Menyingkap Masalah Gizi dan Kesehatan Anak di Jakarta, Ini Faktor Penyebabnya

Senin, 12 Juni 2023 - 20:49 WIB
loading...
Menyingkap Masalah Gizi...
Ketua Bidang Advokasi YAICI Yuli Supriati memberikan pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan anak di Posyandu Kali Angke, Jakarta Barat, Senin (12/6/2023). Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Jakarta sebagai Ibu Kota dan berada dekat pusat pemerintahan harus menjadi contoh keberhasilan peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat . Namun, kenyataannya permasalahan gizi masih membayangi sebagian balita Ibu Kota.

Prevalensi stunting di Jakarta berdasarkan SSGI 2022 masih berada di kisaran 14,8 persen. Diketahui, stunting sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan penduduk.

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta melaporkan pada September 2022, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta berada pada angka 502.040 jiwa. Jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 7,11 ribu jiwa atau 1,44 persen selama periode Maret-September 2022.

Meski terjadi penurunan tingkat kemiskinan, kenyataannya problem gizi dan kesehatan anak masih terus bermunculan. Bila dirunut dari kasus-kasus stunting dan kesehatan anak khususnya yang dialami masyarakat di wilayah marjinal dan padat penduduk, sebagian besar faktor penyebabnya adalah ketidaktahuan orang tua tentang asupan gizi untuk anak, gaya hidup, serta kebiasaan makan keluarga yang keliru.

Ketua Bidang Advokasi YAICI Yuli Supriati menuturkan selama balita kenyang dan tidak rewel bagi sebagian orang tua dianggap sudah cukup. “Sementara yang memerhatikan apakah anak sudah mendapat protein hewani yang cukup, vitamin, dan kalsium dan zat-zat gizi lainnya masih jarang,” ujarnya di Posyandu Kali Angke, Jakarta Barat, Senin (12/6/2023).

Yuli yang saat itu sedang mendampingi kader Aisyiyah yang melakukan survei tentang asupan gizi balita mengatakan pada umumnya orang tua melakukan praktik pengasuhan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang juga dilakukan orang tuanya di masa lalu.

“Rata-rata yang kami temui adalah pengasuhan anak itu diturunkan. Jadi ibu-ibu muda saat ini mengasuh anak berdasarkan apa yang dilakukan orang tuanya dulu. Jadi, meskipun mereka rajin ke Posyandu, diedukasi oleh kader tentang apa yang baik dan tidak baik untuk anak, tapi begitu kembali ke rumah pengetahuan tersebut diabaikan,” ungkapnya.

Di antara temuan-temuan kebiasaan yang salah dan masih dilakukan orang tua dalam praktik pengasuhan anak adalah kebiasaan mengonsumsi susu. “Akibatnya, masih banyak yang memberikan anaknya kental manis, yang penting anaknya minum susu,” kata Yuli.

Vina (28), salah satu ibu muda mengaku anaknya yang berusia 1 tahun 9 bulan baru saja keluar dari ruang perawatan intensif (NICU) di rumah sakit. Dia baru saja dimarahi dokter di rumah sakit karena memberikan kental manis untuk minuman susu anaknya.

“Ini baru pulang dari rumah sakit. Badannya lemas dan berat badannya terus menurun. Pas dokter tanya anak saya minum susunya apa, saya jawab dikasih kental manis. Habis itu saya langsung dimarahi,” ujar Vina.

Kasi Kesra Kelurahan Kedaung Kali Angke Zakir mengaku prihatin dengan kasus-kasus kurang gizi yang dialami banyak balita di wilayahnya. “Di awal saya ditugaskan di sini sekitar 2 tahun lalu banyak saya lihat balita-balita kurang gizi yang orang tuanya sendiri nggak paham. Karena selama ini mereka melihat anaknya makan, tapi begitu ditanya makannya apa ternyata jajanan-jajanan yang nggak bergizi sama sekali. Kita ngasuh anak mengikuti bagaimana orang tua dulu mengasuh kita, termasuk pemberian kental manis, ” ujarnya.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1980 seconds (0.1#10.140)