Terkena Bujuk Rayu, Kuasa Hukum PT DBG Sebut Perkara Harusnya Perdata

Rabu, 26 Agustus 2020 - 16:01 WIB
loading...
Terkena Bujuk Rayu, Kuasa Hukum PT DBG Sebut Perkara Harusnya Perdata
Suasana persidangan kasus antara PT GPE dengan PT DBG di PN Jakarta Selatan, Selasa (25/8/2020). Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus antara PT GPE dengan PT DBG, Selasa (25/8/2020). Sidang kali ini tim Kuasa Hukum PT DBG membacakan pledoi di hadapan majelis hakim.

Tim Kuasa Hukum Terdakwa Robianto Idup, Philipus H Sitepu mengatakan, ada 25 pledoi yang disampaikan oleh pihaknya di hadapan majelis hakim PN Jakarta Selatan.

"Intinya kemarin itu kita melihat perkara ini perdata, jadi si pelapor dalam laporannya itu jelas ingin dibayarkan invoice yang belum dibayar (oleh terdakwa)," ujarnya, Rabu (26/8/2020).

Tentunya jika belum dibayarkan invoice atau utang itu merupakan masuk ranah perdata. Tapi, pelapor sempat menyatakan bahwa dalam pertemuan dengan kliennya di Kempinsky tahun 2012 ada bujuk rayu. (Baca juga: Anies: Bioskop di 47 Negara Sudah Berjalan Seperti Biasa)

Namun, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian, bujuk rayu yang dimaksud oleh pelapor tidak pernah ada saksi yang mengetahui.

"Kan dia bilang dalam pertemuan itu ada omongan 'Bro kerja dulu, saya kerja dulu nanti gimana mau bayar', itu cuma pelapor doang yang tahu. Di situ kan ada pak Azis, ada pak Wali Sabana, pak Iman, ada terdakwa, pelapor ada temannya pelapor. Itu tak ada yang secara tegas menyatakan bujuk rayu," kata Philipus.

Menurut dia, dalam kasus pidana harus ada dua alat bukti yang bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka. Pertama yaitu alat bukti atau petunjuk dan kedua dua orang saksi yang melihat atau mendengar secara langsung.

"Tapi ucapan bujuk rayu itu hanya pelapor sendiri yang tahu yang lain tidak ada yang tahu. Kalau andainya ada kata-kata itu maka itu masih dalan perjanjian karena pelapor ini terikat perjanjian kerja," tuturnya.

Kuasa Hukum PT DBG lainnya Ditho HF Sitompoel mengatakan, PT GPE dan PT DBG melakukan perjanjian kerja pada 2011 silam. Kemudian, pada 2012 itu terjadi pertemun di Kempinsky dan dalam pertemuan itu perjanjian kerja belum berakhir.

"Kami juga sampaikan dalam pledoi bahwa terjadi longsor di area tambang kaki dan itu adalah atas kelalaian PT GPE. Mereka pun mengakui hal tersebut," ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1318 seconds (0.1#10.140)