Vaksin Helena Lim, Ombudsman Duga Terjadi Potensi Pemalsuan Dokumen
Rabu, 17 Februari 2021 - 22:18 WIB
Untuk mengantisipasi itu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi nakes sesuai kategori dengan beberapa syarat.
Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui STR (Surat Tanda Registrasi), sementara untuk data nakes lain
mempergunakan data dari organisasi profesi.
Di luar nakes yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. "Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan," kata Teguh.
Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan sepenuhnya tergantung pada iktikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan. "Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari Apotek yang menjadi mitra kerjanya. Sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses penginputan data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes," urainya.
Baca juga: Di Depan Pemimpin Kota-kota Dunia, Anies Cerita Covid-19, Sepeda hingga Kota Kolaborasi
Dapat diduga dalam kasus selebgram Helena Lim di Jakarta Barat, ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada individu yang bersangkutan dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan.
"Dan dugaan pemalsuan dokumen itu merupakan tindak pidana yang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian. Sementara, untuk pelaksanaan Tahap II Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19 sepertinya belum juga mampu menghadirkan data sektoral dari warga yang menjadi target vaksin," ujar Teguh.
Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui STR (Surat Tanda Registrasi), sementara untuk data nakes lain
mempergunakan data dari organisasi profesi.
Di luar nakes yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. "Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan," kata Teguh.
Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan sepenuhnya tergantung pada iktikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan. "Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari Apotek yang menjadi mitra kerjanya. Sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses penginputan data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes," urainya.
Baca juga: Di Depan Pemimpin Kota-kota Dunia, Anies Cerita Covid-19, Sepeda hingga Kota Kolaborasi
Dapat diduga dalam kasus selebgram Helena Lim di Jakarta Barat, ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada individu yang bersangkutan dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan.
"Dan dugaan pemalsuan dokumen itu merupakan tindak pidana yang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian. Sementara, untuk pelaksanaan Tahap II Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19 sepertinya belum juga mampu menghadirkan data sektoral dari warga yang menjadi target vaksin," ujar Teguh.
(jon)
tulis komentar anda