Berantas Premanisme, Masyarakat Diminta Manfaatkan Fasilitas Hotline
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat diminta manfaatkan fasilitas hotline untuk berkomunikasi dengan polisi manakala menemukan tindakan kejahatan atau aksi premanisme di wilayah Polda Metro Jaya. Karena, polisi mempunyai keterbatasan ruang coverage, baik dilihat dari jumlah personel maupun luas wilayah.
Hal demikian disampaikan oleh Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat dalam acara Focus Grup Discussion (FGD) di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
"Manfaatkan nomor hotline polisi jika sewaktu-waktu ada premanisme dan aksi kekerasan," pesan Tubagus. ( )
Sementara itu, Kepala Divisi Humas (Kadiv) Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, tidak ada ruang bagi premanisme maupun aksi kekerasan di negara ini. Polri berada di garda terdepan dalam menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri.
“Polri bertanggung jawab dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan berada di garda terdepan menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri,” kata Argo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setyono.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari setiap 100 ribu penduduk di tahun 2018, 113 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan. Sedangkan berdasarkan pendataan potensi desa (Podes) di tahun yang sama terjadi konflik massal di 3.100 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Menanggapi hal itu, dalam menangani premanisme dan aksi kekerasan, Polri kata Argo melakukan tiga kategori langkah, yaitu: cara preventif, cara represif, dan cara preemtif.
“Preventif dilakukan dengan cara melakukan tugas patroli dialogis maupun patroli rayon, cara preventif merupakan penindakan langsung terhadap praktek premanisme dan aksi kekerasan di tengah masyarakat, preemtif dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum dan program yang bertujuan membangun harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Selain dari unsur kepolisian, FGD yang mengambil tema "Peran Negara Dalam Menutup Ruang Premanisme dan Aksi Premanisme" juga dihadiri dosen Universitas Indonesia (UI) Dr Devie Rahmawati dan psikolog Reza Indragiri Amriel.
Psikolog Reza Indragiri Amriel dalam FGD itu menyampaikan, bahwa premanisme dan aksi kekerasan timbul karena adanya kevakuman, baik kevakuman hukum, kevakuman keadilan, maupun kevakuman pihak yang berwenang.
"Untuk mengatasinya harus diperkuat relasi polisi di masyarakat sehingga tidak ada ruang kosong yang dimanfaatkan para preman," tutur Reza. ( )
Hal demikian disampaikan oleh Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat dalam acara Focus Grup Discussion (FGD) di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
"Manfaatkan nomor hotline polisi jika sewaktu-waktu ada premanisme dan aksi kekerasan," pesan Tubagus. ( )
Sementara itu, Kepala Divisi Humas (Kadiv) Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, tidak ada ruang bagi premanisme maupun aksi kekerasan di negara ini. Polri berada di garda terdepan dalam menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri.
“Polri bertanggung jawab dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan berada di garda terdepan menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri,” kata Argo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setyono.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari setiap 100 ribu penduduk di tahun 2018, 113 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan. Sedangkan berdasarkan pendataan potensi desa (Podes) di tahun yang sama terjadi konflik massal di 3.100 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Menanggapi hal itu, dalam menangani premanisme dan aksi kekerasan, Polri kata Argo melakukan tiga kategori langkah, yaitu: cara preventif, cara represif, dan cara preemtif.
“Preventif dilakukan dengan cara melakukan tugas patroli dialogis maupun patroli rayon, cara preventif merupakan penindakan langsung terhadap praktek premanisme dan aksi kekerasan di tengah masyarakat, preemtif dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum dan program yang bertujuan membangun harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Selain dari unsur kepolisian, FGD yang mengambil tema "Peran Negara Dalam Menutup Ruang Premanisme dan Aksi Premanisme" juga dihadiri dosen Universitas Indonesia (UI) Dr Devie Rahmawati dan psikolog Reza Indragiri Amriel.
Psikolog Reza Indragiri Amriel dalam FGD itu menyampaikan, bahwa premanisme dan aksi kekerasan timbul karena adanya kevakuman, baik kevakuman hukum, kevakuman keadilan, maupun kevakuman pihak yang berwenang.
"Untuk mengatasinya harus diperkuat relasi polisi di masyarakat sehingga tidak ada ruang kosong yang dimanfaatkan para preman," tutur Reza. ( )
(mhd)