Titik Nadir Pekerja Hiburan Malam di Masa Pandemi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pesan WhatsApp (WA) Sarah (bukan nama sebenarnya) tiba-tiba berbunyi. Seketika itu juga dia bergegas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Mata wanita bertubuh langsing ini langsung berkaca-kaca saat membaca isi pesannya.
Sarah tak putus asa. Wanita berusia 23 tahun ini lalu mengirimkan pesan WA kepada temannya yang lain. Lagi-lagi, raut wajahnya murung bercampur sedih. Jari tangannya terus mengetik isi pesan WA dengan sasaran lain. Kali ini, matanya meneteskan air mata.
Sarah bingung dan panik. Dia harus ke mana lagi meminjam uang, sementara sewa kosan belum dibayar dua bulan. Sejumlah perhiasan dan barang berharga lainnya sudah habis dijual untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Ya, sudah hampir lima bulan terakhir, wanita asal Subang, Jawa Barat, ini tidak bekerja sebagai pemandu lagu di salah satu tempat karaoke di Jakarta karena pandemi Covid-19. (Baca: Ratusan Pekerja Hiburan Malam eruduk Pemprov DKI)
Jalan pintas pun akhirnya dilakukan. Untuk membayar sewa kosan, dia terpaksa beralih profesi menjadi wanita panggilan. Tarif yang dibanderol relatif murah. Janda satu anak ini mematok harga antara Rp300.000–500.000 untuk sekali kencan. Apa pun itu profesinya, termasuk menggadaikan kehormatan, terpaksa dia lakoni demi mendapatkan uang. “Jalan pintas ini terpaksa saya lakukan,” ungkap Sarah.
Sarah merupakan satu dari ribuan pekerja tempat hiburan malam yang terdampak pandemi karena tempat kerjanya ditutup. Mereka harus banting setir untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Terlebih sampai saat ini tempat hiburan malam belum boleh buka karena masih berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Terjun bebas ke dunia kelam juga dilakoni Amel (bukan nama sebenarnya). Wanita berkulit sawo matang ini bekerja sebagai terapis di salah satu pusat kebugaran di kawasan Jakarta Selatan. Setelah tempat kerjanya ditutup karena Covid-19, dia memutuskan pulang kampung. Hanya bertahan satu bulan, dia kembali ke Jakarta karena uangnya habis.
Sayang, keinginannya kandas. Pekerjaan tak dapat, sementara pengeluaran jalan terus. Jangankan untuk membeli perlengkapan make-up, untuk makan saja sulit. Alih-alih dia kebingungan sampai nekat terjun ke dunia prostitusi. “Hanya pekerjaan ini yang bisa saya lakukan. Cukup bermodal kecantikan, dapat uang dengan mudah,” tuturnya.
Tarif yang dipatok mengikuti pasaran yang berlaku. Untuk short time dia mematok harga Rp500.000, sedangkan long time Rp1 juta atau bila terjadi tawar-menawar mentok di angka Rp800.000. Penghasilan yang didapat sangat lumayan. Dalam seminggu bisa menghasilkan sekitar Rp5 juta.
Kehilangan pendapatan di tengah pandemi juga membuat Muti banting stir. Wanita berusia 26 tahun ini nekat menjajakan pesonannya kepada lelaki hidung belang melalui situs online. “Biasanya Rp750.000 sekali kencan sekarang Rp500.000 oke,” katanya. (Baca juga: Untuk Bertahan Hidup, Pemandu Lagu Jajakan Diri Lewat Online)
Jauh sebelum terjun ke prostitusi, profesi Muti merupakan pemandu lagu di salah satu tempat karaoke eksekutif di Jakarta Barat. Penghasilannya cukup melimpah dengan pendapatan bersih per minggu Rp 4-5 juta belum di tambah penghasilan bulanan dari pemilik karoke.
Sarah tak putus asa. Wanita berusia 23 tahun ini lalu mengirimkan pesan WA kepada temannya yang lain. Lagi-lagi, raut wajahnya murung bercampur sedih. Jari tangannya terus mengetik isi pesan WA dengan sasaran lain. Kali ini, matanya meneteskan air mata.
Sarah bingung dan panik. Dia harus ke mana lagi meminjam uang, sementara sewa kosan belum dibayar dua bulan. Sejumlah perhiasan dan barang berharga lainnya sudah habis dijual untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Ya, sudah hampir lima bulan terakhir, wanita asal Subang, Jawa Barat, ini tidak bekerja sebagai pemandu lagu di salah satu tempat karaoke di Jakarta karena pandemi Covid-19. (Baca: Ratusan Pekerja Hiburan Malam eruduk Pemprov DKI)
Jalan pintas pun akhirnya dilakukan. Untuk membayar sewa kosan, dia terpaksa beralih profesi menjadi wanita panggilan. Tarif yang dibanderol relatif murah. Janda satu anak ini mematok harga antara Rp300.000–500.000 untuk sekali kencan. Apa pun itu profesinya, termasuk menggadaikan kehormatan, terpaksa dia lakoni demi mendapatkan uang. “Jalan pintas ini terpaksa saya lakukan,” ungkap Sarah.
Sarah merupakan satu dari ribuan pekerja tempat hiburan malam yang terdampak pandemi karena tempat kerjanya ditutup. Mereka harus banting setir untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Terlebih sampai saat ini tempat hiburan malam belum boleh buka karena masih berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Terjun bebas ke dunia kelam juga dilakoni Amel (bukan nama sebenarnya). Wanita berkulit sawo matang ini bekerja sebagai terapis di salah satu pusat kebugaran di kawasan Jakarta Selatan. Setelah tempat kerjanya ditutup karena Covid-19, dia memutuskan pulang kampung. Hanya bertahan satu bulan, dia kembali ke Jakarta karena uangnya habis.
Sayang, keinginannya kandas. Pekerjaan tak dapat, sementara pengeluaran jalan terus. Jangankan untuk membeli perlengkapan make-up, untuk makan saja sulit. Alih-alih dia kebingungan sampai nekat terjun ke dunia prostitusi. “Hanya pekerjaan ini yang bisa saya lakukan. Cukup bermodal kecantikan, dapat uang dengan mudah,” tuturnya.
Tarif yang dipatok mengikuti pasaran yang berlaku. Untuk short time dia mematok harga Rp500.000, sedangkan long time Rp1 juta atau bila terjadi tawar-menawar mentok di angka Rp800.000. Penghasilan yang didapat sangat lumayan. Dalam seminggu bisa menghasilkan sekitar Rp5 juta.
Kehilangan pendapatan di tengah pandemi juga membuat Muti banting stir. Wanita berusia 26 tahun ini nekat menjajakan pesonannya kepada lelaki hidung belang melalui situs online. “Biasanya Rp750.000 sekali kencan sekarang Rp500.000 oke,” katanya. (Baca juga: Untuk Bertahan Hidup, Pemandu Lagu Jajakan Diri Lewat Online)
Jauh sebelum terjun ke prostitusi, profesi Muti merupakan pemandu lagu di salah satu tempat karaoke eksekutif di Jakarta Barat. Penghasilannya cukup melimpah dengan pendapatan bersih per minggu Rp 4-5 juta belum di tambah penghasilan bulanan dari pemilik karoke.