Selain hotel, JIC juga mengelola bisnis gedung perkantoran dan gedung convention. Hampir sama seperti nasib Hotel yang juga masih belum mulai operasionalnya. "Karena aspek bisnis masih belum boleh. Karena belum digunakan aspek bisnis. Selama ini hanya pendidikan dan saat ini kami hanya berharap soal akses dan kita masih menunggu. Karena konsep awal itu tidak seperti sekarang atau UPT tapi dibawah Sekda," tuturnya.
Terkait soal pendidikan atau pengkajian agama Islam, Paimun mengatakan bahwa dalam setahun JIC di kunjungi masyarakat dari belahan pelosok Indonesia. Bahkan banyak wisatawan baik dari kawasan timur dan eropa melakukan kunjungan untuk mengetahui dan mendalami sejarah Islam.
"Selama setahun, JIC dikunjungi sekitar 3 juta orang. Dalam hal ini seperti slat wajib, kunjungan warga timur tengah yang datang untuk kerja sama membuat kajian pendidikan islam, dari Amerika juga kemarin. Termasuk juga peneliti baik dari Jepang, Singapura. Jadi JIC ini menjadi rujukan sebagai budaya betawi," Tuturnya.
Masjid Raya JIC selesai dibangun pada 2003 dan diresmikan langsung oleh Sutiyoso pada 4 Maret 2003 dan ditandai dengan salat Jumat perdana. Pada 2005 Pemerintah mulai melakukan pembangunan tiang pancang di bagian gedung diklat sebelah Masjid Raya dan dilanjutkan pembangunan ke wisma bisnis center pada oktober 2006.
"Total ada lima bangunan. Satu bangunan masjid, satu gedung untuk Diklat dan tiga bangunan gedung untuk bisnis," Ucap Paimun.
Konsep Pendidikan dan Bisnis Syariah
Meskipun tujuan utama dari pembangunan Jakarta Islamic Center (JIC) adalah untuk menghilangkan jejak kelam lokasi prostitusi di ujung Jakarta. Namun Pemerintah saat itu berkonsep bahwa berdirinya masjid dan tempat pengkajian ini bisa menjadi sebuah akses bagi masyarakat maupun tamu negara yang ingin belajar agama Islam lebih mendalam.
"Jadi memang konsep utama adalah menghilangkan jejak hitam lokasi ini yang dulu. Lalu secara matang pengubahan tempat ino tidak hanya untuk menjadi masjid. Tetapi juga untuk Aspek Pendidikan, Aspek Bisnis (hotel, perkantoran dan convention), dan puncaknya Aspek Spiritual," kata Paimun.
Paimun menuturkan, Aspek Bisnis yang dimaksud dalam JIC sendiri adalah penerapan bisnis Syariah yang kala itu belum ada di Jakarta. "Untuk itu pembangunan wisma atau hotel yang berada di JIC memang bertujuan untuk melaksanakan aspek ekonomi syariah. Nah kita menghadirkan nuansa baru ada hotel di masjid untuk mendukung wisata Islam," ujarnya.
Paimun menjelaskan, meskipun Hotel JIC sudah jadi tetapi belum sempat berbisnis karena masih belum diizinkan. Karena masih belum digunakan, oleh Gubernur Basuki atau Ahok, hotel ini dipakai sebagai tempat jabatan kepemimpinan DKI Jakarta. Selain itu di Hotel JIC juga pernah dipakai oleh ratusan orang yang mengikuti acara Cyberisasi Masjid dan 2019 acara Islamic Center juga dilakukan.
Selain hotel, JIC juga mengelola bisnis gedung perkantoran dan gedung convention. Hampir sama seperti nasib Hotel yang juga masih belum mulai operasionalnya. "Karena aspek bisnis masih belum boleh. Karena belum digunakan aspek bisnis. Selama ini hanya pendidikan dan saat ini kami hanya berharap soal akses dan kita masih menunggu. Karena konsep awal itu tidak seperti sekarang atau UPT tapi dibawah Sekda," tuturnya.
Terkait soal pendidikan atau pengkajian agama Islam, Paimun mengatakan bahwa dalam setahun JIC di kunjungi masyarakat dari belahan pelosok Indonesia. Bahkan banyak wisatawan baik dari kawasan timur dan eropa melakukan kunjungan untuk mengetahui dan mendalami sejarah Islam.
"Selama setahun, JIC dikunjungi sekitar 3 juta orang. Dalam hal ini seperti slat wajib, kunjungan warga timur tengah yang datang untuk kerja sama membuat kajian pendidikan islam, dari Amerika juga kemarin. Termasuk juga peneliti baik dari Jepang, Singapura. Jadi JIC ini menjadi rujukan sebagai budaya betawi," Tuturnya.