Tangsel, Kota Seribu Pak Ogah

Sabtu, 05 September 2020 - 08:03 WIB
loading...
A A A
"Kalau dulu orang markir pada mabuk, jadi diri di tengah buat gaya-gayaan doang. Buat yang masih begitu, ya masing-masing saja. Tetapi kalau di sini mah mabok sambil markir diomelin sama senior. Karena bahaya, bisa jadi korban tabrak lari," sambung Nasrul. (Baca juga: Pengusaha Wisata Bandung Tolak Rencana Bandara Husein Jadi Domestik)

Tidak jarang Narsul dan teman-temannya juga terlibat keributan dengan anggota ormas yang sering berlalu lalang. Risiko di jalan sangat besar. Sebagai pekerja informal, pak ogah memang sering kali dianaktirikan.

"Saya berharap, pak ogah juga dapat subsidi dari pemerintah. Apalagi di masa Covid-19 kayak gini. Pak ogah juga banyak yang kena dampaknya. Tetapi, kerjaan kita juga jangan direcokin dong. Jangan kita dianggap membantu tapi digaruk juga," jelas Nasrul.

Menurutnya, pak ogah merupakan jalan hidup di tengah himpitan ekonomi. Selama belum ada pekerjaan yang layak, Nasrul dan ratusan pak ogah lainnya akan tetap berada di jalan.

"Yang buat kita eksis, pertama perut. Terus kalau gak ada orang di tengah jalan, pasti bakal chaos, kecelakaan. Tambah lagi rambu lalu lintas juga gak ada. Bisa sih gak ada pak ogah. Taro ada lampu merah. Musuh kita kan cuma satu, lampu merah," sambungnya.

Hal senada diungkapkan Jabrid. Dia memilih bekerja sebagai pak ogah sembari ngojek. Menurutnya, ini pekerjaan yang cocok baginya karena penghasilannya bisa harian.

"Boro-boro buat mabuk, buat sekolah saja sudah puyeng. Itu buat keluarga. Kalau gaji kerja bulanan cuma Rp1,5 juta, mana cukup? Bocah sekarang, kalau gak dikasih ongkos, gak mau berangkat sekolah. Yang penting anak-anak sekolah, jangan kayak bapaknya kalau sudah gede. Itu saja saya mah," jelasnya.

Dalam sehari Jabrid bisa mendapat Rp100.000 jika beruntung. Kadang, hanya Rp50.000. Uang itu dia gunakan untuk makan keluarga dan ongkos sekolah anak-anaknya. (Lihat videonya: Pekerja Diduga Lalai Dua Bangunan Ruko Roboh)

"Sehari kalau lagi enak Rp100.000, kadang Rp60.000, bisa Rp50.000. Buat makan keluarga dan ongkos bocah sekolah habis. Kalau harapan buat pemerintah, kita susah juga ya, soalnya ini kan parkiran liar. Tapi gak markirin, macet kampung kita, rawan kecelakaan, gak dapet duit juga," katanya. (Hasan Kurniawan)
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1678 seconds (0.1#10.140)