Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (2-tamat)

Jum'at, 12 November 2021 - 05:59 WIB
Masjid Istiqlal

Pada era ini, pembangunan Jakarta sudah bergeser ke Selatan. Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan salah satu alasan pemerintah saat itu mulai meninggalkan Utara Jakarta karena rawan banjir. “Pembangunan kota yang sanitasinya tidak baik karena penduduk Jakarta sudah melebihi luas kota. Daerah-daerah Ommelanden (di luar Glodok, seperti Harmoni, Bandengan, Pluit, dan Ancol), sekitar Batavia sudah berkembang menjadi pemukiman,” tuturnya.

baca juga: Menara Syahbandar, Larik Sejarah di Tengah Angkuh Ibu Kota (1)

Dia memaparkan upaya pemindahan pusat pemerintahan ini sebenarnya sudah dicoba pada era Herman Willem Daendels yang berkuasa pada 1808-1811 dan Thomas Stamford Raffles pada 1811-1816. “Perpindahan kota ini banyak faktor, seperti pertahanan, sisi ekonomi, dan perkembangan kota itu sendiri,” ucapnya.

Pada masa awal kemerdekaan, pria kelahiran 1984 itu mengungkapkan Jakarta langsung menjadi ibu kota secara politik, ekonomi, dan kebudayaan. Semua fungsi “ibu kota” dijalankan Jakarta. Soekarno sempat menggagas perpindahan ibu kota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Namun, rencana itu tidak pernah kesampaian.

baca juga: Menara Syahbandar, Menolak Punah Meski Dikepung Derap Pembangunan (2-Tamat)

Ary menduga salah satu alasannya karena infrastruktur pendukung di sana belum selengkap Jakarta. “Jakarta terlalu besar magnet dan fungsinya,” katanya. Pembangunan kian masif di era Gubernur Ali Sadikin pada periode 1966-1977. “Ini yang menjadi problematika ketika pembangunan di era Ali Sadikin begitu pesat sehingga melupakan daya dukung kota ini,” tambahnya.



Jembatan Semanggi

Jakarta telah menjadi magnet bagi warga dari berbagai penjuru Indonesia. Para perantau mencoba mengadu nasib di Jakarta. Jakarta pun menjadi pintu gerbang bagi orang-orang asing lewat Bandara Kemayoran. “Pada era pemerintahan Ali Sadikin, Jakarta bertransformasi dari kota yang tradisional. Kota yang bersifat kolonial, kemudian kota yang menunjukkan nilai kebudayaan, kemudian loncat jadi kota yang ber-image internasional,” terangnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More