Setelah HPL, Kini Dua Pulau Reklamasi Dapat Sertifikat HGB
A
A
A
JAKARTA - Kegiatan reklamasi pulau di pesisir Utara Jakarta terus berjalan meski belum ada peraturan daerah (perda) tentang zonasi dan tata ruang wilayah Pantai Utara Jakarta. Dua pulau reklamasi, yakni Pulau C dan D kini sudah mendapatkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) menyusul sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) yang sudah diperoleh pekan lalu.
Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta, Achmad Firdaus, mengatakan, dua pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, yakni Pulau C dan D sudah mengantongi sertifikat HGB yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara, setelah pihak ketiga yakni PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang melakukan perjanjian kerja sama dengan Pemprov DKI.
Perjanjian kerja sama tersebut, kata Achmad, meliputi hak dan kewajiban Pemprov DKI dan PT Kapuk Naga Indah. Pemprov DKI mendapat hak menerima pajak dan retribusi, sementara PT Kapuk Naga Indah berhak mendapat rekomendasi HGB.
"Saya dapat informasi bahwa Pulau C dan D sudah mendapat HGB atas nama kantor pertanahan Jakarta Utara. Setelah HPL diterbitkan kemarin, memang pengembang juga sudah bisa melaksanakan permohonan pengerjaan sesuai unit bangunan yang ada," ujar Achmad Firdaus di Balai Kota, Senin (28/8/2017).
Achmad menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40/2016 tentang Hak Guna Usaha, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah, dimana setelah mendapat HPL, pengembang bisa mengurus izin untuk HGB lalu kemudian IMB. Artinya, penyerahan HPL dan HGB sah-sah saja dilakukan di tengah merotorium reklamasi.
Apalagi, lanjut Achmad, dua rancangan peraturan daerah (ranperda), yakni Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTR KSP) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) masih ada di tangan DPRD DKI Jakarta.
"Untuk melaksanakan pembangunan, pengembang juga harus mendapat surat izin membangun bangunan (IMB) ke Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI. Hal paling penting, pengembang berkewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum yang ditandai dengan berita acara serah terima (BAST)," pungkasnya.
Terpisah, Kepala BPTSP DKI Jakarta, Edi Junaedi, menegaskan, setelah mendapat HGB pengembang sudah bisa mengajukan keterangan rencana kota (KRK) dan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). Namun, kata dia, KRK SIPPT tersebut baru bisa didapat apabila dua perda sudah rampung dan moratorium telah dicabut.
"Semua baru bisa dilakukan jika perda terkait zonasi reklamasi diterbitkan. Perdanya yang sudah ada baru IMB, acuannya harus ke ranperda," ungkapnya.
Kendati demikian, Edi mempersilakan jika memang pengembang ingin memasukan permohonan KRK SIPPT. Namun, Edi mengaku tidak mengetahui apakah sudah boleh dilakukan pengiklanan atau belum. "Kami tidak bisa mengatur strategi bisnis pengembang," ungkapnya.
Sementara Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengatakan, hanya ada satu pasal yang dipersoalkan dalam pembahasan dua raperda soal zonasi reklamasi, yakni pasal kewajiban tambahan 15% yang sebelumnya pernah dihapus saat pembahasan di DPRD. Djarot menegaskan kewajiban itu harus tetap ada. Untuk itu, pihaknya beberapa waktu lalu sudah meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pengembang juga berkewajiban menyerahkan 45% lahan untuk ruang terbuka dengan rincian 20% untuk ruang terbuka hijau, 5% ruang terbuka biru, 5% dalam bentuk lahan, dan sisanya untuk fasilitas jalan," ujarnya.
Diketahui, Pulau C memiliki lahan seluas 109 ha, sementara Pulau D seluas 312 ha. Selama ini pengawasan seluruh pulau dan bangunan ada di Dinas Cipta Karya. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kedua pulau itu senilai Rp3,1 juta per meter yang menjadi hasil resmi. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sudah disetorkan pengembang senilai Rp400 miliar yang masuk ke kas Pemprov DKI.
Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta, Achmad Firdaus, mengatakan, dua pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, yakni Pulau C dan D sudah mengantongi sertifikat HGB yang diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara, setelah pihak ketiga yakni PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang melakukan perjanjian kerja sama dengan Pemprov DKI.
Perjanjian kerja sama tersebut, kata Achmad, meliputi hak dan kewajiban Pemprov DKI dan PT Kapuk Naga Indah. Pemprov DKI mendapat hak menerima pajak dan retribusi, sementara PT Kapuk Naga Indah berhak mendapat rekomendasi HGB.
"Saya dapat informasi bahwa Pulau C dan D sudah mendapat HGB atas nama kantor pertanahan Jakarta Utara. Setelah HPL diterbitkan kemarin, memang pengembang juga sudah bisa melaksanakan permohonan pengerjaan sesuai unit bangunan yang ada," ujar Achmad Firdaus di Balai Kota, Senin (28/8/2017).
Achmad menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40/2016 tentang Hak Guna Usaha, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah, dimana setelah mendapat HPL, pengembang bisa mengurus izin untuk HGB lalu kemudian IMB. Artinya, penyerahan HPL dan HGB sah-sah saja dilakukan di tengah merotorium reklamasi.
Apalagi, lanjut Achmad, dua rancangan peraturan daerah (ranperda), yakni Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTR KSP) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) masih ada di tangan DPRD DKI Jakarta.
"Untuk melaksanakan pembangunan, pengembang juga harus mendapat surat izin membangun bangunan (IMB) ke Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI. Hal paling penting, pengembang berkewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum yang ditandai dengan berita acara serah terima (BAST)," pungkasnya.
Terpisah, Kepala BPTSP DKI Jakarta, Edi Junaedi, menegaskan, setelah mendapat HGB pengembang sudah bisa mengajukan keterangan rencana kota (KRK) dan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). Namun, kata dia, KRK SIPPT tersebut baru bisa didapat apabila dua perda sudah rampung dan moratorium telah dicabut.
"Semua baru bisa dilakukan jika perda terkait zonasi reklamasi diterbitkan. Perdanya yang sudah ada baru IMB, acuannya harus ke ranperda," ungkapnya.
Kendati demikian, Edi mempersilakan jika memang pengembang ingin memasukan permohonan KRK SIPPT. Namun, Edi mengaku tidak mengetahui apakah sudah boleh dilakukan pengiklanan atau belum. "Kami tidak bisa mengatur strategi bisnis pengembang," ungkapnya.
Sementara Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengatakan, hanya ada satu pasal yang dipersoalkan dalam pembahasan dua raperda soal zonasi reklamasi, yakni pasal kewajiban tambahan 15% yang sebelumnya pernah dihapus saat pembahasan di DPRD. Djarot menegaskan kewajiban itu harus tetap ada. Untuk itu, pihaknya beberapa waktu lalu sudah meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pengembang juga berkewajiban menyerahkan 45% lahan untuk ruang terbuka dengan rincian 20% untuk ruang terbuka hijau, 5% ruang terbuka biru, 5% dalam bentuk lahan, dan sisanya untuk fasilitas jalan," ujarnya.
Diketahui, Pulau C memiliki lahan seluas 109 ha, sementara Pulau D seluas 312 ha. Selama ini pengawasan seluruh pulau dan bangunan ada di Dinas Cipta Karya. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kedua pulau itu senilai Rp3,1 juta per meter yang menjadi hasil resmi. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sudah disetorkan pengembang senilai Rp400 miliar yang masuk ke kas Pemprov DKI.
(thm)