Titik Nadir Pekerja Hiburan Malam di Masa Pandemi Corona

Rabu, 22 Juli 2020 - 08:04 WIB
loading...
A A A
Pendapatan berubah usai tempat kerja tutup awal Maret 2020. Kesulitan membayar kontrakan Rp 1,2 juta per bulan, cicilan kendaraan, hingga lainnya membuatnya terpaksa menjajakan diri. “Waktu awal awal engga mau. Tapi lama kelamaan butuh untuk bertahan hidup,” ungkapnya.

Muti mengaku prostitusi online jauh lebih menguntungkan dibandingkan harus bekerja di tempat hiburan. Setiap harinya dia bisa menggaet tiga pelanggan dengan penghasilan paling sedikit Rp1 juta. “Belum yang lain-lainnya,” katanya.

Tidak semua wanita pekerja malam terjun bebas ke dunia prostitusi untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Misalnya Bule. Pemandu lagu yang kerap disapa LC (Ladies Companion) di kawasan Jakarta Pusat ini bertahan hidup dengan menjual harta bendanya. Perhiasan, barang elektronik, termasuk tabungan, semua bures.

Berbagai cara dilakukan wanita berusia 28 tahun ini untuk dapat menyambung hidup. Sewa tempat tinggal atau kosan yang ditempatinya pun belum terbayar. Harta benda, mulai perhiasan hingga barang elektronik dan tabungan pun sudah bures. “Selama 5 bulan ini tidak ada kerjaan. Di kosan saja. Bayarnya jual emas, jual TV, sama tabungan. Sekarang semuanya udah habis," ungkapnya.

Kehidupan para pemandu lagu di tempat karaoke memang terbilang glamor. Bagaimana tidak, setiap malam mereka disuguhkan dengan kenikmatan gemerlapnya dunia malam. Kini, wanita berambut pirang ini hanya bisa pasrah menerima keadaan dan tak bisa berbuat banyak.

Bekerja sebagai LC, kata dia adalah sesuatu yang paling mudah karena tidak banyak membutuhkan keterampilan. Bermodal paras cantik dan bodi semampai sudah lebih dari cukup seorang pemandu lagu di tempat karaoke. "Saya sudah bekerja di tempat hiburan malam sejak 2011, sekarang enggak punya pekerjaan alias nganggur, enggak ada pemasukan," katanya. (Baca juga: Ada Video Dugaan Penyiksaan Uighur, China Masih Berkelit)

Mayang juga demikian. Wanita berparas cantik dan menawan ini mengaku sudah lima bulan tak memiliki penghasilan. Tempat mencari nafkahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, terkena imbas pandemi Covid-19. Untuk bertahan hidup, wanita berusia 25 tahun ini tidak menjajakan dirinya kepada lelaki hidung belang. Dia lebih memilih menjajakan peralatan kosmetik. "Ikut sama temen jualin kosmetik di online shop," kata Mayang.

Kemarin, ratusan pekerja tempat hiburan malam menggeruduk kantor Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, Jakarta Pusat. Mereka mendesak Anies untuk membuka kembali tempat kerja mereka. Pasalnya, selama lima bulan belakangan ini keuangan keluarga para pekerja tempat hiburan malam sangat terganggu. “Pak Gubernur, tolong kami, tolong buka usaha kami, listrik tidak gratis, cicilan siapa yang bayar," kata salah seorang pendemo.

Mayang, pendemo lainnya, menuntut Gubernur segera membuka tempat hiburan malam di Jakarta. Berbekal sweter berwarna merah jambu dan kaca mata, dia tampak antusias mengikuti demonstrasi. Panas teriknya paparan sinar matahari pun tak digubris. "Tolong perhatikan kami juga, kami bekerja, bukan minta-minta di jalanan. Kasihan kami, masa di wilayah lain udah dibuka, di Jakarta belum dibuka. Minta tolonglah segera dibuka," ucapnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani mengungkapkan, aksi ini tidak lepas dari matinya tempat hiburan malam selama 4-5 bulan terakhir, sejak diberlakukannya PSBB. Hana menilai, Pemprov tidak adil karena enggan memberi kesempatan tempat hiburan malam untuk beroperasi. (Baca juga: Bungkam Soal sanksi De Gea, Solkjaer: Dia Punya Mental yang Kuat)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2036 seconds (0.1#10.140)