Tangsel, Kota Seribu Pak Ogah

Sabtu, 05 September 2020 - 08:03 WIB
loading...
A A A
Sementara itu, Kasat Lantas Polres Tangsel AKP Bayu Marfiando membenarkan, pak ogah sangat membantu kepolisian di dalam mengatur lalu lintas, terutama di jalan-jalan yang tidak ada dan jarang dipantau petugas. "Sejauh ini sangat membantu Mas, belum kita datakan ulang keseluruhannya," katanya.

Harus Tahan Malu

Nasrul, salah seorang pak ogah , mengatakan, sudah 15 tahun menjadi pak ogah di perempatan Mandor Miroh, Kampung Pondok Jengkol, Kelurahan Pondok Aren, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangsel. Selama ini penghasilannya jadi pak ogah dirasa cukup.

"Saya 15 tahun menjadi pak ogah. Karena pendidikan gak selesai, ijazah gak ada, kerja juga butuh skill, keahlian cuma di sini, dan tidak jauh dari rumah. Juga tidak terikat waktu, bisa datang kapan saja. Tapi kalau ada yang lebih enak mah, kita juga mau kalau ada kerjaan yang lebih enak," ucap Nasrul.

Di tempatnya markir, di tengah jalan perempatan Mandor Miroh, tidak ada ormas sehingga warga saling mengisi dan bergantian mengatur lalu lintas. Pengaturan jalanan pun dilakukan sesuai jadwal seorang-seorang. "Dulu normalnya per orang sejam. Karena orangnya banyak di sini, sejam kalau maksimal bisa dapat Rp200.000. Tetapi gak rata juga pembagian waktunya, sebetulnya secukupnya si tukang parkirnya saja. Kalau sudah merasa cukup, ya sudah," paparnya. (Baca juga: 5 Camilan Malam yang Enak, juga Menyehatkan)

Berdiri di tengah jalan yang padat dan banyak kendaraan ngebut bukan perkara mudah. Dibutuhkan keahlian. Karena jika hanya diam di tengah jalan, lalu lintas akan semakin ruwet. Apalagi jika hanya mengambil uang pemberian. Karena selain uang, pak ogah juga harus menjamin lalu lintas lancar.

"Normalnya sih 1,5 jam sudah pegal kaki. Pegal sama muka juga malu, hahaha. Butuh keahlian markir begini doang juga, kalau berdiri doang mah gak lancar jalanan. Menurut gua semua orang bisa markirin tapi ketegasan mesti di tengah jalan. Orang mau ngasih kek, enggak kek, kalau sudah stop, ya berhenti," katanya.

Pekerjaan menjadi juru parkir atau pak ogah bukan idaman. Dia terpaksa menjadi pak ogah karena kebutuhan ekonomi. Nasrul harus menghidupi keluarganya di rumah. Namun, menjadi pak ogah juga bukan tanpa ada tantangan. Yang pertama, harus tahan malu.

"Tantangan pertama kuat malu, apalagi kalau dibawa polisi. Padahal markir kita di sini, bukan kriminal. Kalau bukan perkara perut, juga kita gak mau. Tapi pas polisi angkut kita, kita sih biasa, tapi keluarga malu," paparnya.

Tidak hanya nahan malu, menjadi pak ogah juga harus kuat mental. Harus sabar saat diomelin ibu-ibu yang jalan naik motor “seins ke kiri, beloknya ke kanan”. Bahkan, kaki dilindas oleh ban motor yang sedang terburu-buru.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1728 seconds (0.1#10.140)