Dampak Penganiayaan terhadap D Jadi Bahan Tuntutan Jaksa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) diyakini akan mempertimbangkan kondisi kesehatan D dan risiko kehilangan masa depan yang cerah dalam menyusun tuntutan terhadap terdakwa Mario Dandy Satriyo (20). Bahkan, hal ini juga menjadi dasar dalam menentukan pasal yang akan dikenakan untuk menjerat anak Rafael Alun Trisambodo itu.
"Saya kira, itu akan dikemukakan oleh pihak jaksa argumentasi yang terbukti mana, apakah penganiayaan berat yang direncana terlebih dahulu? Misalnya, buktinya siuman sekian bulan, dampaknya bagaimana," ujar Pakar Hukum Pidana Achyar Salmi saat dihubungi, Jumat (23/6/2023).
Diketahui, Mario Dandy didakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) tentang penganiayaan berat yang direncanakan. Ia pun terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Achyar pun optimistis JPU bakal memasukkan besaran restitusi dalam materi tuntutan. Keluarga D sempat mengajukan ganti kerugian korban dalam dalam komponen sekitar Rp52 miliar kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sedangkan LPSK menyodorkan nilai restitusi untuk D sebesar Rp120 miliar dengan merujuk regulasi kepada JPU.
Kendati demikian, ia tidak mengetahui pasti usulan mana yang akan dipakai JPU. Namun, ia menyarankan tim jaksa mengundang keluarga D dan LPSK terlebih dahulu.
"Kalau menurut saya, dikombinasikan saja kedua itu atau bisa juga pihak jaksa mengundang LPSK dan Bapaknya D, ada enggak yang tumpang tindih di antara dua itu. Itu lebih enak," katanya.
Lebih jauh, Achyar berpendapat, Mario terancam hukuman maksimal apabila dinilai tidak ada hal-hal yang meringankan hukumannya dan terbukti melakukan pidana sesuai pasal yang didakwakan. "Tapi, kalau ada hal-hal yang meringankan, menurut saya, tidak akan (hukuman) maksimal yang dijatuhkan," jelasnya.
Di sisi lain, ia enggan berkomentar tentang vonis yang bakal dijatuhkan majelis hakim kepada Mario. Sebab, proses pembuktian masing-masing pihak belum tuntas.
"Ini belum berjalan semua karena pihaknya (Mario) belum mengajukan saksi. Jadi, kita belum bisa melihat tuh. Baru sepihak dari jaksa, juga belum selesai. Nah, jadi terlalu cepat," ujarnya.
"Kalau nanti sudah selesai pembuktian kedua belah pihak, baru mungkin kita bisa sedikit mengintip-intip, memprediksilah. Sekarang baru sebelah, enggak boleh karena kita melihat sesuatu harus kedua pihak, harus utuh," pungkasnya.
"Saya kira, itu akan dikemukakan oleh pihak jaksa argumentasi yang terbukti mana, apakah penganiayaan berat yang direncana terlebih dahulu? Misalnya, buktinya siuman sekian bulan, dampaknya bagaimana," ujar Pakar Hukum Pidana Achyar Salmi saat dihubungi, Jumat (23/6/2023).
Diketahui, Mario Dandy didakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) tentang penganiayaan berat yang direncanakan. Ia pun terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Achyar pun optimistis JPU bakal memasukkan besaran restitusi dalam materi tuntutan. Keluarga D sempat mengajukan ganti kerugian korban dalam dalam komponen sekitar Rp52 miliar kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sedangkan LPSK menyodorkan nilai restitusi untuk D sebesar Rp120 miliar dengan merujuk regulasi kepada JPU.
Kendati demikian, ia tidak mengetahui pasti usulan mana yang akan dipakai JPU. Namun, ia menyarankan tim jaksa mengundang keluarga D dan LPSK terlebih dahulu.
"Kalau menurut saya, dikombinasikan saja kedua itu atau bisa juga pihak jaksa mengundang LPSK dan Bapaknya D, ada enggak yang tumpang tindih di antara dua itu. Itu lebih enak," katanya.
Lebih jauh, Achyar berpendapat, Mario terancam hukuman maksimal apabila dinilai tidak ada hal-hal yang meringankan hukumannya dan terbukti melakukan pidana sesuai pasal yang didakwakan. "Tapi, kalau ada hal-hal yang meringankan, menurut saya, tidak akan (hukuman) maksimal yang dijatuhkan," jelasnya.
Di sisi lain, ia enggan berkomentar tentang vonis yang bakal dijatuhkan majelis hakim kepada Mario. Sebab, proses pembuktian masing-masing pihak belum tuntas.
"Ini belum berjalan semua karena pihaknya (Mario) belum mengajukan saksi. Jadi, kita belum bisa melihat tuh. Baru sepihak dari jaksa, juga belum selesai. Nah, jadi terlalu cepat," ujarnya.
"Kalau nanti sudah selesai pembuktian kedua belah pihak, baru mungkin kita bisa sedikit mengintip-intip, memprediksilah. Sekarang baru sebelah, enggak boleh karena kita melihat sesuatu harus kedua pihak, harus utuh," pungkasnya.
(mhd)