Kelas Jalan Tak Dibenahi, Zero ODOL Mustahil Diterapkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan Over Dimension Overload (ODOL) tidak akan pernah terpecahkan jika tidak ada pembenahan kelas jalan seperti yang terjadi saat ini. Sementara, pemerintah tidak memiliki anggaran cukup untuk memperbaiki kelas jalan yang menjadi penentu utama dari peningkatan daya saing logistik Indonesia yang masih jauh tertinggal dari negara tetangga.
Ketua Majelis Profesi dan Etik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, salah satu persoalan yang harus diselesaikan pemerintah jika benar-benar ingin menerapkan zero ODOL yakni status dan fungsi jalan yang masih karut-marut dan tidak jelas.
Menurut dia, ini problem klasik yang belum diselesaikan hingga kini. Masalahnya pabrik untuk komoditas ekspor itu tidak ada yang berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan.
Jadi, ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik itu menuju pelabuhan utama, truk-truk pasti melewati jalan yang statusnya beda mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional).
Tidak hanya statusnya, truk-truk juga pasti melalui jalan-jalan yang fungsinya juga berbeda. Mulai lingkungan primer atau jalan lokal, kolektor 3 atau jalan kabupaten, kolektor 2 atau jalan provinsi, dan kolektor 1 atau jalan arteri.
Selain fungsi dan status, kelas jalan yang dilalui truk-truk dari pabrik menuju pelabuhan utama juga beda. Ada jalan kelas 3, kelas 2, dan kelas 1.
Saat melalui jalan yang berbeda-beda itu, truk-truk tidak mungkin menurunkan barang-barang bawaannya saat pindah jalan. Apalagi saat membongkar muatannya, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” kata Agus, Selasa (12/12/2023).
Fakta-fakta seperti inilah yang akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar.
Ketua Majelis Profesi dan Etik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, salah satu persoalan yang harus diselesaikan pemerintah jika benar-benar ingin menerapkan zero ODOL yakni status dan fungsi jalan yang masih karut-marut dan tidak jelas.
Menurut dia, ini problem klasik yang belum diselesaikan hingga kini. Masalahnya pabrik untuk komoditas ekspor itu tidak ada yang berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan.
Jadi, ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik itu menuju pelabuhan utama, truk-truk pasti melewati jalan yang statusnya beda mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional).
Tidak hanya statusnya, truk-truk juga pasti melalui jalan-jalan yang fungsinya juga berbeda. Mulai lingkungan primer atau jalan lokal, kolektor 3 atau jalan kabupaten, kolektor 2 atau jalan provinsi, dan kolektor 1 atau jalan arteri.
Selain fungsi dan status, kelas jalan yang dilalui truk-truk dari pabrik menuju pelabuhan utama juga beda. Ada jalan kelas 3, kelas 2, dan kelas 1.
Saat melalui jalan yang berbeda-beda itu, truk-truk tidak mungkin menurunkan barang-barang bawaannya saat pindah jalan. Apalagi saat membongkar muatannya, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” kata Agus, Selasa (12/12/2023).
Fakta-fakta seperti inilah yang akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar.