LBH Jakarta Pertanyakan Penghentian Kasus Kebakaran Gedung Cyber 1
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, melalui pengacara publiknya Fadhil Alfathan, mempertanyakan penanganan kasus kebakaran Gedung Cyber 1 oleh pihak kepolisian. Hingga saat ini, kasus tersebut dinilai belum ada kejelasan dan justru kasus ini dikabarkan dihentikan penyidikannya alias SP3 oleh Polres Jakarta Selatan.
Menurut Fadhil, jika SP3 benar-benar diterbitkan, maka pihak keluarga korban bisa menempuh jalur hukum melalui praperadilan untuk menggugat sah atau tidaknya SP3 tersebut. Selain itu, Fadhil menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum.
"Jika benar kasus ini di-SP3, polisi harus berani menyampaikan alasan penghentiannya secara terbuka kepada publik," kata Fadhil dalam keterangannya, Selasa (20/8/2024).
Hal ini kata dia penting, untuk mencegah asumsi liar dan kecurigaan masyarakat tentang adanya praktik koruptif dalam penanganan kasus tersebut. LBH Jakarta juga siap memberikan bantuan hukum kepada korban jika mereka memutuskan untuk menggugat secara perdata pengelola Gedung Cyber 1 atas kelalaian yang menyebabkan kebakaran tersebut.
"Pengelola gedung bisa digugat jika terbukti tidak menyediakan alat kebakaran yang memadai atau gagal melakukan tindakan mitigasi yang seharusnya dilakukan saat kebakaran terjadi," ucap Fadhil.
Ramainya sorotan dari berbagai pihak, kata dia, diharapkan menjadi titik balik agar para korban kebakaran Gedung Cyber 1 mendapat kejelasan dan penanganan yang profesional serta transparan dari pihak kepolisian.
Kebakaran ini terjadi pada Desember 2021 itu, diketahui menelan dua korban jiwa, yakni dua anak magang, serta menimbulkan kerugian besar pada sejumlah perusahaan teknologi.
LBH Jakarta menilai, kurangnya transparansi dari penganganan ini merupakan salah satu masalah utama dalam kasus ini.
"Sejak awal, korban tidak diberitahukan secara jelas tentang perkembangan kasusnya. Ini adalah pelanggaran hak-hak korban, termasuk hak untuk mengetahui informasi berkala mengenai perkembangan perkara," ujar Fadhil.
Menurut Fadhil, jika SP3 benar-benar diterbitkan, maka pihak keluarga korban bisa menempuh jalur hukum melalui praperadilan untuk menggugat sah atau tidaknya SP3 tersebut. Selain itu, Fadhil menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum.
"Jika benar kasus ini di-SP3, polisi harus berani menyampaikan alasan penghentiannya secara terbuka kepada publik," kata Fadhil dalam keterangannya, Selasa (20/8/2024).
Hal ini kata dia penting, untuk mencegah asumsi liar dan kecurigaan masyarakat tentang adanya praktik koruptif dalam penanganan kasus tersebut. LBH Jakarta juga siap memberikan bantuan hukum kepada korban jika mereka memutuskan untuk menggugat secara perdata pengelola Gedung Cyber 1 atas kelalaian yang menyebabkan kebakaran tersebut.
"Pengelola gedung bisa digugat jika terbukti tidak menyediakan alat kebakaran yang memadai atau gagal melakukan tindakan mitigasi yang seharusnya dilakukan saat kebakaran terjadi," ucap Fadhil.
Ramainya sorotan dari berbagai pihak, kata dia, diharapkan menjadi titik balik agar para korban kebakaran Gedung Cyber 1 mendapat kejelasan dan penanganan yang profesional serta transparan dari pihak kepolisian.
Kebakaran ini terjadi pada Desember 2021 itu, diketahui menelan dua korban jiwa, yakni dua anak magang, serta menimbulkan kerugian besar pada sejumlah perusahaan teknologi.
LBH Jakarta menilai, kurangnya transparansi dari penganganan ini merupakan salah satu masalah utama dalam kasus ini.
"Sejak awal, korban tidak diberitahukan secara jelas tentang perkembangan kasusnya. Ini adalah pelanggaran hak-hak korban, termasuk hak untuk mengetahui informasi berkala mengenai perkembangan perkara," ujar Fadhil.