Kisah Kesaktian Mbah Kandong Jatikramat, Panglima Perang Kesultanan Banten yang Makamnya Dikeramatkan di Bekasi
Minggu, 24 Juli 2022 - 05:30 WIB
Beliau adalah Panglima perang dari Kerajaan Cirebon yang diutus mencegah dan melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Saat itu, Mbah Kandong datang ke Jati Kramat yang masih hutan belantara lantaran dikisahkan lari dari kejaran pasukan Belanda di Batavia.
Bersama Pangeran Jayakarta, dia lari dari kejaran menghindari kepungan pasukan Belanda. Karena terpojok, dengan kesaktian Pangeran Jayakarta dia membuang jubah dari sorbannya ke dalam sumur yang berada di Utara Batavia yang berada di Mangga dua mengecoh penjajah.
Saat melarikan diri itu, akhirnya mereka terpisah. Pangeran Jayakarta dan sebagian pasukannya pergi ke arah Timur yang letaknya saat ini berada di Jatinegara Kaum (Jakarta Timur) untuk bersembunyi dan menghimpun kekuatan kembali.
Sedangkan Mbah Kandong terpisah bersama sebagian pasukan yang tersisa dan terus berjalan ke arah Selatan (Pondok Gede). Di lokasi ini, nantinya menjadi cikal bakal Kampung Jati Kramat ini, dan dia memutuskan untuk menetap menyebarkan agama Islam di situ.
Saat tiba di hutan itu, Mbah Kandong langsung menemui segelintir penduduk yang bermukim di tempat dipenuhi dengan pohon rindang dan lebat. Dengan menggunakan Handong (Delman), Mbah Kandong lalu menemui mereka dan akan menetap di tempat itu.
Karena kedatanganya menggunakan delman itu, akhirnya warga setempat memanggilnya dengan Handong atau Mbah Kandong. Warga yang awalnya menganut aliran kepercayaan atau aninisme akhirnya memeluk agama Islam dan menjadi murid-murid dari Mbah Kandong.
Selain mengajarkan ajaran Islam, Mbah Kandong juga melatih muridnya untuk berlatih ilmu kanuragan untuk berperang melawan penjajah, dengan targetan bisa menjadi martir untuk bisa memukul mundur penjajah Belanda pergi dari bumi Nusantara.
Perlawanan sengit dari murid Mbah Kandong membuat khawatir Belanda yang saat itu ingin berkuasa di Batavia. Belanda lalu mengerahkan pasukan daratnya untuk menumpas pasukan dari Mbah Kandong, hanya saja mereka tak pernah bisa menemukan keberadaan para pejuang.
Bersama Pangeran Jayakarta, dia lari dari kejaran menghindari kepungan pasukan Belanda. Karena terpojok, dengan kesaktian Pangeran Jayakarta dia membuang jubah dari sorbannya ke dalam sumur yang berada di Utara Batavia yang berada di Mangga dua mengecoh penjajah.
Saat melarikan diri itu, akhirnya mereka terpisah. Pangeran Jayakarta dan sebagian pasukannya pergi ke arah Timur yang letaknya saat ini berada di Jatinegara Kaum (Jakarta Timur) untuk bersembunyi dan menghimpun kekuatan kembali.
Sedangkan Mbah Kandong terpisah bersama sebagian pasukan yang tersisa dan terus berjalan ke arah Selatan (Pondok Gede). Di lokasi ini, nantinya menjadi cikal bakal Kampung Jati Kramat ini, dan dia memutuskan untuk menetap menyebarkan agama Islam di situ.
Saat tiba di hutan itu, Mbah Kandong langsung menemui segelintir penduduk yang bermukim di tempat dipenuhi dengan pohon rindang dan lebat. Dengan menggunakan Handong (Delman), Mbah Kandong lalu menemui mereka dan akan menetap di tempat itu.
Karena kedatanganya menggunakan delman itu, akhirnya warga setempat memanggilnya dengan Handong atau Mbah Kandong. Warga yang awalnya menganut aliran kepercayaan atau aninisme akhirnya memeluk agama Islam dan menjadi murid-murid dari Mbah Kandong.
Baca Juga
Selain mengajarkan ajaran Islam, Mbah Kandong juga melatih muridnya untuk berlatih ilmu kanuragan untuk berperang melawan penjajah, dengan targetan bisa menjadi martir untuk bisa memukul mundur penjajah Belanda pergi dari bumi Nusantara.
Perlawanan sengit dari murid Mbah Kandong membuat khawatir Belanda yang saat itu ingin berkuasa di Batavia. Belanda lalu mengerahkan pasukan daratnya untuk menumpas pasukan dari Mbah Kandong, hanya saja mereka tak pernah bisa menemukan keberadaan para pejuang.
tulis komentar anda