Ketergantungan Warga terhadap Qris Tinggi, Perlu Sosialisasi Maksimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komunitas pengusaha Tangan di Atas (TDA) 8.0 dan PT Trans Digital Cemerlang (TDC) meyakini, warga sudah merasakan efisiensi dan keuntungan mengunakan Qris atau pembayaran digital.
Presiden TDA 8.0 yang juga Direktur Utama PT IDeA Indonesia Akademi Tbk Eko Desriyanto menjelaskan, fenomena demam pembayaran digital yang menjangkiti warga Indonesia saat ini. Menurut Eko, dunia usaha dan masyarakat Tanah Air sudah sangat bergantung pada sistem cashless seperti Qris dan yang lainnya.
"Pakai Qris itu cuma modal bawah HP atau gadget, tidak berisiko seperti bawa uang cash, bisa hilang, kecopetan. Belum lagi bawa dompet kan ribet, pakai kartu juga sudah semakin jarang, karena bisa hilang. Jadi saya menyebutnya warga RI kini demam pembayaran digital," kata Eko, Rabu (9/10/2024).
TDA, kata Eko, dalam beberapa waktu belakangan juga gencar melakukan sosialisasi terutama terhadap pelaku usaha UMKM di bawah TDA hingga ke daerah. Salah satunya mengedukasi pengusaha UMKM daerah cara mendaftar dan menggunakan Qris.
"Saat ini kita melihat tak cuma di event-event daerah dan kota besar yang bersifarlt bussines transaction, tapi juga lembaga amal pakai Qris dan ini jauh lebih banyak mengundang minat warga. Sekarang orang juga mau parkir selalu bilang ke tukang parkir, kenapa belum pasang Qris," kata Eko.
Lebih lanjut, Eko mengaku, terus mendorong dan membuat program khusus soal mengelola digital payment, pembukuan dan tracing transaksi dengan menggandeng perbankan.Dia juga kerap mengedukasi agar pelaku usaha UMKM bisa melembagakan bisnis berlembaga hukum.
"Karena kini warga lebih percaya pas bayar Qris yang muncul nama PT atau perusahaannya ketimbang nama pribadi," ucap Eko.
Kendati demikian, Eko memberi catatan khusus soal literasi digital payment yang masih belum merata dan maksimal di Indonesia. Eko berharap ke depan, pemerintah dan perbankan lebih massif sosialisasi soal literasi penggunaan pembayaran digital untuk semua kalangan dan pasar.
"Saya pernah iseng main ke pasar kaget, rata-rata penjual yang sudah berumur bilang masih belum paham soal Qris dan pembayaran digital karena merasa ribet. Mindset mereka masih cash. Padahal market sekarang yang suka jajan di bawah umur 50, mereka sudah lebih suka cashless," jelas
Presiden TDA 8.0 yang juga Direktur Utama PT IDeA Indonesia Akademi Tbk Eko Desriyanto menjelaskan, fenomena demam pembayaran digital yang menjangkiti warga Indonesia saat ini. Menurut Eko, dunia usaha dan masyarakat Tanah Air sudah sangat bergantung pada sistem cashless seperti Qris dan yang lainnya.
"Pakai Qris itu cuma modal bawah HP atau gadget, tidak berisiko seperti bawa uang cash, bisa hilang, kecopetan. Belum lagi bawa dompet kan ribet, pakai kartu juga sudah semakin jarang, karena bisa hilang. Jadi saya menyebutnya warga RI kini demam pembayaran digital," kata Eko, Rabu (9/10/2024).
TDA, kata Eko, dalam beberapa waktu belakangan juga gencar melakukan sosialisasi terutama terhadap pelaku usaha UMKM di bawah TDA hingga ke daerah. Salah satunya mengedukasi pengusaha UMKM daerah cara mendaftar dan menggunakan Qris.
"Saat ini kita melihat tak cuma di event-event daerah dan kota besar yang bersifarlt bussines transaction, tapi juga lembaga amal pakai Qris dan ini jauh lebih banyak mengundang minat warga. Sekarang orang juga mau parkir selalu bilang ke tukang parkir, kenapa belum pasang Qris," kata Eko.
Lebih lanjut, Eko mengaku, terus mendorong dan membuat program khusus soal mengelola digital payment, pembukuan dan tracing transaksi dengan menggandeng perbankan.Dia juga kerap mengedukasi agar pelaku usaha UMKM bisa melembagakan bisnis berlembaga hukum.
"Karena kini warga lebih percaya pas bayar Qris yang muncul nama PT atau perusahaannya ketimbang nama pribadi," ucap Eko.
Kendati demikian, Eko memberi catatan khusus soal literasi digital payment yang masih belum merata dan maksimal di Indonesia. Eko berharap ke depan, pemerintah dan perbankan lebih massif sosialisasi soal literasi penggunaan pembayaran digital untuk semua kalangan dan pasar.
"Saya pernah iseng main ke pasar kaget, rata-rata penjual yang sudah berumur bilang masih belum paham soal Qris dan pembayaran digital karena merasa ribet. Mindset mereka masih cash. Padahal market sekarang yang suka jajan di bawah umur 50, mereka sudah lebih suka cashless," jelas