Kejaksaan Negeri Depok Terima 506 SPDP dari Polisi

Jum'at, 11 September 2020 - 22:03 WIB
loading...
Kejaksaan Negeri Depok Terima 506 SPDP dari Polisi
Kejaksaan Negeri Depok. Foto/Okezone
A A A
DEPOK - Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok mencatat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara tindak pidana dari kepolisian cukup signifikan jumlahnya. Setidaknya dalam periode 1 Januari hingga 10 September 2020 tercatat 506 SPDP.

“Periode itu kami terima 506 SPDP dari kepolisian,” kata Kasubsi Penuntutan Pidana Umum Kejaksaan Negeri Depok, Hengki Charles Pangaribuan kepada wartawan di Depok, Jumat (11/9/2020). ( )

Dia menuturkan, dari total 506 SPDP tersebut, sebanyak 406 berkas sudah Tahap Satu dan sudah dikirim ke Kejaksaan. “Sebanyak 381 berkas telah dilakukan proses penuntutan dan untuk perkara yang lebih dominan adalah perkara narkotika,” ungkapnya.

Diketahui bahwa Kejaksaan Agung menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. Yang dimaksud dengan keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

“Untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat maka, Kejaksaan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yang diharapkan tidak ada lagi penuntutan-penuntutan yang melukai hati nurani masyarakat. Penghentian penuntutan dilaksanakan dengan berazaskan keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan cepat, sederhana, dan biaya ringan,” tuturnya.

Akan tetapi, tidak semua perkara dapat dilakukan penghentian penuntutan. Kasubsi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok Alfa Dera menerangkan, berdasarkan Peraturan Kejaksaan tersebut ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atau kriteria yang dapat dilakukan dalam penghentian penuntutan. “Selain itu, harus mendapat persetujuan dari Kejaksaan Tinggi,” kata Alfa Dera.

Dia menambahkan, data-data kriministik tersebut menjadi salah satu bahan atau pertimbangan dalam menentukan tema-tema yang akan digunakan dalam penyuluhan atau peningkatan hukum kepada masyarakat dengan harapan, penyuluhan hukum ini dapat memberikan pencerahan dalam media digital melalui sosial media sehingga dapat menekan laju tindak pidana.

“Selama ini kami melihat data statistik upaya-upaya pencegahan melalui media sosial maupun melalui konten-konten kreatif bilamana dihubungkan dengan statistik, sangat berpengaruh atau mempengaruhi misalnya, mengenai tawuran. Kita mencoba membuat konten-konten terkait dengan aturan-aturan kemudian kita melakukan sosialisasi. Hal itu diharapkan nantinya dapat menurunkan tindak pidana,” harapnya.

Alfa menuturkan bahwa Jaksa Agung telah menerbitkan landasan hukum terkait dengan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan. Perja ini menjadi dasar untuk melakukan penghentian atas perkara-perkara yang sebenarnya tidak perlu naik ke persidangan. ( )

“Seperti perkara seorang Nenek yang mencuri sepotong kayu yang harus disidangkan. Dikarenakan terbentur dengan hukum acara pidana sehingga memaksa Jaksa harus menyidangkan perkara tersebut. Maka, lahirnya Perja Nomor 15 tahun 2020 ini diharapkan tidak ada lagi penuntutan-penuntutan yang dapat melukai hati nurani masyarakat,” pungkasnya.
(mhd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2241 seconds (0.1#10.140)