6 Rekomendasi Healthcare Bahar Law Firm untuk Keselamatan Nakes

Selasa, 25 Agustus 2020 - 23:46 WIB
loading...
6 Rekomendasi Healthcare Bahar Law Firm untuk Keselamatan Nakes
Tenaga medis tengah menangani kasus Covid-19. Foto/Ilustrasi/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Salah satu yang patut menjadi perhatian adalah tingginya kasus kematian tenaga kesehatan di Indonesia dalam menangani kasus Covid-19. Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor 413/2020 tentang pedoman dan strategi pengendalian Covid-19 sudah memadai untuk melindungi keselamatan tenaga kesehatan. Namun, ada beberapa catatan penting yang menjadi rekomendasi kepada pemerintah serta stakeholder penanganan Covid-19 di Tanah Air untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 terhadap tenaga kesehatan.

“Rekomendasi ini dikeluarkan berdasarkan kajian atas banyaknya kasus kematian akibat Covid-19 yang menimpa tenaga kesehatan yang kita lakukan dari waktu ke waktu. Ini merupakan sumbangsih kita, agar penanganan pandemi ini makin efisien,” kata Daniar Supriyadi, juru bicara tim Healthcare Bahar Law Firm, sebuah kantor hukum yang juga mengembangkan practice di bidang kesehatan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/8/2020).

Berikut ini ada enam poin penting yang menjadi masukan dan perbaikan penanganan Covid-19, khususnya bagi tenaga kesehatan: Pertama, merekomendasikan penyusunan alur pelaporan khusus dan kriteria yang jelas terhadap kematian tenaga kesehatan akibat Covid-19 agar terwujud keakuratan jumlah kematian dan menekan under-reported cases, seperti di mana dan sejak kapan ada tenaga medis yang meninggal dunia karena infeksi virus.

Kedua, jika masih ada tenaga medis berusia lanjut yang diminta bantuan untuk penanganan pasien Covid-19, maka segera dihentikan menjadi tenaga medis terdepan (front line) karena risiko terpapar tinggi. Apabila terinfeksi cenderung lebih membebani fasyankes lebih berat.

Ketiga, tenaga medis yang menangani saluran pernapasan pasien, seperti dokter gigi, otorhinolaryngologist, dan anesthesiologist, agar dikurangi waktu interaksi mereka dengan pasien. Keempat, pengawasan dan pemberian instruksi langkah-langkah pakai dan lepas APD (proper donning and doffing techniques) kepada tenaga medis selama di ruang ganti APD dan setiap checkpoints terkait APD melalui CCTV/perangkat audiovisual oleh tim pengawas khusus kedisiplinan pemakaian APD (safety monitor and strict pre-job training).

Kelima, mewajibkan setiap penumpang perjalanan (travelers) mengisi data riwayat perjalanan dengan benar, jujur dan lengkap agar terwujud kehatian-hatian tambahan saat dilakukan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan. Keenam, membentuk tim pengawasan kepatuhan istirahat cukup dan jeda wajib makan yang memadai untuk tenaga kesehatan.

“Selain enam poin di atas, beberapa hal penting lainnya juga perlu mendapatkan perhatian, khususnya kepada Kementerian Kesehatan. Bahar Healtcare merekomendasikan kepada Kemenkes agar memberikan insentif dan fasilitas khusus kepada keluarga tenaga kesehatan” kata Daniar.

Misalnya, mendekatkan keluarga tenaga kesehatan dengan lokasi praktik tenaga kesehatan. Selain itu, memberikan dan meningkat kualitas asuransi jiwa bagi mereka. ( )

Kemudian, perlu implementasi teknologi monitoring pasien lebih masif, seperti menggunakan robot untuk pengukuran suhu badan, pengantaran makan dan instrumen kesehatan bagi pasien, dan diinfeksi ruangan. Selanjutnya, mendistribusikan kelengkapan APD ke puskesmas dan posyandu, yaitu masker N95, googles, face screen, protective clothing, two coats of gloves, dan foot cover.

Perlu juga penataan ulang alur satu arah aktivitas tenaga medis, seperti clean area, buffer area, semi-contaminated area dan contaminated area. Penyemprotan disinfektan setiap waktu juga penting terhadap setiap barang di clean area, seperti pegangan pintu, larangan menggunakan gawai, dan ketersediaan hand sanitizer.

Tim berbeda dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus melakukan monitoring aktif terhadap keadaan kesehatan keluarga tenaga medis dan perawat, memastikan kesehatan mental terjaga baik, mengawasi penerapan diet terstruktur bagi tenaga medis, pengukuran kesehatan secara berkala dan memfasilitasi olah raga berlaku untuk tenaga kesehatan.

Dari berbagai referensi, dinyatakan bahwa gugurnya para pejuang kesehatan, antara lain, disebabkan ketaatan terhadap SOP penanganan pasien, penggunaan APD yang singkat karena alasan tidak nyaman, dan faktor kelelahan karena jam kerja yang panjang.

Faktor lain, tidak sedikit tenaga kesehatan yang bekerja di luar jam kerja normal, punya penyakit bawaan atau penyerta sehingga berisiko terpapar, dan tak semua tenaga medis mendapat hak pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) secara rutin. Ada juga tenaga kesehatan terpapar saat bertemu keluarga.
(mhd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3384 seconds (0.1#10.140)